***
Indonesia yang cantik, membentang di khatulistiwa. Tanah Air menyajikan panorama dan keunikan yang tiada tara. Leluhur kita mewariskan tempat, budaya, dan nilai-nilai yang mengundang decak kagum penjelajah. Meskipun beragam, keunikannya justru mempererat budaya satu dengan yang lain. Ini yang disebut Bhinneka Tunggal Ika, yang bermakna ’meski berbeda-beda tetap satu’.
Banyak penjelajah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, bertualang di alam Indonesia. Mereka berjalan kaki, bersepeda, mengendarai mobil, menggunakan pesawat, hingga berlayar untuk melihat negeri kepulauan nan elok ini. Penjelajahan seperti itu tidak akan pernah berakhir karena negeri ini selalu saja memukau.
Sejak dahulu, Indonesia memiliki daya tarik. Indonesia didatangi orang-orang dari berbagai bangsa, antara lain, dari India, China, Arab, Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda, karena kekayaan sumber daya alamnya.
Sedikit bernostalgia ke masa lalu, Indonesia menjadi jalur perdagangan dunia yang sangat penting. Beberapa komoditas dari Indonesia laku keras di pasaran dunia. Bukan cuma wilayah Indonesia bagian barat yang ramai, pencarian sumber komoditas pun dilakukan sampai wilayah timur Indonesia.
Di Indonesia, pintu masuk itu berjajar, mulai dari barat Sumatera ke selatan Jawa hingga ke wilayah Papua. Pelayaran bangsa asing itu juga membawa misi perniagaan dan agama, yang pada perjalanannya membuat kota yang disinggahi menjadi berkembang. Tradisi yang dibawa pendatang dan relasi sosial yang terjalin dengan penduduk lokal semakin mengembangkan peradaban.
Pada masa sekarang, perkembangan sebuah kota tidak bisa lepas dari perkembangan kota lain yang berdekatan. Perkembangan itu sangat ditentukan oleh keterhubungan antarkota yang berdekatan. Ketersediaan infrastruktur jalan yang baik menjadi kunci pergerakan manusia dalam mengembangkan motif ekonomi, sosial, dan budaya. Itu sebabnya, daerah yang infrastrukturnya (jalan, jembatan) buruk akan tertinggal dari segi ekonomi dan terlambat dalam mengikuti perkembangan teknologi dan informasi.
Menapak tilas kota-kota yang dulu berkembang atau jaya karena menjadi persinggahan dalam jalur pelayaran serta kota-kota yang berkembang pada masa sekarang karena kondisi infrastruktur yang menunjang pergerakan jalur darat adalah sebuah impian. Impian inilah yang berusaha diwujudkan harian Kompas melalui Ekspedisi Sabang-Merauke: Kota dan Peradaban untuk menyingkap rahasia kejayaan masa lampau yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa ini ke depan.
Jalan darat dan laut akan kita tempuh untuk menguntai Sabang hingga Merauke. Perjalanan ekspedisi ini bukan perjalanan yang sifatnya melulu jurnalistik, melainkan juga perjalanan ilmiah dan kesejarahan. Dalam ekspedisi ini, kami menyeleksi kota dan pulau yang dinilai sebagai sumber dan pusat peradaban besar serta memiliki warisan budaya unggul, dominan, atau kegiatan ekonomi yang berpengaruh besar terhadap perkembangan kota itu.
Kilometer Nol
Tim akan dilepas dari Tugu Kilometer Nol di Sabang, Aceh, Jumat (20/9/2013). Kami akan mengendarai mobil ribuan kilometer diselingi pelayaran dengan menggunakan kapal sampai ke Merauke, Papua.
Kemudian kami berlayar dari Larantuka ke pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara Timur dan Maluku Tenggara sampai berlabuh di Merauke. Secara terpisah, kami juga akan melaporkan Pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Seluruh liputan sepanjang perjalanan dimuat di harian Kompas mulai Sabtu (21/9/2013), yang juga bisa dibaca di Kompas Siang dan Kompas.com, didengarkan di jaringan radio Sonora, serta disaksikan di KompasTV setiap hari Sabtu, Minggu, dan Senin dalam Kompas Pagi, Kompas Siang, dan Kompas Petang. Ini merupakan wujud konvergensi media yang kini diimplementasikan di Kompas.
Kami menyadari, perjalanan ini tidak mudah. Dibutuhkan stamina yang kuat dan pemahaman yang mendalam terhadap keragaman dan sejarah di setiap daerah.
Dengan keterbatasan yang ada, kami juga berupaya menyajikan liputan kisah sukses sejumlah daerah yang maju berkat kepemimpinan visioner dan merakyat. Kami juga meliput bagaimana masyarakat turut menikmati kesejahteraan dari pelestarian lingkungan dan pengelolaan ekowisata.
Perjalanan terberat dalam ekspedisi ini adalah saat kami berlayar mengarungi Laut Flores, Laut Banda, dan Laut Arafura. Selama 18 hari terakhir, tim berupaya singgah melihat kehidupan penduduk di pulau-pulau kecil, seperti di Pulau Liran, Moa, Babar, Saumlaki, Larat, Tual, dan Dobo, sebelum melanjutkan ke Merauke melewati Timika dan Agats.
Untuk itulah, kami mengajak pembaca melihat lebih dekat lagi Indonesia. Kini kami mengajak pembaca untuk melihat dan menjelajahi Indonesia dalam konteks kekinian. (Gatot Widakdo/Hamzirwan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.