Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Tradisi Peringatan Satu Suro di Jawa, Kirab hingga Jamasan

Kompas.com - 30/07/2022, 10:49 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

KOMPAS.com - Hari ini, yang bertepatan dengan Sabtu (30/7/2022), merupakan tahun baru dalam penanggalan Jawa atau satu Suro

Berbagai tradisi atau ritual dilakukan untuk menyambut satu Suro di sejumlah daerah di Jawa. Tradisi tersebut memiliki makna masing-masing yang masih terus dilestarikan hingga saat ini. 

Berikut tradisi satu Suro di sejumlah daerah seperti dirangkum Kompas.com

Baca juga: Mengapa Malam Satu Suro Dianggap Keramat? Ini Penjelasannya 

1. Kirab kebo bule 

Salah satu tradisi menyambut malam satu Suro yang paling banyak dikenal oleh masyarakat adalah arak-arakan atau kirab hewan kerbau yang bernama kebo bule atau Kebo Kiai Slamet. 

Kebo bule bukan sembarangan, karena hewan ini termasuk pusaka penting milik Keraton Surakarta Hadiningrat, seperti dikutip dari situs Rumah Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Kerbau Bule Saat Kirab Malam 1 Suro Keraton Surakarta.KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Kerbau Bule Saat Kirab Malam 1 Suro Keraton Surakarta.

Leluhur hewan kerbau yang kulitnya berwarna putih kemerahan itu, dulunya merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II. 

Tahun ini, kira kebo bule kembali diselenggarakan pada malam satu Suro, bertepatan dengan Jumat (29/7/2022). Sebelumnya, tradisi tersebut absen selama dua tahun akibat pandemi Covid-19. 

Baca juga: Ratusan Orang Padati Rute Kirab Malam 1 Suro Keraton Surakarta

2. Jamasan pusaka

Jamasan pusaka merupakan ritual mencuci benda pusaka pada bulan Suro. Tradisi ini masih dilestarikan oleh Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta Hadiningrat, dan Pura Mangkunegaran. 

Mengutip Kompas.com, (9/8/2021), ritual jamasan pusaka selalu dilakukan oleh pihak keraton pada saat memasuki tahun baru Jawa.

Kirab Pusaka di Kraton Surakarta yang biasa dilakukan pada malam pergantian Tahun Baru Islam atau Satu Suro.shutterstock/zahirul alwan Kirab Pusaka di Kraton Surakarta yang biasa dilakukan pada malam pergantian Tahun Baru Islam atau Satu Suro.

Pada Keraton Yogyakarta, ritual jamasan pusaka ini tidak harus dilakukan pada satu Suro atau awal tahun. Jamasan pusaka dapat digelar sepanjang bulan Suro. 

Ritual mencuci benda pusaka ini memiliki makna tersendiri, yaitu membersihkan diri menyambut masa yang akan datang. Namun, jamasan pusaka ini umumnya digelar secara tertutup, alias tidak bisa dilihat oleh masyarakat umum.

Baca juga: Tradisi Satu Suro di Banyuwangi, dari Jamasan hingga Petik Laut

3. Mubeng beteng

Mubeng beteng atau Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng merupakan ritual malam satu Suro yang digelar oleh Keraton Yogyakarta. Berdasarkan informasi dari Kompas.com (8/8/2021), dalam tradisi ini, peserta ritual akan berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta. 

Warga berjalan kaki dalam keheningan mengelilingi kompleks Keraton Yogyakarta, Yogyakarta, saat mengikuti tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng, Selasa (4/11/2013) dini hari. Tradisi yang dilangsungkan setiap pergantian tahun baru hijriah ini dilakukan sebagai sarana perenungan dan instropeksi warga atas berbagai hal yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya.KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Warga berjalan kaki dalam keheningan mengelilingi kompleks Keraton Yogyakarta, Yogyakarta, saat mengikuti tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng, Selasa (4/11/2013) dini hari. Tradisi yang dilangsungkan setiap pergantian tahun baru hijriah ini dilakukan sebagai sarana perenungan dan instropeksi warga atas berbagai hal yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya.

Saat menjalani ritual, peserta dilarang berbicara atau tapa bisu. Ritual mubeng beteng ini biasanya dilakukan pada tengah malam hingga dini hari malam satu Suro. 

Para abdi dalem dan warga peserta ritual berjalan kaki sejauh kurang lebih lima kilometer mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta. Makna mubeng beteng adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan serta membersihkan dan mengendalikan diri dari segala nafsu duniawi.  

Baca juga: Tradisi Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta Ditiadakan karena Pandemi

Namun, Keraton Yogyakarta kembali meniadakan tradisi mubeng beteng pada tahun ini akibat pandemi Covid-19, berdasarkan informasi dari Kompas.com (28/7/2022). Sebagai gantinya, Keraton Yogyakarta mengadakan umbul donga atau doa bersama. 

