Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buku Harian, Modal Utama Travel Writer

Kompas.com - 01/10/2014, 17:05 WIB

DAHULU, di masa internet dan dunia blogging belum lagi hadir, membaca artikel perjalanan di majalah menjadi sebuah hiburan tersendiri. Intinya, menambah wacana tentang keberadaan bangsa-bangsa dan tujuan wisata di berbagai belahan dunia. Dan tidak kurang penting adalah turut memberikan inspirasi: keinginan berkunjung ke tempat baru atau asing dengan semangat memahami keberagaman.

Majalah INTISARI (bagian dari Kompas Gramedia) pun menghadirkan sebuah rubrik khas untuk mewadahi kebutuhan pembaca akan artikel perjalanan. Para pembaca  generasi pendahulu, sebelum masa saya—bahkan pada generasi saya dan sesudahnya—mengenal satu nama tenar yang identik dengan kisah-kisah perjalanan ini, yaitu H.O.K Tanzil—disingkat dari nama panjangnya; Haris Otto Kamil Tanzil.

Keinginan untuk dapat bertemu dengan H.O.K Tanzil, seorang travel writer atau penulis perjalanan idola saya ini terbuka, saat bertemu Lily Wibisono, pemimpin redaksi INTISARI. Berbekal nomor telepon pemberian beliau, saya terhubung dengan DR Kunadi Tanzil, putra bungsu H.O.K Tanzil.

Dari niatan melakukan secuplik wawancara serta berfoto bersama, saya justru diundang untuk santap bersama keluarga Tanzil di akhir pekan! Tentu saja sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Atas nama pribadi serta kru National Geographic Traveler, saya sangat berterima kasih untuk kesempatan yang diberikan serta undangan yang dilayangkan dengan penuh rasa kekeluargaan.

Om Hok, demikian H.O.K Tanzil diakrabi, terlihat cukup sehat saat menerima kedatangan saya di kediamannya, kawasan Jakarta Selatan. Sejak beberapa bulan terakhir, pria berusia 91 ini dibantu kursi roda untuk memudahkan mobilitas.

Satu hal yang tidak berubah darinya—seperti juga dituturkan oleh Kunadi Tanzil—adalah menenteng  diary atau buku harian kemanapun. Termasuk saat kami duduk bersama di meja makan. Dengan detail ia menuliskan nama saya, tanggal lahir serta meminta kartu nama institusi tempat saya bekerja.

“Ini modal saya untuk menulis. Buku harian membantu saya mengingat,” Om Hok menunjuk si buku harian, lalu menambahkan tanggal dan jam saat itu pada kartu namanya, sebelum diberikan kepada saya. “Seorang travel writer sebaiknya menulis catatan detail di buku, sebelum dituangkan dalam bentuk artikel.”

Bergelar akademis sebagai professor emeritus bidang mikrobiologi Universitas Indonesia, selain menulis jurnal ilmiah sebanyak 184 buah, Om Hok telah menulis feature perjalanan atau wisata sebanyak 16 buku. Karyanya dahulu dimuat secara berkala di Majalah INTISARI serta diterbitkan ulang dalam bentuk buku oleh beberapa penerbit.  Royalti dari tulisan-tulisan perjalanan ini beliau salurkan ke beberapa badan sosial.

Perjalanan pribadi Om Hok bersama sang istri, Ellia Chandra Tanzil, yang dituangkan ke dalam berbagai tulisan, mayoritas dilakukan setelah masa pensiun. Jumlah negara yang dikunjungi mencapai 238 negara, dan melintasi perbatasan sebanyak 741 kali. Data ini tercatat di dalam 15 paspornya.

R. Ukirsari Manggalani/National Geographic Traveler Om H.O.K Tanzil bersama paspor pertamanya, diambil dalam kesempatan santap siang di kediaman keluarga Tanzil. Beliau adalah penulis perjalanan tenar di Majalah INTISARI.

Sembari menyantap sate kambing serta gulai—kebiasaan yang sebaiknya tidak ditiru, demikian komentar Kunadi Tanzil, karena makanan ini memiliki kandungan kolesterol tinggi—Om Hok berkisah, ia mulai aktif menulis buku harian sejak 14 Januari 1946.  Soal desain atau penampilan fisik diary tidak dipersoalkan, tetapi sebaiknya memiliki ukuran sama dengan sebelumnya, agar mudah disusun. Selain itu, setiap halaman memiliki tanggal dan di bagian depan atau belakang dilengkapi peta dunia.

“Dalam sebuah perjalanan naik kereta di Eropa, saya pernah ketinggalan buku harian,” kenang kelahiran Surabaya 16 Juli 1923. “Sedihnya bukan main. Sampai di stasiun tujuan saya melaporkan kehilangan ini dan kami bermalam di kota itu, dengan harapan si buku harian ketemu.”

Kepala stasiun pun mengirim telegram kepada jaringan kereta api yang digunakan Om Hok dan sang istri. “Percaya tidak percaya, esok paginya saat saya ke stasiun, saya diberitahu bahwa diary saya masih ada di tempat kami duduk,” lanjut kakek yang memiliki dua anak perempuan dan satu lelaki ini. “Saat kereta memasuki stasiun, dari jauh saya bisa melihat masinisnya bersemangat melambai-lambaikan diary saya!”

Moral story yang ingin disampaikan Om Hok adalah: bahwa di dunia ini, masih terdapat begitu banyak orang baik dan penolong.  “Kita mesti berpikir positif bahwa pasti ada saja jalan dan bantuan, utamanya dari warga setempat. Sebagai orang lokal, mereka lebih memahami situasi tempat mereka dibanding kita. Itulah mengapa setiap kali mendarat di negara asing saya selalu mendatangi konter informasi wisata untuk menanyakan titik wisata paling khas dan paling disukai warga lokal, serta bagaimana caranya ke sana dengan transportasi massa yang paling murah.”

Itulah sekelumit pertemuan dengan penulis perjalanan ternama, H.O.K Tanzil. Simak cuplikan tulisannya tentang negeri Bolivia di artikel pembuka Edisi Khusus National Geographic Traveler edisi Oktober 2014. (Rr. Ukirsari Manggalani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com