KOMPAS.com - Desa Wisata Kuin Utara wajib jadi salah satu yang dituju bila sedang berwisata religi di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Desa ini masuk 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Berjarak sekitar 36,8 kilometer (km) dari Bandara Internasional Syamsuddin Noor, desa wisata ini menjadi lokasi Masjid Sultan Suriansyah dan makam Sultan Suriansyah.
Baca juga:
"Dua destinasi ini menjadi satu kesatuan yang kalau kita kelola dengan baik akan menjadi destinasi wisata yang membuka banyak peluang usaha dan menyerap tenaga kerja," tutur Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno saat berkunjung ke desa wisata tersebut, lewat keterangan resmi, Kamis (3/8/2023).
Sebagai informasi, Sultan Suriansyah merupakan raja muslim pertama di Kerajaan Banjar. Pada masa kepemimpinannya, agama Islam menyebar ke beberapa daerah di Kalimantan.
Salah satu peninggalannya adalah Masjid Sultan Suriansyah. Terletak di tepi Sungai Kuin, masjid ini termasuk yang tertua di Kalimantan lantaran dibangun sekitar tahun 1526-1550.
Tidak jauh dari masjid terdapat kompleks makam Sultan Suriansyah yang kerap menjadi lokasi ziarah. Makam tersebut dikelilingi pagar sepanjang 6,4 meter dan setinggi 2,35 meter.
Dilansir dari laman Jejaring Desa Wisata (Jadesta), Jumat (4/8/2023), nisan di makam tersebut terbuat dari kayu dan tidak memiliki jirat.
Baca juga:
Selain Masjid Sultan Suriansyah dan makam Sultan Suriansyah, Desa Wisata Kuin Utara juga menawarkan wisata susur Sungai Kuin atau Antasan Kuin.
Bila menjajal aktivitas ini, kamu bisa naik Kapal Banjarmasin Bungas yang bisa memuat maksimal 25 orang.
Selama di perjalanan, wisatawan bisa mengamati ritme kehidupan masyarakat di sepanjang tepi sungai dan berinteraksi dengan acil (pedagang) di pasar terapung.
Baca juga:
Apabila mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang, terdapat tajau dan kain sasirangan yang bisa dibeli.
Untuk diketahui, tajau atau balanga adalah sejenis guci keramik. Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guci tersebut dianggap sakral bagi suku dayak.
Guci ini juga bernilai tinggi karena tidak hanya terbuat dari tanah liat, tapi bisa dicampur serbuk emas atau material berharga lainnya.
Sementara itu, kain sasirangan cukup khas lantaran motifnya dibuat dengan jahitan teknik jelujur. Nama sasirangan berasal dari kata "sirang" dalam bahasa Banjar yang artinya menjelujur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.