Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Tradisi Makan Daging

Kompas.com - 05/09/2013, 10:10 WIB
SELAIN perhelatan adat, rendang menjadi sajian utama dalam tradisi keagamaan. Setiap menjelang Ramadhan, orang Minang berlomba-lomba membeli daging untuk membuat rendang. Minggu kedua Juli lalu, dua hari menjelang puasa, kami mendapati pasar daging dadakan di Jalan Kelumbuk, Kalawi, Padang. Jalan menjadi hiruk-pikuk. Jajaran tenda terpal untuk lapak daging didirikan dan akan dibongkar lagi dalam dua hari.

Salah seorang pedagang, Andrian (40), mengatakan, dirinya menyembelih satu sapi sekitar pukul 03.00 di rumah potong hewan, lalu menjajakannya di kios ”dadakan” itu. Dari seekor sapi itu dihasilkan sekitar 200 kilogram daging. ”Satu sapi habis sehari,” ujar Andrian yang menggelar dagangan bersama 20 orang lainnya.

Seiring matahari meninggi, satu per satu warga mengalir membeli daging. Sebagian besar membeli daging has dalam untuk diolah menjadi rendang meski hanya seperempat kilogram. ”Sedikit daging tidak mengapa, asal ada. Ini kan tradisi. Sebenarnya tidak harus daging sapi, daging ayam juga boleh,” ujar Yusna (56) yang hanya membeli setengah kilogram daging untuk rendang di lapak milik Andrian.

Rendang yang dibuat masyarakat sebagian dibagikan kepada kerabat atau dibawa ke masjid untuk dimakan bersama. Itulah yang dilakukan empat ibu di Jalan Payakumbuh Lintau, Kecamatan Pakan Sabtu, Andaleh. Mereka menjunjung tampah berisi makanan di atas kepala. Begitu mereka menurunkan tampah, tampak piring-piring berisi rendang ayam, nasi, dan telur balado. Salah seorang perempuan, Eva (37), mengatakan, makanan itu akan dimakan bersama- sama setelah acara mendoa atau berdoa menghaturkan rasa syukur kepada Allah SWT.

Lebaran pesta rendang berlanjut. Sejarawan dari Universitas Andalas, Padang, Muhammad Nur, menceritakan, setiap Lebaran istrinya setidaknya memasak 30 kilogram rendang. Rendang akan disuguhkan bagi tetamu, dikirim kepada kerabat di rantau, atau sebagai oleh-oleh untuk keluarga yang baru pulang dari rantau. Semua rumah akan mengembuskan harum sajian rendang.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Menu makan bersama
”Orang akan merasa malu dan sedih kalau tidak masak rendang. Kalau ketahuan ada sebuah keluarga tidak bisa masak rendang, pasti ada bantuan untuk keluarga itu. Pasti ada saja yang akan memberi daging,” ujarnya.

Sesungguhnya, tak hanya menjelang puasa dan Lebaran orang Minang makan daging dalam jumlah banyak. Di setiap acara yang terkait siklus hidup manusia, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian, daging jadi hidangan utama. Acara pernikahan, misalnya, ditandai dengan ”upeti” sekantong daging segar dari menantu kepada mertua perempuan.

”Kalau tidak bawa daging ke mertua, malu.... Membawa daging mentah dari rumah suami ke rumah istri itu adat. Harus daging, tidak boleh diganti,” ujar Yusna, pembeli daging pasar kaget di Padang.

Kalau tidak mampu membeli daging? ”Harus! Bagaimana pun caranya. Kalau tidak bisa membeli sendiri, biasanya orangtua laki-laki membelikan daging dan menyuruh anaknya membawa ke rumah mertuanya,” kata Yusna.

Bahkan, menurut Raudha, jika keluarga laki-laki kurang mampu, mertua pun tak habis akal. Diselipkanlah uang pembeli daging secara diam-diam ke kantong menantunya. ”Konsepnya bersilaturahim dan menjaga martabat keluarga. Kadang mertua bilang, kalau tidak ada daging, bawalah rantang (meski kosong) supaya terlihat ada pemberian ke mertua,” ujar Raudha.

