BOGOR, KOMPAS.com - Jelang perayaan Cap Go Meh yang jatuh pada 3 Maret 2018, warga Tionghoa Bogor memandikan kilin, di Sungai Ciliwung. Kilin sendiri merupakan kasta tertinggi dari tradisi barong dari Tionghoa.
"Tradisi ini intinya kilin meminta izin pada leluhur untuk tampil nanti di Cap Go Meh," tutur Irwan Rahardja, keturunan keempat pelestari kilin PGB Bagau Putih kepada KompasTravel, di Pulo Geulis, Jumat (23/2/2018).
Ia mengatakan tradisi pencucian dan arak arakan kilin ini telah dijalankan semenjak kilin ada di Indonesia, 1955 tepatnya. Namun sempat berhenti semenjak keadaan politik melarang aktivitas warga Tionghoa.
Sejak siang hari ratusan warga Bogor terutama dari sekitaran Suryakencana (pecinan Bogor) memenuhi jalur-jalur arak-arakan kilin. Mulai tempat persemayamannya di perguruan PGB Bangau Putih, hingga ke situs bersejarah Pulo Geulis.
"Sebelum kilin berjalan, itu disembahyangin dulu sejak malam, hampir 12 jam. Baru minta izin leluhur," terangnya.
Peter salah satu koordinator lapangan dari tradisi kilin ini mengatakan tahun ini dari dua kilin yang ada, hanya boleh keluar satu. Mereka memilih kilin hijau untuk dibawa melakukan tradisi ini.
Tepat pukul 16.00 WIB setelah selesai peribadatan, kilin pun diarak keluar. Tempat pertama yang dituju ialah sisi Sungai Ciliwung yang ada di Situs Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar, Suryakencana, Bogor.
Sepanjang jalan, mereka disambut riuh ramai warga, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Pulo Geulis merupakan situs peninggalan berbagai kepercayaan. Kini Pulo Geulis jadi tempat pemukiman padat penduduk.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.