Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lariangi dan Kearifan Wakatobi

Kompas.com - 20/06/2015, 18:43 WIB
MELIHAT langsung tarian itu, lariangi, magisnya sungguh terasa. Dua belas gadis menggerakkan tubuh dengan gemulai sambil melantunkan syair-syair. Mereka mengisahkan kapal-kapal yang memasuki Pulau Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada masa lalu.

Sebenarnya beberapa pementasan lariangi bisa diunduh melalui situs Youtube‎. Namun, selalu ada yang berbeda di dalam setiap pementasan yang dibawakan dalam bahasa Wolio, bahasa suku Buton, itu. Selain itu, melihat rekaman peristiwa jelas berbeda dengan merasakan sesuatu yang nyata terjadi di depan mata.

Rasa terhanyut tersebut muncul ketika menyaksikan gerakan kaki dan tangan, tata rias wajah dan rambut, serta mendengar suara para gadis itu menyanyi. Ini yang disebut sejarawan dan pembina Asosiasi Tradisi Lisan, Mukhlis PaEni, sebagai tradisi yang terbarukan, selalu aktual dalam setiap pengulangan.

Butuh waktu seharian bagi siswa-siswa SMA 1 Kaledupa ‎itu untuk persiapan menari. Riasannya rumit, terutama bagian rambut. Bentuk segitiga di sisi kanan dan kiri kepala tersebut bukan hiasan tempelan, tetapi dibentuk dari rambut sendiri. Begitu juga dengan bagian poni. Sanggul atau pantau juga tidak mudah membuatnya. Para penari mengenakan busana yang penuh hiasan dan manik-manik, plus berbagai aksesori, seperti gelang berukir, kalung, dan giwang. Semua dandanan itu sesuai dengan arti kata lariangi. Lari berarti ’menghias’ dan angi bermakna ’orang-orang yang berhias untuk menyampaikan sesuatu atau nasihat’.

”Sejak pagi kami make up wajah dan rambut. Lama karena memakai rambut sendiri yang dihias, bukan rambut palsu. Pakaian dan hiasannya juga banyak,” kata pemimpin Sanggar Hoga Island Kaledupa, Maswar, Minggu (14/6/2015). Sanggar Hoga Island diminta mementaskan lariangi dalam acara Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan Ke-9 di Pulau Wangi-Wangi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Lariangi bagi masyarakat Pulau Kaledupa bagai menu wajib dalam jamuan makan malam. Mementaskan lariangi sudah menjadi kebiasaan setiap kali ada hajatan. ”Ada 16 kelurahan di Kecamatan Kaledupa dan setiap kelurahan punya satu kelompok tari lariangi,” jelas Camat Kaledupa Mukhsin.

Diiringi alat musik kendang, gong, dan bonang, para penari memainkan kipas, melirik, merendahkan tubuh, seperti pasang kuda-kuda, sambil terus melantunkan syair. Lagu pertama, ”Iya Malahu”, menceritakan satu cerita di Keraton Buton pada masa silam, tentang kapal-kapal yang masuk ke Kaledupa. Lagu kedua, ”Ritanjo”‎, tentang puji-pujian untuk Pulau Hoga. ”Mari kita sama-sama pelihara isi Pulau Hoga, terumbu kerangnya jangan dibom. Laut itu warisan dunia dari Barata Kaledupa,” begitu isi liriknya.

”Pada zaman dulu, bisa semalaman tarian ini dipentaskan untuk raja. Lagunya bisa sampai 30-an. Isinya macam-macam, ada sejarah, petuah, keindahan alam, perang, permainan, kisah cinta, dan lain-lain. Kalau sekarang, biasanya pentas dua lagu sudah cukup,” tutur Maswar.

Tari persembahan

Lariangi merupakan tradisi lisan yang sudah ada sejak abad ke-17 di Kesultanan Buton, tepatnya di Kaledupa. Sumber lain menyebutkan, tari ini sudah ada sejak abad ke-14 ketika Raja Wakaaka dinobatkan sebagai raja pertama di Kaledupa. Tarian yang telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Nasional pada 2013 ini mulanya adalah tari persembahan untuk menghibur raja yang sedang letih.

