KOMPAS.com - Beberapa orang terkadang kecewa saat sampai di satu tempat wisata karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang tersaji di media sosial.
Fenomena ekspektasi tak seindah kenyataan itu, bisa saja terjadi bila kurang persiapan atau justru memiliki harapan tinggi sebelum berlibur.
Itu sebabnya, Pengamat Pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali I Gede Pitana, menilai bahwa wisatawan perlu mengetahui tourist satisfaction.
Baca juga: 10 Foto Tempat Terkenal yang Ternyata Jauh dari Ekspektasi
Tourist satisfaction atau kepuasan wisatawan merupakan teori yang dipakai untuk membandingkan harapan dan kenyataan saat berwisata.
Lihat postingan ini di Instagram
"Ekspetasi itu kadang-kadang muncul dari imajinasi akibat adanya informasi yang tidak proporsional," kata Pitana.
Menurut Pitana, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah ekspetasi saat berlibur agar tidak kecewa, seperti berikut ini.
Pitana mengatakan bahwa pertama, wisatawan perlu memahami pemahaman melalui tourist education.
"Intinya, memberi penjelasan sebenarnya tentang obyek atau destinasi yang akan dikunjungi," kata Pitana ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (16/2/2024).
Pemahaman ini bisa didapat dari informasi detail tempat wisata yang dituju sebelum berangkat.
Baca juga: Sekjen UNWTO di World Tourism Day: Wujudkan Potensi Pariwisata Desa Jadi Kenyataan
Cara ini dapat membantu menyesuaikan harapan dan ekspetasi yang akan didapat ketika sampai di tempat tersebut.
Informasi yang didapat sebaiknya berasal dari situs resmi pemerintahan. Alasannya, biasanya laman resmi pemerintah menyediakan informasi tempat wisata secara apa adanya.
"Kalau kita percaya pada media sosial, seperti Instagram, kita akan kecewa, apalagi punya perusahaan, fotonya kan bagus-bagus, sudah diedit," kata Pitana.
Hal itu tidak salah. Namun menurut dia, pemerintah dan pihak-pihak terkait seharusnya menyajikan informasi atau kondisi sebenarnya untuk wawasan wisatawan.
Informasi yang ditulis seharusnya tak hanya soal lokasi, fasilitas, suasana, dan hal mendasar. Menurut Pitana, penting juga mengetahui budaya yang berlaku di daerah atau tempat wisata tersebut.
Misalnya yang terjadi Bali. Tidak semua hal yang dilakukan oleh turis, sudah sesuai dengan budaya masyarakat Bali.
"Jangan berekspetasi boleh melakukan aktivitas apa saja di Bali, di Bali itu aman, ya enggak lah. Harus ada informasi realistis biar tidak ekspetasi berlebih," ungkap Pitana.
Baca juga:
Contohnya, tidak boleh memasuki pura kalau tidak menggunakan pakaian adat Bali, sehingga tidak ada ekspetasi masuk ke pura dengan pakaian bebas.
Wisatawan hendaknya mempelajari tempat wisata yang hendak dituju melalui video di media sosial, mulai dari Instagram, TikTok, hingga YouTube.
Memang ada beberapa postingan yang sudah diedit dengan baik (sinematik). Namun, beberapa kreator memvideokan suatu tempat wisata dengan apa adanya.
Meski kurang menarik dibanding video sinematik, video apa adanya itu menunjukkan kondisi sebenarnya dari tempat wisata yang akan dituju.
Suatu tempat wisata bisa jadi akan terlihat bagus pada waktu-waktu tertentu saja. Ekspektasi wisatawan pun bisa saja buyar jika datang bukan pada waktu yang tepat.
Seperti jika berkunjung ke suatu tempat wisata yang mengandalkan keindahan sawah. Jangan berkunjung usai sawah dipanen atau baru ditanami karena hamparan tanaman padi tidak akan bisa ditemukan.
Oleh karena itu, sebaiknya tanya dulu waktu terbaik untuk berkunjung agar tempat wisata tetap dalam kondisi terbaik ketika dikunjungi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.