Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uniknya Bentuk dan Filosofi Rumah-rumah di Desa Adat Wologai NTT

Kompas.com - 22/10/2018, 17:07 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

ENDE, KOMPAS.com - Ingin berwisata budaya sekaligus mempelajari arsitektur rumah-rumah adat? Saat ke Nusa Tenggara Timur (NTT), sempatkanlah ke Desa Adat Wologai, Kabupaten Ende yang unik dan berusia ratusan tahun.

Desa adat ini terletak tidak jauh dari Kabupaten Ende, sekitar sekitar 37 kilometer arah timur di Kecamatan Detusoko. Letak desa ini juga berada di atas perbukitan, dengan ketinggian sekitar 1.045 mdpl.

Siang itu, terik matahari menyengat saat KompasTravel berkunjung ke Desa Adat Wologai dalam kegiatan DBS Daily Kindness Trip, Minggu (14/10/2018). Rombongan kami langsung disambut Hilarius, (52) salah satu anak kelahiran Desa Wologai, yang juga pemandu wisata di kampung adatnya.

Begitu masuk ke dalam kampung ini, pandangan KompasTravel tertuju ke rumah-rumah adat dengan bentuk yang unik. Sekilas rumah-rumah mereka sama, berbentuk panggung, berfondasi batu pipih dengan atap menjulang.

Beberapa rumah tinggal warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Beberapa rumah tinggal warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).
Ternyata setelah menatapnya dari dekat, satu sama lain memiliki perbedaan yang jelas. Setiap rumah adat memiliki nama-nama yang berbeda.

Hilarius menerangkan Desa Adat Wologai memiliki18 bangunan, diantaranya lima rumah suku, dan satu rumah besar. Rumah-rumah tersebut berjejer melingkari titik pusat desa yang ditandai bangunan kubur batu leluhurnya, bernama Tubu Kanga.

"Ini rumah pertama, Noa Guta, rumah perang," tuturnya sembari menunjukkan ciri khas ukiran tombak dan pistol di rumah perang tersebut.

Rumah ini berfungsi menyimpan perkakas perang ataupun senjata lainnya untuk upacara hari besar mereka.

Ukiran senjata di salah satu rumah warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Ukiran senjata di salah satu rumah warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).
Satu rumah adat tersebut menghabiskan kurang lebih satu pohon besar di hutan. Kayu yang digunakan jenis ampupu, dengan genting ijuk dari pohon enau atau moke .

"Dulu pakenya alang-alang, tapi sekarang sudah sulit dan kurang awet, jadi ganti ijuk," jelasnya.

Tiap rumah memiliki ukiran-ukiran khasnya masing-masing yang menandakan fungsi rumah tersebut.

Wisatawan pun diajak berkeliling rumah-rumah yang dihuni masyarakat adat Wologai. Ada yang rumah khusus wanita dengan ukiran buah dada di pintunya, ada juga rumah untuk laki-laki yang memiliki ornamen tiang khusus.

Beberapa rumah tinggal warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Beberapa rumah tinggal warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).
Hilarius menyebutkan nama-nama rumah tersebut, antara lain Saopanggo, Attawolo, Saolabo, Lewabewa, Analamba, dan lainnya.

Kami tiba di satu rumah dengan bentuk yang cukup besar, dan memilki ukiran yang cukup banyak di kayu-kayu penyanggahnya. Hilarius menyebut rumah itu sebagai Daoekowawi, rumah orang kedua petinggi adat.

"Ya ya, seperti wakil presidennya tinggal di sini, orang kedua adat Wologai," tuturnya.

Rumah terakhir yang ditunjukkannya ialah rumah besar Bisikoja, seperti aula yang berfungsi menggelar pertemuan, dan perayaan.

