Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mistis Tiwu Ndeghar Peka, Hanya Ada di Flores Barat

Kompas.com - 01/02/2019, 21:14 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

RANGGU, KOMPAS.com — Sejalan dengan geliat perkembangan pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pasca Sail Komodo 2013 membangkitkan gairah pelaku pariwisata di wilayah itu.

Kisah-kisah mistis yang selama ini hanya diketahui oleh kalangan tertentu dikembangkan menjadi sebuah destinasi sejarah dan budaya.

Indonesia bagian barat sangat lihai menarasikan kisah-kisah mistis masa lalu yang pernah terjadi dan nyata terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan kisah itu dibuat dalam bentuk film dokumenter.

Kebiasaan menarasikan kisah-kisah mistis sangat jarang dilakukan oleh generasi muda di wilayah Manggarai Barat, Flores Barat. Konon, kebiasaan yang sangat menakutkan apabila kisah tragis itu dikisahkan ulang akan memperoleh bahaya.

Baca juga: Mandilah Bersama Kakar Tana Kolang di Tiwu Ndeghar Peka Flores Barat

Ini hanya sebuah kisah dongeng yang tidak memiliki nilai. Kemungkinan zaman itu masih menganut kepercayaan animisme. Namun, hingga era teknologi berkembang saat ini, kisah ini masih tersimpan dengan baik oleh tua-tua adat yang memperoleh kisah mistis tersebut.

Kadang-kadang mereka menuturkannya secara lisan bagi siapa saja yang ingin mengetahui arti dan nama sebuah tempat yang sangat aneh didengar.

Memang nama-nama tempat di wilayah Manggarai Barat, khususnya dan Manggarai Raya umumnya memiliki cerita-cerita mistis yang dituturkan secara lisan dan kadang-kadang menakutkan.

Baca juga: Tiba Meka, Tarian Khas Flores Barat

Kemungkinan pola pikir masih belum berubah sehingga kisah mistis itu hanya diketahui oleh kalangan sendiri. Namun, wisatawan asing dan Nusantara yang memiliki minat khusus di dunia antropologi dan sejarah tertantang dengan kisah-kisah mistis tersebut.

Wisatawan yang tertarik di bidang antropologi dan sejarah kuno sangat tertantang untuk memperoleh kisah itu serta akan melakukan penelitian di tempat tersebut. Misalnya, Bali sudah sangat terkenal di mancanegara karena kisah-kisah yang didokumentasi secara tertulis dan dipublikasi secara luas.

Keunikan alam disertakan dalam kisah mistis di Pulau Bali dan mampu mengangkat pulau itu menjadi destinasi wisata internasional. Harmonisasi alam yang dijaga nenek moyang menjadi salah satu kekuatan pariwisata di Pulau Bali.

Kini saatnya di Flores Barat harus berani mengangkat dan mempublikasikan secara luas terkait dengan kisah-kisah mistis yang menantang wisatawan asing dan nusantara untuk menelusuri cerita tersebut.

Di Pulau Jawa, ada kisah Nyi Loro Kidul serta kisah-kisah lainnya sudah melegenda. Dampak lainnya adalah tempat itu menjadi destinasi wisata, apalagi kalau ada ritual adatnya. Di Pulau Sumatera, ada kisah Malin Kundang, yang ada bukti sejarahnya serta di berbagai tempat di seluruh Indonesia.

Untuk itu, inilah kisah Tiwu (kolam) Ndeghar Peka di Kali Wae Impor, di Lembah Ranggu, Kolang, Kecamatan Kuwus Barat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Wae Impor memisahkan kampung Ranggu dan sekitarnya serta Kampung Tado dan sekitarnya.

Ketua Dusun Kampung Tado, Desa Ranggu, Barnabas Maja mengisahkan kepada Staf Bappeda Kabupaten Manggarai Barat, Yuvensius Aquino Kurniawan, Jumat (25/1/2019) terkait kisah nama kolam (Tiwu) Peka di Kali DAS Wae Impor. Kisah tersebut diteruskan kepada Kompas.com, Sabtu (26/1/2019).

Sebagaimana dikisahkan Maja kepada Kurniawan bahwa dahulu di seputaran kaki poso kuwus, ada sebuah kampung bernama Welu. Welu dalam bahasa Kolang berarti buah kemiri. Di Kampung Welu itu hiduplah dua orang kakak beradik, kakaknya bernama Ndeghur dan adiknya bernama Ndeghar.

Tiwu (kolam) Ndeghar Peka, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (25/1/2019).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tiwu (kolam) Ndeghar Peka, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (25/1/2019).

Keduanya adalah perajin tuak nira. Pada suatu hari Ndeghur pergi berkunjung ke kampung tetangga. Saat itu dia menyuruh adiknya Ndeghar menyadap tuak nira. Pergilah Ndeghar dan berhasil menyadap sebanyak satu wadah tuak nira atau satu gogong tuak nira.

