Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/03/2015, 23:04 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Pada sebuah senja di akhir bulan maret tahun ini, saya  berkenalan dengan seorang lelaki asal Lembata. Namanya Antony Lebuan, Kepala Bidang Pariwisata di Kabupaten Lembata, NTT.

Tony Lembata, begitu ayah dua anak ini minta dipanggil. Sudah sehari semalam dia berada di Jakarta untuk mengawal pameran foto yang mengeksplorasi keindahan Lembata di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata, Jakarta, dengan judul "Cinta Lembata, Pesona Indonesia" yang digelar 27 Maret hingga 2 April 2015.

Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Pencinta Indonesia Timur (Kopit) dan didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Sebelum terlibat dalam obrolan yang hangat, sempat juga saya menikmati foto-foto yang dipajang, hasil jepretan para fotografer peserta Festival Adventure Indonesia (FAI) yang mencintai keindahan alam dan budaya Lembata yang mengambil lokasi di Kampung Adat Lamagute, Kampung Adat Ile Lewotolok, Kampung Adat Jontona, Teluk Jontona, Kampung Lamalera, Bukit Cinta/Wolorpass, Pantai Wiajarang, dan Kota Lewoleba. 

Bicara tentang Lembata adalah juga bicara tentang perburuan ikan paus. Sebab itulah saya membuka percakapan dengan Tony perihal perburuan ikan raksasa itu.

Tony pun lantas bercerita mengenai tradisi perburuan yang sudah berlangsung ratusan tahun. Tony bilang, musim perburuan ikan paus di Desa Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, berlangsung pada Mei hingga Oktober.

Tidak seperti yang dilakukan oleh nelayan-nelayan modern Jepang yang memburu kawanan ikan paus dengan kapal-kapal besar dan canggih, nelayan Lamalera hanya menggunakan peledang, yakni perahu kayu tradisional sebagai sarana perburuan, serta sosok lamafa yang memiliki tugas menikam ikan paus menggunakan sebilah tempuling atau tombak.

Untuk mendapatkan paus, ungkap Tony, nelayan di Lamalera tidak langsung terjun ke laut dan mencari hingga ke tengah samudera Laut Sawu. Mereka tetap beraktivitas di darat, sambil sewaktu-waktu melihat ke lautan. Siapa pun yang melihat paus akan meneriakkan baleo, kemudian disambung bersahut-sahutan memenuhi isi desa.

Nelayan di Lamalera selalu mengincar paus sperma atau koteklema yang memiliki semburan tepat di atas kening. Nelayan Lamalera tidak memburu paus biru atau kelaru yang memiliki semburan tepat di atas kepala mereka. ”Kami tidak memburu kelaru karena itu perintah nenek moyang,” kata Tony.

Selain koteklema, nelayan Lamalera juga memburu orca atau paus pembunuh. Dalam istilah Lamalera, paus pembunuh disebut dengan seguni. ”Tapi, seguni jarang lewat ke sini. Biasanya satu kali setahun atau tidak sama sekali. Seguni juga ganas karena berontak lebih dahsyat,” ujar Tony.

Tantangan seorang lamafa saat menaklukkan paus terjadi ketika akan menghunjamkan tombak. Untuk koteklema, tombak dihunjamkan tepat di belakang kepala karena di situlah bagian yang lunak. Sebaliknya, memburu seguni lebih sulit karena para nelayan Lamalera mengincar bagian ketiaknya agar tempuling bisa menusuk langsung ke jantung paus pembunuh itu.

”Kalau sudah kena tikam, pasti perahu diseret bisa masuk ke dalam,” kata Tony.

Tikaman pertama merupakan peristiwa yang amat krusial. Nyawa lamafa dan awak perahu menjadi taruhan. Sebab, satu sabetan ekor paus bisa seketika menghancurkan perahu nelayan. Para nelayan harus menunggu sampai paus itu lemas. Biasanya paus akan lemas setelah 45–50 menit. Darah akan menggenangi laut dan paus akan kembali ke permukaan.

Saat itu paus akan didekati dan awak perahu terjun ke laut untuk melakukan tikaman dengan pisau. Jika perlu, tikaman bisa dilakukan hingga berkali-kali. Tujuannya, memastikan paus itu mati saat dibawa ke darat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com