JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa tidak kenal Soe Hok Gie, pemuda yang getol melontarkan kritik keras pada penguasa di zamannya? Namanya selalu terkenang, terlebih di dunia aktivisme dan pencinta alam.
Gie yang lahir pada 17 Desember 1942 memang dikenal sebagai aktivis sekaligus pencinta dunia alam bebas. Gie rutin mendaki gunung. Ironisnya, gunung pula yang menjadi saksi kematian Gie.
Bersama sejumlah kolega, Gie hendak mendaki Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur. Kebetulan, tanggal pendakian berbarengan dengan peringatan hari ulang tahunnya yang ke-27.
Baca juga: Keindahan Yang Menanti Sebelum Mencapai Puncak Mahameru
Alih-alih merayakannya dengan sukacita, Gie dan seorang rekan pendakiannya, Idhan Lubis, meregang nyawa di puncak Mahameru akibat menghirup gas beracun. Peristiwa memilukan itu terjadi pada 16 Desember 1969, hanya berjarak satu hari dengan peringatan hari ulang tahun Gie.
Jasad Gie lalu dikebumikan di pemakaman Menteng Pulo, sebelum dipindahkan ke pemakaman Kebon Jahe Kober, Tanah Abang, sebuah kompleks perkuburan yang sebetulnya diperuntukkan bagi jenazah orang-orang Belanda.
Dibangun pada 1795, kompleks perkuburan Kebon Jahe Kober awalnya diperuntukkan khusus bagi petinggi dan bangsawan Belanda. Luasnya sekitar 5,5 hektar.
Jumlah makam yang terus bertambah hingga angka ribuan membuat Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin, memerintahkan pemindahan jenazah dari Kebon Jahe Kober dan menjadikannya museum. Sejumlah besar jenazah dikembalikan ke kampung halaman.
Sementara itu, penolakan keluarga Gie terhadap upaya pemindahan jenazah akhirnya membawa jasad Gie ke krematorium. Kemudian, Lembah Mandalawangi di Gunung Pangrango menjadi persemayaman abu jasad Gie untuk selamanya.
Baca juga: Panduan Mendaki Gunung Gede Pangrango saat Musim Hujan
Kini, kompleks yang dulunya dikenal sebagai pemakaman Kebon Jahe Kober telah beralih wajah menjadi Museum Taman Prasasti. Nisan-nisan yang ada di sini tidak lagi menyimpan jasad manusia.
Terdapat lebih dari 900 nisan beserta patung dengan aneka gaya dan rupa yang dipajang di “taman” sebelah luar bangunan utama. Bangunan utama museum sendiri dirancang dengan gaya Yunani dengan ciri khas pilar-pilar besar di bagian depannya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan