Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengunjungi 'Wulenpari' Desa di Pinggir Sungai Oya

Kompas.com - 30/01/2019, 17:04 WIB
Markus Yuwono,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Mengunjungi Desa Beji, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, bisa dilakukan melalui jalan Yogyakarta-Wonosari. Wisatawan bisa menuju ke arah Desa Putat dan terdapat tulisan Desa Beji lalu masuk ke kiri. Suasana pedesaan begitu terasa karena kanan kiri akan mudah dijumpai petani sedang berada di sawah.

Setelah melewati Balai Desa Beji, terdapat tulisan masuk ke Dusun Jelok. Di sana ada dua jembatan gantung, yang satu menuju resto Jelok, dan ke kiri menuju Wulenpari.

KompasTravel mengunjungi Wulenpari. Setelah melewati jembatan gantung yang cukup unik karena saat berjalan bisa bergoyang, langsung memasuki sebuah kawasan yang cukup asri.

Saat berjalanan, di kanan terdapat Sungai Oya yang akan mengalir sepanjang tahun. Setelah itu, akan disambut hamparan hijau rumput dan bangunan tradisional.

Suasana Perkembunan Organik di sekitar Wulenpari, Desa Beji, Kecamatan Patuk, GunungkidulKOMPAS.com/MARKUS YUWONO Suasana Perkembunan Organik di sekitar Wulenpari, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul
Jika berkunjung saat ada kegiatan atau akhir pekan akan terdengar alunan musik tradisional terdengar syahdu. Beberapa rumah tradisional yang didirikan untuk homestay.

Di sana juga tersedia resto dengan makanan tradisional seperti sayur Lombok (cabai) hijau, oseng dan aneka minuman seperti wedang rempah, kopi,jus hingga kelapa muda.

Salah seorang penggagas Wulenpari, Aminudin Azis mengatakan pembuatan destinasi wisata Wulenpari ini berawal dari pascabadai cempaka menyebabkan sekitar Sungai Oya rusak. Kemudian, warga melakukan revitalisasi sekitar bantaran sungai.

Mendapatkan banyak perhatian dari berbagai pihak, warga sepakat mendirikan lokasi beristirahat di sekitar sungai, yang saat ini menjadi destinasi Wulenpari.

"Di sini dikelola bersama seluruh masyarakat Desa Beji," katanya Rabu (30/1/2019).

Suasana di sekitar Wulenpari, Desa Beji, Kecamatan Patuk, GunungkidulKOMPAS.com/MARKUS YUWONO Suasana di sekitar Wulenpari, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul

Tak hanya resto dan homestay, di sana pengunjung bisa belajar mengenai pertanian organik bahkan, wisatawan bisa memetik sayuran dari tanaman yang ditanam di halaman, dan memasak sendiri.

Jika ingin berbelanja di pasar tradisional, setiap 35 hari sekali ada pasar tradisional 'Sopo Aruh'. Pasar tradisional ini mengusung konsep kembali ke pasar lama, dengan menjajakan makanan tradisional mulai dari jadah tempe hingga jagung bakar.

"Pasar sopo aruh ini bukanya 35 hari sekali atau saat pasaran Minggu Kliwon," ucapnya.

Ia mengatakan konsep Pasar Sopo Aruh dibuat kembali ke pasar tradisonal. Hal itu berdasarkan keprihatinan dari generasi muda dengan perkembangan jaman yang menyebabkan perubahan yang cukup besar di masyarakat.

"Kalau dulu pasar itu tempat berinteraksi tidak hanya sebatas ekonomi, sekarang dengan adanya pasar modern dan aplikasi belanja bisa dikirim ke rumah. Kita ingin membangkitkan kembali pasar tradisional," ujarnya.

Susana Pasar Sopo aruh di Wulenpari, Desa Beji, Kecamatan Patuk, GunungkidulKOMPAS.com/MARKUS YUWONO Susana Pasar Sopo aruh di Wulenpari, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul

Harapannya berdirinya pasar bisa mengembalikan bertegur sapa antar masyarakat.

"Bisa juga dengan ikhtiar ini untuk mengurangi angka bunuh diri, karena konon bunuh diri dilakukan karena orang hidup sendiri,"ucapnya.

Salah seorang warga Dusun Jelok, Titin mengaku terbantu dengan adanya pembukaan pasar tradisional di Desa Beji. Sebab, selama ini dirinya hanya menggantungkan hidup dari bertani.

"Hari ini saya hanya berjualan jagung bakar, ke depan ingin membuat gudeg sinuwun (Gudeg bahan dasar jantung pisang) dan lauknya ikan yang berasal dari Sungai Oya ini," katanya.

Pintu masuk ke Wulenpari, Patuk, Gunungkidul, YogyakartaKOMPAS.com/MARKUS YUWONO Pintu masuk ke Wulenpari, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta

Salah seorang pengunjung, Bagus Adi warga Klaten, mengatakan, dirinya sengaja bersama pacarnya sengaja mengunjungi Wulenpari untuk menghilangkan penat karena sejak beberapa bulan tidak berlibur.

"Kebetulan sering ke Gunungkidul, hari ini mampir, sekalian mau mencari spot prewed (pre wedding). Kemungkinan di sini saja karena cukup komplit,"ucapnya.

Mengunjungi Wulenpari tidak hanya berjalan menyusuri tegalan, tetapi bisa dilakukan menggunakan perahu menyusuri Sungai Oya. Makanan di sini pun cukup terjangkau dengan harga Rp 20.000 hingga Rp 50.000.

Susasana di Wulenpari tak ada suara kendaraan. Hanya suara gemricik sungai oya memang membawa ketenangan bagi pengunjung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com