Dewan Adat Kasepuhan Girikusumo dengan mengenakan masker mengirab kotak berisi jubah pusaka peninggalan leluhur dalam prosesi Tradisi Kirab Sura Girikusumo di Desa Banyumeneng, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Kamis (20/8/2020).  Tradisi menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1442 Hijriah atau satu Sura yang biasanya dihadiri ribuan warga itu, kali ini hanya dihadiri keluarga besar Kasepuhan Girikusumo dengan menerapkan sejumlah protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19.ANTARA FOTO/AJI STYAWAN Dewan Adat Kasepuhan Girikusumo dengan mengenakan masker mengirab kotak berisi jubah pusaka peninggalan leluhur dalam prosesi Tradisi Kirab Sura Girikusumo di Desa Banyumeneng, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Kamis (20/8/2020). Tradisi menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1442 Hijriah atau satu Sura yang biasanya dihadiri ribuan warga itu, kali ini hanya dihadiri keluarga besar Kasepuhan Girikusumo dengan menerapkan sejumlah protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19.

4. Tapa bisu

Tapa bisu merupakan ritual dalam kirab, baik di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta Hadiningrat, dan Pura Mangkunegaran. Tapa bisu berarti selama menjalani ritual, peserta tidak diperbolehkan berbicara. 

Makna dari tapa bisu adalah untuk menjaga ucapan peserta kirab sehingga kirab tetap berlangsung secara sakral. 

Baca juga: Apa Itu Peringatan Malam Satu Suro? Berikut Sejarah dan Maknanya 

5. Kirab pusakadalem 

Kirab pusakadalem merupakan tradisi yang digelar di Pura Mangkunegaran, berdasarkan informasi dari Kompas.com (9/8/2021). 

Dalam tradisi ini, keluarga Pura Mangkunegaran, abdi dalem, serta masyarakat menggelar arak-arakan atau kirab pusaka mengelilingi tembok luar Pura Mangkunegaran sebanyak satu kali.

Suasana Kirab Pusakadalem di Pura Mangkunegaran, tahun 2019.www.puromangkunegaran.com Suasana Kirab Pusakadalem di Pura Mangkunegaran, tahun 2019.

Kirab pusakadalem oleh Pura Mangkunegaran digelar pada malam satu Suro. Setelah absen selama dua tahun akibat pandemi Covid-19, kirab pusakadalem kembali digelar pada Jumat (29/7/2022) malam yang bertepatan dengan malam satu Suro. 

Baca juga: Malam 1 Suro, Pura Mangkunegaran Solo Gelar Kirab Pusaka Dalem, Ini Pesan Mangkunegara X

6. Petik laut 

Petik laut merupakan ritual yang digelar di Pantai Lampon, Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan informasi dari Kompas.com (10/8/2021), dalam tradisi ini para nelayan mengisi perahu kecil dengan sesajen berupa kepala sapi serta hasil bumi dan laut.

Baca juga: Sejarah Peringatan Satu Suro yang Diadakan Sejak Kerajaan Mataram Islam

Perahu itu kemudian dilarung ke laut dari Pantai Lampon. Selain melarung sesaji, masyarakat setempat juga menggelar selamatan. 

Ritual petik laut tersebut diselenggarakan pada satu Suro. Makna petik laut ini adalah ungkapan rasa syukur atas hasil laut yang didapat para nelayan selama setahun, sekaligus sebuah harapan atas keselamatan dan rezeki yang melimpah pada tahun mendatang. 

7. Sedekah laut 

Ritual serupa juga digelar oleh masyarakat sekitar Pantai Baron dan Pantai Kukup, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Berdasarkan informasi dari Kompas.com (10/9/2018), tradisi tersebut disebut dengan sedekah laut. 

Tradisi sedekah laut dimulai dengan selamatan atau kenduri yang diikuti oleh seluruh warga yang mencari rezeki di sekitar pantai. Selesai kenduri, makanan dan gunungan yang berisi hasil bumi dibawa oleh warga dengan mengenakan pakaian tradisional. 

Baca juga: Mengenal Lebih Jauh Tradisi Khas Keraton Surakarta, Kirab Kebo Bule

Warga Pantai Baron, Gunungkidul, Menggelar Tradisi Labuhan Untuk Ucapan Syukur  kepada Tuhan dan Menyambut Tahun Baru Hijriah Senin (10/9/2018)Kompas.com/Markus Yuwono Warga Pantai Baron, Gunungkidul, Menggelar Tradisi Labuhan Untuk Ucapan Syukur kepada Tuhan dan Menyambut Tahun Baru Hijriah Senin (10/9/2018)

Sesampainya di tepi pantai, sesepuh atau orang yang dituakan oleh warga sekitar membuka ritual dengan doa. Dengan menabur bunga serta beberapa sesaji, empat gunungan kemudian dinaikan diatas kapal nelayan untuk selanjutnya dibawa menuju tengah laut. 

Maknda dari ritual ini adalah wujud syukur sekaligus harapan untuk rezeki yang lebih baik pada tahun mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com