“Diturunkan harganya sampai Rp 15 perak waktu itu, supaya abis. Ditambah soto Madura, dan Jawa Timur yang mirip-mirip,” ujarnya.
Jali pun terpasksa menurunkan harga lebih rendah agar sotonya mulai dilirik calon pembeli. Berpindah dari tempat satu ke tempat lain sudah merupakan hal lumrah kala itu, sebelum kini menetap di perempatan Jalan Sabang.
Ternyata bermula dari warga Lamongan dan Jawa Timur yang mampir di gerobaknya, satu persatu cerita mulai tersebar. Di tahun 1980-an akhir sotonya mulai ramai dikenal, dan Jali mencoba peruntungan dengan menawarkan menu sate.
Mulai saat itu teman-temannya semakin banyak yang mengikuti jejaknya. Gelombang perantau pun semakin besar dari Lamongan. Soto lamongan kala itu mulai banyak ditemui, dan beberapa memiliki kisah suksesnya sendiri-sendiri.
Di usianya yang tak lagi muda, Jali masih aktif mengecek kedai kuliner Lamongan yang diteruskan oleh anak laki-laki bersama istrinya di Menteng, Jakarta Pusat.
Kedai soto lamongan yang ia rintis kini lebih terkenal dengan Sate Sabang dan Soto Lamongan Jaya Agung, kedainya memang berlokasi di perempatan Jalan Sabang.
Ingin mencoba wisata cruise gratis Singapura - Malaka - Singapura? Caranya gampang, ikuti kuis dari Omega Hotel Management di sini. Selamat mencoba!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.