Kemudian kembalilah Ndeghar ke rumah dan menyandarkan gogong tersebut di dinding rumah. Namun di luar dugaan datanglah seekor babi dan menumpahkan tuak tersebut. Tibalah kakaknya, Ndeghur di Kampung Welu dan menanyakan tuak nira yang telah disadap adiknya, Ndeghar. Betapa marahnya Ndeghur karena tuaknya ditumpahkan si adik ke tanah.

Si Ndeghur lalu menyuruh adiknya, Ndeghar untuk menggali tanah tempat tumpahnya tuak tersebut. Ndeghar pun terpaksa menggalinya. Setelah sekian dalamnya Ndeghar menggali, sampailah dia di tiwu (kolam) Peka.

Di situ dia bertemu dengan sepasang suami-istri sedang menjaga anak perempuannya yang sakit. Ada pun keluarga kecil Tiwu Peka tersebut adalah belut raksasa atau tuna gendang yang kelihatannya berupa manusia.

Si Ndeghar lalu bertanya anaknya sakit apa. Pasangan tuna tersebut menjelaskan bahwa anak gadis mereka tersangkut kail di lehernya. Lalu Ndeghar berkata kepada kedua pasangan tersebut bahwa dia bisa menolong mengeluarkan kail tersebut namun dengan syarat membantunya mengembalikan tuak nira yang sudah tumpah.

Tiwu (kolam) Ndeghar Peka, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (25/1/2019).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tiwu (kolam) Ndeghar Peka, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (25/1/2019).
Pasangan ini setuju. Lalu Ndeghar meminta agar diperkenankan mengeluarkan kail tersebut. Dia mengambil ranting bercabang, mengeluarkan kail dari leher anak pasangan tersebut. Ndeghar berhasil mengeluarkan kail tersebut.

Lalu pasangan ini menyerahkan sebuah kayu wewang yang kelihatannya berupa segogong tuak nira.

Naiklah Ndeghar ke Kampung Welu dan menyerahkan gogong berisi tuak tersebut kepada Ndeghur sambil berkata bahwa dirinya akan kembali dalam lubang dan tinggal di Tiwu Peka, karena kakaknya lebih mementingkan tuak dibandingkan adik kandung.

Ndeghur menunggu Ndeghar namun tidak muncul ke permukaan, karena itu mereka melakukan kenduri atas Ndeghar yang hilang. Ada pun si Ndeghar telah menikah dan memiliki satu anak.

Rupanya acara kenduri tersebut didengar juga oleh Ndeghar. Dia kemudian mengajak istri dan anaknya kembali ke Kampung Welu. Karena Ndeghar muncul kembali, upacara akhirnya diganti menjadi syukuran.

Lalu Ndeghar dan istri kembali bergabung dengan keluarga di Kampung Welu, namun dengan syarat tidak boleh menggoreng biji longa. Namun pada suatu hari seorang ibu tidak sengaja menggoreng biji longa, lalu Ndeghar beserta istri dan anaknya kembali ke Tiwu atau kolam peka melalui sebuah lubang atau rongga dan hidup di kolam tersebut sampai sekarang.

Mahasiswa dan mahasiswi UGM Yogyakarta dengan latar belakang Kolam Peka saat KKN tahun 2014 di Kampung Tado, Manggarai Barat, NTT.ARSIP UPENK KURNIAWAN Mahasiswa dan mahasiswi UGM Yogyakarta dengan latar belakang Kolam Peka saat KKN tahun 2014 di Kampung Tado, Manggarai Barat, NTT.
Begitulah tempat berongga itu disebut Ndighur Welu dan kolam sungai tersebut dinamai Ndeghar Peka. Sampai sekarang tiap tahun keturunan Suku Ndeghur melakukan ritual di Kolam Ndeghar Peka memohon datangnya hujan untuk pertanian.

Suku Ndighur tersebut sekarang berdiam di Kampung Tado, Kolang, Flores Barat. Jadi hingga saat ini si adik bernama Ndeghar Peka dijodohkan dengan anak perempuan pasangan tuna gendang di Tiwu Peka tersebut dan tinggal di kolam (tiwu) dan berubah menjadi belut (tuna).

Ini merupakan obyek wisata yang harus dipromosikan dan ditata dengan baik sehingga kisah-kisah mistis ini bisa diketahui oleh wisatawan.

Beberapa tahun lalu mahasiswa UGM Yogyakarta pernah melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Ranggu dan mengunjungi kolam tersebut sambil mengumpulkan kisah-kisahnya.

Kepala Dusun Kampung Tado, Maja menjelaskan, di kawasan Lembah Kolang ada begitu banyak kisah-kisah mistis yang berhubungan dengan alam gaib dan makhluk halus.

Untuk itu semuanya harus dipublikasikan secara luas agar orang luar Manggarai Barat mengetahui berbagai kisah-kisah mistis tersebut. Selama ini kisah-kisah itu hanya diketahui oleh orang Manggarai Barat sendiri dan tidak menguntungkan apa-apa.

“Saya berterima kepada Staf Bappeda Kabupaten Manggarai Barat yang mengumpulkan kisah-kisah ini dan menginformasikan hal tersebut kepada media massa," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com