Suasana di dalam rumah tradisional NTT di Desa Adat Wologai, Flores Timur, Minggu (14/10/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Suasana di dalam rumah tradisional NTT di Desa Adat Wologai, Flores Timur, Minggu (14/10/2018).
Kami berkesempatan masuk ke salah satu rumah khusus wanita, berukuran tujuh kali lima meter. Di dalamnya memang terkesan gelap, tanpa lampu listrik. Rumah itu memiliki ruang-ruang seperti kamar tidur, dapur, dan gudang.

"Ini nggalah, tempat taruh makanan untuk perayaan adat," kata Hilarius menujuk keranjang-keranjang yang banyak digantung di tengah rumah.

Dari belasan rumah adat yang kami sambangi, ada satu ukiran yang hampir di setiap rumah memilikinya. Ukiran itu adalah ukiran manusia berjejer sembari berjabat tangan.

Ukiran manusia yang melambangkan persaudaraan di salah satu rumah warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Ukiran manusia yang melambangkan persaudaraan di salah satu rumah warga di Desa Adat Wologai, Ende, NTT, Minggu (14/10/2018).
"Ini lambang persatuan warga, kita (kami) semua bersaudara," ujarnya kepada KompasTravel.

Menurut Hilarius, lukisan tersebut wajib ada, karena melambangkan persatuan warga.

Uniknya, tidak semua warga tinggal di rumah huni desa adat ini. Bahkan kurang dari 30 persen warga yang tinggal. Mereka lebih banyak tinggal di rumah-rumah biasa, yang dibangun di sekitar desa adat ini.

"Tidak semua, nanti kalau liburan atau pas ada waktu baru menginap di rumah-rumah ini," tuturnya.

Walau begitu, tetap ada warga yang tinggal secara permanen di rumah-rumah adat tersebut. Biasanya yang berusia cukup tua dan memiliki jabatan di Desa Adat Wologai.

Bagi Anda yang suka wisata budaya, tentu tempat ini sangat menarik. Selain bisa melihat keunikan arsitektur kampung, Anda bisa bercengkrama dengan masyarakat adat yang ramah dan terbuka dengan wisatawan. Tentunya dengan masih menjaga sopan santun sebagai tamu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tips Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri, Jangan Kesiangan

Tips Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri, Jangan Kesiangan

Travel Tips
Tips Atas Bengkak Selama Perjalanan Udara, Minum hingga Peregangan

Tips Atas Bengkak Selama Perjalanan Udara, Minum hingga Peregangan

Travel Tips
Harga Tiket Wisata Pantai di Bantul Terkini, Parangtritis hingga Pandansimo

Harga Tiket Wisata Pantai di Bantul Terkini, Parangtritis hingga Pandansimo

Travel Update
Ada Pungli di Curug Ciburial Bogor, Sandiaga: Perlu Ditindak Tegas

Ada Pungli di Curug Ciburial Bogor, Sandiaga: Perlu Ditindak Tegas

Travel Update
Menparekraf Bantah Akan Ada Pungutan Dana Pariwisata kepada Wisatawan

Menparekraf Bantah Akan Ada Pungutan Dana Pariwisata kepada Wisatawan

Travel Update
Sandiaga Dukung Sanksi Tegas untuk Penyulut 'Flare' di Gunung Andong

Sandiaga Dukung Sanksi Tegas untuk Penyulut "Flare" di Gunung Andong

Travel Update
Waktu Terbaik untuk Beli Tiket Pesawat agar Murah, Jangan Mepet

Waktu Terbaik untuk Beli Tiket Pesawat agar Murah, Jangan Mepet

Travel Tips
Taman Burung-Anggrek di Papua: Lokasi dan Harga Tiket Masuk

Taman Burung-Anggrek di Papua: Lokasi dan Harga Tiket Masuk

Travel Update
5 Air Terjun di Probolinggo, Ada Air Terjun Tertinggi di Jawa

5 Air Terjun di Probolinggo, Ada Air Terjun Tertinggi di Jawa

Jalan Jalan
4 Festival di Hong Kong untuk Dikunjungi pada Mei 2024

4 Festival di Hong Kong untuk Dikunjungi pada Mei 2024

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Travel Update
5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

Travel Tips
Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com