Yosef Gervasius, salah satu tokoh adat dari Sanggar Budaya Bliran Sina, Kabupaten Sikka, menuturkan jauh sebelum ada Gong Waning, warga Sikka memainkan alat musik tradisional dari bilah bambu yang nadanya sama dengan Gong Waning yang ada sekarang.
Baca juga: Gong Si Bolong dari Depok, Alat Musik Legendaris yang Terlupakan
Ia menerangkan, alat musik itu bernama "wala". Wala ini terbuat dari bambu. Setelah wala, berganiti dengan 'letor' yang terbuat dari kayu. Belakangan baru masyarakat mengenal gong.
Menurutnya, Gong Waning yang ada saat ini hanya berubah bentuk dan nama dari wala dan letor. Dalam hal ini, iramalah yang menjadi ciri khas musik tradisional warga Sikka.
"Walaupun pakai gong dan waning, tetap iramannya dimainkan sama yaitu baba, sora, dan leke. Bunyinya juga tetap sama," tutur Yosef.
Ia menjelaskan Gong Waning itu terdiri atas tiga jenis instrumen utama yaitu, gong, waning, dan peli anak/sa'ur.
Menurut Yosef, gong sendiri itu memiliki nada yang berbeda-beda, dari nada rendah sampai tinggi, juga dari yang ukuran kecil sampai yang besar. Gong itu antara lain; gong Inan, (besar), gong Lepen (sedang), gong Udong Beit (kecil), dan gong Anak (paling kecil).
Cara memainkan gong yaitu dengan cara dipukul dengan kayu yang ujungnya ada gulungan karet ban.
Sementara itu Waning adalah alat musik seperti gendang. Alat musik ini terbuat dari batang kelapa dan kulit sapi atau kambing yang sudah dikeringkan. Waning (gendang) itu ada dua jenis yaitu gendang besar dan gendang kecil.
Cara memainkan waning itu dengan cara menabuh dengan kayu dan juga bisa langsung pakai tangan.
Kemudian yang terakhir adalah peli anak/sa'ur. Alat musik ini terbuat dari potongan bambu yang panjangnya sekitar 1,5 meter. Sa'ur ini berfungsi untuk mengatur irama Gong Waning (gong dan gendang).
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan