Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Masjid Sultan Suriansyah, Masjid Tertua di Kalimantan

Kompas.com - 04/08/2023, 09:18 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

KOMPAS.com - Saat berkunjung ke Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, janganlah lupa berwisata religi. Sebab, daerah ini dikenal sebagai pusat penyebaran agama Islam, khususnya saat era Kerajaan Banjar pimpinan Sultan Suriansyah.

Salah satu tempat yang wajib dikunjungi adalah Masjid Sultan Suriansyah, salah satu masjid tertua di Kalimantan lantaran dibangun sekitar tahun 1526-1550 Masehi sehingga usianya saat ini hampir lima abad.

Baca juga:

"Masjid ini memiliki bentuk yang indah, karya seni juga kaligrafinya. Sebagai destinasi, masjid ini menghadirkan banyak aspek bukan hanya religi tapi juga kekayaan budaya dan kearifan lokal," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno saat berkunjung ke masjid tersebut, lewat keterangan resmi, Kamis (3/8/2023).

Adapun Masjid Sultan Suriansyah juga dikenal sebagai Masjid Kuin karena berada di tepi Sungai Kuin. 

Mirip Masjid Agung Demak di Jawa Tengah

Masjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan  Shutterstock/Muhammad Safei Masjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Bila dilihat sepintas, bangunan masjid ini mirip bangunan Masjid Agung Demak di Jawa Tengah. Dilaporkan oleh Kompas.comJumat (1/4/2022), pola ruang di masjid ini diadaptasi dari Masjid Agung Demak.

Hal tersebut terlihat dari adanya tiga aspek yakni atap meru, ruang keramat (cella), dan tiang guru. Atap meru berbentuk bertingkat dan mengecil di bagian atasnya, serta dikenal sebagai ciri khas bangunan suci di Jawa dan Bali.

Alasan mengapa Masjid Sultan Suriansyah mengadaptasi bangunan Masjid Agung Demak berkaitan dengan perjalanan hidup Sultan Suriansyah.

Baca juga: 5 Tempat Wisata Religi di Samarinda, Ada Masjid Tertua dan Terbesar

Ketua Yayasan Restu Sultan Suriansyah, Syarifuddin Noor menyampaikan, Sultan Suriansyah atau Pangeran Samudera bukanlah penduduk asli Kuin. Beliau merupakan cucu Maharaja Sukamara, Raja Kerajaan Daha.

"Karena ada konflik di kerajaannya, akhirnya ia diasingkan ketika berumur tujuh tahun hingga akhirnya ditemukan oleh penguasa di sini (Kuin)," kata Syarifuddin.

Terdapat sejumlah versi soal mengapa Pangeran Samudera diasingkan dari Kerajaan Daha. Salah satunya adalah soal takhta, dikutip dari laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca juga: Masjid Agung Demak, Salah Satu Masjid Tertua yang Dibangun Wali Songo

Konon, sebelum mangkat, Maharaja Sukamara berpesan agar Pangeran Samudera menjadi penerus takhtanya. Keputusan tersebut tidak disetujui oleh kedua anaknya yakni Pangeran Tumanggu dan Pangeran Bagalung. 

Oleh sebab itu, Pangeran Samudera pun diasingkan. Beliau menyamar menjadi nelayan agar selamat.

"Sampai akhirnya ia tiba di Kuin dan oleh penguasa di sini, Patih Masih namanya, diangkat menjadi anak," ujar Syarifuddin.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com