“Siapa pun tamunya kita sambut dengan tarian tersebut. Ini untuk melestarikan budaya kami sebagai upaya regenerasi kepada penerus kami dan juga sebagai daya tarik warga berkunjung ke Kampung Dayak Kenyah,” ucap Uwing Surang.
Air Terjun Bangen Tawai
Upacara penyambutan tamu yang datang ke Kampung Dayak Kenyah biasanya akan dilanjutkan dengan mengunjungi Air Terjun Bangen Tawai. Bangen Tawai dalam bahasa Dayak Kenyah artinya senang hati.
Air terjun setinggi 12 meter dengan lebar sungai lebih dari 10 meter tersebut ditemukan pertama kali oleh Uwing Surang pada tahun 1997. Saat itu Uwing Surang bersama dengan beberapa pemangku adat sedang mencari pemukiman baru untuk 7 kepala keluarga sepulang dari Malaysia.
Dalam pencarian tempat tersebut, Uwing Surang merasa senang hati setelah bertemu dengan sebuah air terjun di tengah hutan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia tepatnya di Kecamatan Seimenggaris.
Saat itu Kabupaten Nunukan merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Bulungan sebelum dimekarkan menjadi kabupaten sendiri. Dari situ air terjun tersebut akhirnya dinamai Bangen Tawai.
“Saat kita mencari tempat untuk bermukim, begitu ketemu air terjun itu, kami senang sekali. Makanya kita namai Air Terjun Bangen Tawai,” kata Uwing.
Sayangnya, untuk menuju ke lokasi Air Terjun Bangen Tawai, warga harus menempuh jalan tanah yang dipastikan becek saat hujan turun sejauh kurang lebih 3 kilometer.
Meski demikian, keindahan Air Terjun Bangen Tawai dipastikan mampu menebus perjuangan para pengunjung yang sudah bersusah payah mendatangi lokasi wisata yang dibuka untuk umum tersebut.
Untuk menuju lokasi Air Terjun Bangen Tawai, pengunjung diajak melintasi hutan adat yang memang dijaga kelestariannya dengan membiarkan pohon seperti pohon bengkirai, pohon jarum, pohon kayu ulin, pohon meranti dan beberapa pohon yang mulai langka di wilayah tersebut tumbuh menjulang tinggi.
Hutan adat seluas 13 hektar tersebut memang dipertahankan kelestariannya mengigat sekeliling wilayah Kecamatan Seimenggaris telah berubah menjadi ladang sawit.
Uwing Surang berharap keberadaan hutan dan air terjun tersebut bisa menjadi edukasi bagi generasi berikutnya agar mengetahui secara langsung beberapa jenis kayu yang dulunya tumbuh subur di daratan Kalimantan.
Mereka secara bergotong royong membangun bangku-bangku peristirahatan serta tempat lesehan yang biasanya digunakan oleh keluarga yang akan makan-makan setelah menikmati keindahan air terjun.
Jalan tanah menuruni bukit menuju air terjun juga mulai dibikin undakan untuk mempermudah pengunjung melintasi hutan yang asri, namun kondisinya mulai tergerus air hujan.