Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (31): Perbatasan

Kompas.com - 15/09/2008, 08:32 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Di atas peta dunia, perbatasan hanyalah garis hitam yang memisahkan dua negara yang dibubuhi warna berbeda. Di alam nyata, perbatasan adalah garis tak kasat mata yang menentukan takdir manusia.

Kami sampai di dekat Zhangmu cukup pagi. Untuk menghindari kecurigaan polisi, beberapa meter sebelum masuk kota, Ding meminta saya turun, berjalan kaki, melewati pos polisi, dan nanti berjumpa lagi di dalam kota. Sebabnya, truk sama sekali tak boleh membawa penumpang. Sopir yang tertangkap didenda mahal.

Kota perbatasan Zhangmu adalah murni kota China. Semua bangunan di sini baru, kotak-kotak, berlantai tinggi. Toko berbaris, tiang listrik dan kabel semrawut di pinggir jalan. Banyak truk di sini. Ada yang punya orang Tibet, orang Sichuan, juga truk Nepal yang warna-warni berhias huruf-huruf Dewanagari.

Jalannya hanya satu, semakin ke perbatasan Nepal semakin turun, berkelak-kelok mengikuti pinggang gunung. Penunjuk arah di sini tak perlu menyebut arah mata angin, cukup dengan ‘naik’ dan ‘turun’ saja. Sempit, hanya cukup untuk dua kendaraan saja di tikungan yang semuanya berbahaya. Sebagian besar kendaraan di sini adalah truk barang. Seperti kota perbatasan pada umumnya, Zhangmu hidup dari perdagangan internasional dengan negeri tetangga.

Kebanyakan orang yang terlihat di sini adalah etnis Han. Dialek Sichuan mendominasi, terdengar kasar dan berat.. Orang Tibet yang  terlihat, selain yang berpakaian biksu, adalah para perempuan pekerja. Mereka dengan perkasa menurunkan karung barang dari truk Nepal yang melintas perbatasan. Nampak juga orang-orang berkulit gelap, berpakaian sari ala India, atau bertopi tinggi mirip peci. Mereka datang dari Nepal, para pedagang dan pekerja.

Walaupun Nepal bukan negara kaya dan perdagangan dengan negeri ini tak terlalu besar volumenya, Zhangmu sangat sibuk. Selain truk yang sibuk hilir mudik dari Zhangmu ke dataran China, warung pangsit dan mie dari Sichuan juga sudah menjadi makanan pokok di sini. Kebudayaan China daratan sudah merambah seluruh negeri, hingga ke pelosok perbatasan yang paling terpencil sekali pun.

           “Tak usah bayar,” kata Ding, sopir Sichuan itu, “Sungguh sudah merupakan kehormatan bagi saya memberi tumpangan pada seorang anak Tsinghua. Saya sudah gembira sekali.” Ia tetap tak mau menerima uang saya.

Ding punya rekanan yang buka toko di Zhangmu. Supermarket, lumayan besar juga. Saya kagum dengan semangat orang China mencari duit. Di tempat-tempat sulit macam ini pun masih bisa menemukan sumber uang.

Nepal tinggal selangkah lagi. Penukar uang Rupee terlihat di mana-mana. Polisi dan tentara juga di mana-mana. Sesekali di perbatasan yang sibuk itu, gadis dan perempuan desa Nepal berusaha menyelundupkan barang ke China.

          “Hei... dari mana?” tanya seorang polisi perempuan China yang sangat awas di bagian bea cukai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com