BANDUNG, KOMPAS.com – Sebanyak 4.200 penari turut meramaikan perhelatan Indonesia Menari 2018 di Jakarta, Bandung, Solo, dan Semarang.
“Peminatnya banyak. Bahkan ada yang datang mendaftar di hari H, tapi kuotanya sudah penuh,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation di Bandung, Jawa Barat, Minggu (11/11/2018).
Seperti di Jakarta, orang yang mendaftar kegiatan ini mencapai 3.000 pendaftar, sedangkan kuota yang tersedia hanya 1.500 orang.
Baca juga: Menyaksikan Kuda Lumping Menari di Sungai Bendung Kayangan
Penyelenggaraan di kota lainnya juga diramaikan oleh beragam kelompok dan individu yang datang dari beragam daerah.
Misal di Bandung, dari 1.200 peserta yang telah mendaftar ulang, ada peserta yang khusus datang dari Bangka Belitung untuk ikut kegiatan ini.
Baca juga: Hadiri Festival Wonderful Indonesia di Atambua, Menpar Menari Likurai
Untuk Solo, 1.200 peserta yang telah mendaftar ulang, datang dari beragam daerah di sekitarnya, seperti Yogyakarta, Kudus, Boyolali, bahkan dari Palembang dan Malang.
“Para peserta terdiri dari perorangan, berbagai komunitas generasi muda, sanggar tari, komunitas pecinta tari, sekolah dan universitas di Indonesia,” tuturnya.
Pihaknya tidak membatasi usia ataupun jenis kelamin peserta. Seluruh masyarakat bisa berpartisipasi selama bisa mengikuti koreografi yang ditentukan.
Indonesia Menari merupakan sebuah kegiatan yang berangkat dari kekhawatiran derasnya budaya populer luar yang masuk ke Indonesia, dan menyebar dengan cepatnya di masyarakat.
Untuk itu, diinisiasilah Indonesia Menari yang menampilkan tarian tradisional. Biar kekinian, tarian yang disuguhkan dikreasikan dengan tarian modern.
Tahun ini, ada 4 lagu tradisional Indonesia yang mengiringi Indonesia Menari. Koreografinya pun berdurasi sekitar 4 menit.
Koreografer Indonesia Menari 2018 Ufa Sofura mengaku, koreografi tariannya menggabungkan unsur tradisional dan modern.
Ufa mengaku mendapat tantangan tersendiri. Sebab biasanya, ketika mendengar lagu tradisional, bawaannya ingin menari tradisional.
Namun di sini, ia harus menggabungkan gerakan tradisional dengan modern secara seimbang. "Supaya imbang antara tradisional dan modern, saya bikin 50:50," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.