Karena hampir semua acara penting melibatkan daging sebagai hidangan, konsumsi daging orang Minang menjadi tinggi. ”Kami itu seperti harimau, ha-ha-ha,” kata Raudha.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Rendang belut.
Beberapa laporan Belanda pada abad ke-19 menyebutkan, orang Minang merupakan pengonsumsi daging tertinggi di Nusantara. Laporan ini sedikit mengejutkan karena di masa lalu, seperti dikatakan Anthony Reid, orang-orang di Asia Tenggara umumnya mengonsumsi sangat sedikit daging. Hal ini ada kaitannya dengan kondisi geografis Asia Tenggara yang sebagian besar tertutup hutan nan rapat sehingga tidak memungkinkan munculnya tradisi menggembala ternak (Asia Tenggara dalam Kurun Waktu 1450-1680, 2011).

Saking sedikitnya ternak di wilayah Asia Tenggara, para pengelana Eropa sampai terheran-heran. Reid mencatat, ”Mereka berkata bahwa jika ada dua ribu orang Eropa di negeri mereka (Aceh), sapi dan ayam akan segera habis.”

”Begitu sedikitnya kambing di Filipina sehingga kapan saja orang 15 atau 20 orang Spanyol tiba, kambing akan lenyap semua selama dua atau tiga tahun berikutnya,” kutip Reid dari Artieda (1573:202).

Lantas, mengapa orang Minangkabau punya tradisi makan besar dengan hidangan berupa daging? Antropolog dari Universitas Andalas, Zaenal Arifin, dalam tulisannya, Makanan sebagai Simbol Budaya, menyatakan, buat masyarakat petani, daging jadi bahan yang langka. Dan, akhirnya makanan dari bahan daging menjadi jenis makanan bergengsi.

Tidak heran, dalam peristiwa-peristiwa penting, hewan dikorbankan. Semakin penting upacaranya, semakin langka hewan yang dikorbankan, baik dalam jumlah maupun jenis. Langka di sini bisa dalam artian jumlahnya yang besar (ayam dan ikan) atau hewan yang secara ekonomi sulit didapat dan dipelihara (kerbau, sapi, dan kambing).

Dalam setiap upacara, lanjut Zaenal, jenis makanan olahan dari daging tidak saja sekadar santapan belaka, tetapi juga menjadi simbol untuk menunjukkan identitas seseorang. Pandangan senada disampaikan antropolog dari Universitas Andalas, Nusyirwan Effendi. Menurut dia, di kalangan masyarakat Minang, daging dan olahannya seperti rendang menjadi penanda status sosial. Ketika seseorang diangkat menjadi ”pejabat adat”, seperti penghulu, misalnya, ia sudah pasti akan memotong kerbau atau sapi.

Semakin banyak kerbau yang dipotong, semakin terhormat dia. ”Itu untuk melegitimasi kesahihan penghulu. Semua hewan yang dipotong itu dibikin rendang dan dibagikan ke masyarakat dalam acara makan bersama,” katanya.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Daging padeh.
Tradisi makan daging dalam perhelatan adat juga terlihat di hampir seluruh wilayah Asia Tenggara. Reid menuliskan, makan daging merupakan bagian dari ritus penting yang ditandai dengan pengorbanan hewan. Momen seperti itu juga menjadi kesempatan bagi raja dan kaum bangsawan untuk memamerkan kebesarannya.

Tradisi makan daging yang terkait adat itu diturunkan dari generasi ke generasi, hingga menjadi kultur yang generik. Belakangan, tradisi makan daging rendang di kalangan orang Minang tidak selalu terkait upacara. Kapan saja orang Minang memakan rendang. Itu berarti, kapan saja ia bisa menunjukkan status sosial dan kekuatan ekonominya. (Budi Suwarna dan Indira Permanasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com