CIREBON, KOMPAS.com – Suara adzan dari Masjid Sang Cipta Rasa sudah berkumandang mengundang umat Muslim menjalankan ibadah shalat Jumat.
Satu persatu pengunjung Keraton Kasepuhan, Cirebon, termasuk rombongan yang diikuti KompasTravel, beranjak menuju ke arah masjid.
Saat kami melangkah melintasi salah satu gerbang Keraton Kasepuhan seorang abdi dalem yang juga pemandu wisata tiba-tiba mengatakan sesuatu.
“Dari gerbang ini sampai ke luar ada Feng Shui-nya lho,” kata Mohammad Maskun, sang abdi dalem.
Feng Shui adalah ilmu topografi kuno China yang percaya bahwa manusia, bumi, dan surga hidup dalam harmoni untuk mendapatkan kebaikan.
“Jika dilihat, dari gerbang ini sampai ke gerbang luar jalannya nggak lurus. Maksudnya, agar rezeki yang datang ke keraton tidak bablas,” papar Maskun sambil tertawa.
Ada kebudayaan China di Keraton Kasepuhan yang adalah sebuah kesultanan Islam? Apakah saya tidak salah dengar?
Ternyata saya tidak salah dengar. Sebab Keraton Kasepuhan ini ternyata kaya dengan akulturasi budaya Islam, Hindu, China dan bahkan Eropa.
Posisi Cirebon yang merupakan sebuah pelabuhan, membuat berbagai budaya mudah masuk seiring kedatangan para saudagar dari berbagai penjuru.
Kereta kencana
“Kereta ini digunakan dalam acara-acara kerajaan sejak Sunan Gunung Jati. Tapi di kereta ini Sultan tidak didampingi ratu, karena ratu menggunakan kereta tersendiri,” kata Sugiono, seorang abdi dalem.
Kereta yang ditarik empat ekor kerbau albino itu, lanjut Sugiono, memperlihatkan dengan jelas percampuran berbagai budaya.
“Di bagian kepala ada penampakan belalai liman atau gajah. Ini menunjukkan persahabatan Cirebon dan India yang Hindu,” lanjut Sugiono.
Lalu di bagian depan kereta itu terlihat kepala naga atau liong yang mewakili hubungan antara China dan Cirebon.