Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Seni Wayang Ringkang

Kompas.com - 08/10/2015, 12:55 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada yang beda dari panggung pembukaan Festival Wayang 2015 di halaman Museum Seni Rupa dan Keramik, Kota Tua, Jakarta, Rabu (7/10/2015). Tinggi jagat (tempat dalang bersembunyi) lebih tinggi dari biasanya, sekitar 160 centimeter. Sekelebat ujung kepala beberapa orang tampak lalu lalang di baliknya.

Saat MC mempersilakan Wayang Ringkang untuk tampil, bukannya gunungan wayang yang muncul dari balik jagat, melainkan tiga wanita. Mereka berjalan ke depan jagat dan mulai menari. Ketiganya memperagakan gerakan wayang sambil sesekali mengenakan topeng merah, inilah wayang orang. Tarian mereka sesekali diikuti dengan suara tawa berwibawa, "Ha-ha-ha-ha" bak teriakan dalam lagu pembuka Wiro Sableng.

Sembilan gunungan tiba-tiba muncul dari balik jagat, pertanda ganti babak. Kesembilan gunungan ini berwarna hijau dengan tiga lingkar merah di belakangnya. Setelah itu barulah prolog dibacakan beserta puluhan wayang golek. Adegan awal menggambarkan kehidupan yang semakin penuh konflik dan ketegangan. Puluhan wayang tiba-tiba muncul dengan suara gaduh bak tawuran. Yang mengherankan, puluhan wayang ini semuanya bergerak, mereka sedang tawuran. Belum lagi ada banyak wayang yang terlempar-lempar ke atas menjadi latar belakang.

Semua adegan ini menjadi pembuka pementasan Wayang Ringkang oleh Ki Tatan Sugandi. Meski Ki Tatan adalah dalangnya, jangan salah, bukan berarti Ki Tatan memiliki puluhan tangan atau mampu menggerakkan puluhan wayang golek sekaligus. Ia dibantu oleh dalang lain, ya, pementasan Wayang Ringkang menggunakan lebih dari satu dalang. Ada 40 dalang yang terlibat salam pementasan kisah "Sumantri Ngeger" pada Rabu malam itu.

ARSIP PANITIA FESTIVAL WAYANG 2015 Sosok Sumantri sedang 'ngebanyol' dengan adiknya Sukasarana dalam pagelaran Wayang Ringkang pada Pembukaan Festival Wayang Indonesia 2015 di Museum Seni Rupa dan Keramik, Kota Tua, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Cara kerjanya, Ki Tatan membacakan dialog, pedalang lain yang sebagian besar remaja ini menggerakkan wayang. Uniknya lagi, dalang memainkan wayang mereka sambil berdiri. Inilah alasan mengapa jagat dibuat lebih tinggi. Ukuran jagat biasa (sekitar 70 centimeter) digunakan karena dalang memainkan wayangnya sambil duduk. Sementara Ki Tatan dan timnya harus memainkan wayang sambil berdiri, agar semua dalang muat berbaris di balik jagat, maka dibuatlah jagat dua kali lebih tinggi.

Ki Tatan adalah penemu sekaligus orang yang memperkenalkan Wayang Ringkang. Seperti diketahui, Wayang Ringkang tidak membatasi diri dengan tokoh Wayang Golek saja, tapi juga ada Wayang Orang.

Pementasan Wayang Ringkang dipenuhi dengan 'banyolan' namun tetap mendidik. Dialog antara Sumantri dan Sukasarana misalnya, "Akang mimpi jadi senopati dek." "Apa bedanya senopati sama senok (sendok) garpu kang?" jawab sang adik mengundang tawa penonton.

Berbagai musik dari tradisional hingga lagu "Tak Gendong" Mbah Surip turut berkumandang dalam pentas. Sayang kisah sarat makna ini harus berakhir pilu dengan sebuah kehilangan. Bahkan di tengah adegan juga diingatkan, "Jangan ngebanyol dulu, ini harus serius."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com