Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/10/2013, 08:37 WIB
AJAKAN teman-teman ke Wae Rebo sulit ditolak meskipun kondisi fisik sebenarnya tidak begitu siap untuk jalan mendaki. Rasa penasaran dan tantangan juga yang menguatkan tekad untuk mengunjungi ”kampung di punggung gunung” Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Penasaran karena kata seorang teman, yang lebih dulu berkunjung ke sana, Wae Rebo sangat elok dengan keunikan budaya, adat istiadat, keramahan warganya, serta kearifan lokal yang terjaga dengan baik. Apalagi dari foto-foto yang dipublikasikan melalui internet, panorama Wae Rebo sungguh cantik. Yang menantang, tentu saja perjalanan ke kampung yang letaknya 1.100 meter di atas permukaan laut itu.

Sebelum berangkat ke Wae Rebo, kami bermalam di penginapan milik Martinus Anggo, anak muda Wae Rebo yang juga menjadi pemandu. Penginapan ini letaknya di Desa Dintor. Kami harus menginap karena perjalanan ke Wae Rebo kami rencanakan pukul 7 pagi. Pertimbangannya, udara pagi masih sejuk dan matahari belum bersinar terik. Selain itu, juga mempertimbangkan risiko turun hujan jika berangkat terlalu siang.

Setelah sarapan, Martin meminta kami berkumpul. Ia memberi tahu ”aturan main” selama berjalan menuju Wae Rebo.

”Tak perlu banyak tanya kapan sampai. Nikmati saja perjalanannya,” kata Martin sambil tersenyum. Pesan itu, tentu saja, membuat kami penasaran.

Esok paginya, kami masih harus naik mobil sekitar 6 kilometer dari Desa Dintor ke Desa Denger. Dari Denge, barulah kami berjalan kaki, mendaki, yang diawali dengan berdoa memohon kelancaran perjalanan dan keselamatan.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Ekspresi bocah di Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Dengan bawaan yang cukup banyak—makanan, minuman, jas hujan, dan perlengkapan pribadi lain—rombongan kami menyewa tiga portir pembawa barang yang sekaligus bertindak sebagai pemandu. Kami juga disertai Yosef Katup, anak muda Wae Rebo, salah satu generasi ke-18 warga Wae Rebo.

Di Denge, sinyal telepon seluler melemah. Bisa dipastikan, hingga kami turun lagi ke Denge, kami tidak bisa berkomunikasi dengan rekan atau keluarga melalui telepon seluler.

Semangat

Di awal perjalanan, semangat kami masih tinggi. Udara sejuk, hutan rimbun, dan suara air sungai bergemercik membuat pikiran tenang dan damai. Namun, setelah sekitar 3 kilometer berjalan, pinggang mulai pegal karena jalan tanah yang kami hadapi menanjak, berlumpur, dan berbatu.

Perjalanan dari Denge ke titik istirahat Wae Lumba membuat jantung berdetak kencang. Beberapa rekan ngos-ngosan melompati batu besar, berjalan menanjak tiada henti, sekaligus berhati-hati melewati jalan licin.

Selepas Wae Lumba, perjalanan dilanjutkan ke Poco Roko. Kondisinya sama saja, membuat kami harus pandai-pandai mengatur langkah dan napas agar tidak cepat lelah. Salah seorang rekan kami tak tahan untuk bertanya kapan kami akan tiba di Wae Rebo. Pertanyaan yang oleh para pemandu kami—yang juga warga Wae Rebo—dijawab dengan senyum.

Di jalur ini, kami menyusuri bibir jurang yang kelihatan sangat dalam. Kami bahkan juga berjalan di jalan setapak yang jarak pandangnya terbatas karena kabut yang mulai turun menyelimuti punggung gunung. Ada juga titik longsor tebing yang harus dilewati dengan hati-hati. Kami saling membantu untuk melintasi titik longsor itu.

Poco Roko merupakan titik tertinggi setelah menyusuri dan membelah hutan. Tak lama setelah kami tiba di titik itu, kabut tebal tersibak angin dan sinar matahari. Kami berpapasan dengan beberapa penduduk Wae Rebo yang hendak turun ke Desa Kombo.

Martin menjelaskan sebelumnya, Desa Kombo adalah ”kembaran” Desa Wae Rebo. Warga Wae Rebo memiliki rumah dan sawah di Desa Kombo. Umumnya, anak-anak yang bersekolah di Dintor atau Denge tinggal di Desa Kombo mulai Minggu sore sampai Sabtu siang. Selepas pulang sekolah Sabtu siang, mereka kembali ke rumah di Wae Rebo. Orangtua yang anak-anaknya sekolah di Denge atau Dintor biasanya mengikuti pola yang sama dengan anak-anak mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Travel Update
11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

Travel Update
6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Jalan Jalan
Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Travel Update
Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Jalan Jalan
5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

Jalan Jalan
Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Jalan Jalan
Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Jalan Jalan
4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

Travel Update
Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Travel Update
Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Travel Update
Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Jalan Jalan
Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Travel Update
Tarif Masuk ke Venesia Belum Efektif Kurangi Lonjakan Jumlah Wisatawan

Tarif Masuk ke Venesia Belum Efektif Kurangi Lonjakan Jumlah Wisatawan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com