Lariangi diwariskan turun-temurun hingga kini. Gerakan menari diajarkan secara lisan dari generasi ke generasi, juga lagunya. Bupati Wakatobi Hugua ‎yakin, tarian ini bisa menjadi warisan dunia tak benda mengingat banyaknya simbol-simbol bermakna di setiap detail riasan dan pakaian, juga pesan-pesan kebaikan dalam syair-syairnya.

Simbol-simbol itu antara lain hiasan yang disebut panto yang di‎letakkan di kepala, menandakan derajat kebangsawanan. Lalu ada bunga konde sebagai lambang pagar beton keraton, kalung dengan bentuk matahari dan bulan sebagai sumber cahaya, dan hiasan naga sebagai lambang penjaga benteng keraton.

”Karena tarian ini berasal dan tumbuh di kepulauan, juga gaya menariknya yang lemah gemulai, saya menyebutnya tarian di atas gelombang,” kata Sekretaris Kabupaten Buton Sudjiton. Kini lariangi makin menyesuaikan dengan zaman. Penonton boleh masuk ke dalam barisan penari dan ikut melenggak-lenggok kendati dengan gerakan asal-asalan. Seperti pada pertunjukan Minggu itu, Sudjiton ikut menari dan setelah itu nyawer, meletakkan uang ke dalam piring yang telah disediakan.

Banyak tradisi di ‎Wakatobi yang sarat dengan nilai. Pasikamba, misalnya, satu prosesi doa agar beruntung dalam mencari ikan. Pasikamba mengajari nelayan untuk akrab dengan alam, membaca alam. Lalu ada issu, tradisi mengatur waktu untuk berlayar.

Beragam tradisi itu dilingkupi satu semangat gau satoto‎, yakni sebuah ideologi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gau satoto dimaknai sebagai penyatuan kata dan perbuatan, dijabarkan ke dalam lima prinsip nilai, yakni tara (tangguh), turu (sabar), toro (teguh), taba (berani), dan toto (jujur). Ideologi ini mengontrol laku orang Wakatobi (Hadara, Ali, Gau Satoto: Kearifan Lokal Orang Wakatobi, 2014).

Simbol dan kearifan lokal warga di mana pun, mungkin dianggap sebagai mitos. Namun, mitos itu memiliki tujuan kreatif yang mampu melindungi suatu kawasan yang seharusnya dilindungi oleh masyarakat adat. (Susanto, Hary: 1987). Dengan demikian, tradisi-tradisi lisan tersebut berperan penting dalam menjaga lingkungannya. (SUSI IVVATY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tips Atas Bengkak Selama Perjalanan Udara, Minum hingga Peregangan

Tips Atas Bengkak Selama Perjalanan Udara, Minum hingga Peregangan

Travel Tips
Harga Tiket Wisata Pantai di Bantul Terkini, Parangtritis hingga Pandansimo

Harga Tiket Wisata Pantai di Bantul Terkini, Parangtritis hingga Pandansimo

Travel Update
Ada Pungli di Curug Ciburial Bogor, Sandiaga: Perlu Ditindak Tegas

Ada Pungli di Curug Ciburial Bogor, Sandiaga: Perlu Ditindak Tegas

Travel Update
Menparekraf Bantah Akan Ada Pungutan Dana Pariwisata kepada Wisatawan

Menparekraf Bantah Akan Ada Pungutan Dana Pariwisata kepada Wisatawan

Travel Update
Sandiaga Dukung Sanksi Tegas untuk Penyulut 'Flare' di Gunung Andong

Sandiaga Dukung Sanksi Tegas untuk Penyulut "Flare" di Gunung Andong

Travel Update
Waktu Terbaik untuk Beli Tiket Pesawat agar Murah, Jangan Mepet

Waktu Terbaik untuk Beli Tiket Pesawat agar Murah, Jangan Mepet

Travel Tips
Taman Burung-Anggrek di Papua: Lokasi dan Harga Tiket Masuk

Taman Burung-Anggrek di Papua: Lokasi dan Harga Tiket Masuk

Travel Update
5 Air Terjun di Probolinggo, Ada Air Terjun Tertinggi di Jawa

5 Air Terjun di Probolinggo, Ada Air Terjun Tertinggi di Jawa

Jalan Jalan
4 Festival di Hong Kong untuk Dikunjungi pada Mei 2024

4 Festival di Hong Kong untuk Dikunjungi pada Mei 2024

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Travel Update
5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

Travel Tips
Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Travel Update
Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com