Hari itu, Jumat (6/11/2015) sore, langit menghitam. Tak ada semburat senja yang terpancar untuk pelampiasan penantian para wisatawan.
Aku datang dari arah Jimbaran, di sisi selatan Pantai Double Six bersama seorang teman dari Jakarta yang sedang tinggal di Bali, Helmy Abidin (25).
Ketika mengetahui aku sampai di Intercontinental Bali Resort melalui media sosial, ia mengontakku lewat pesan Whatsapp untuk mengajak bertemu.
"Lo di Bali beneran? Ketemu laaah... Kapan free?" tulis dia.
Sontak aku menjawab, "Sore ini bisa. Ayo kita jalan," jawabku.
Dari mulut Helmy, rekomendasi Pantai Double Six Seminyak untuk melepas senja, bergulir. Ia segera datang menjemput. Kami segera meninggalkan resort yang berada di tepi Pantai Jimbaran ini.
Dengan sepeda motor, kami menyusuri Jalan Uluwatu menuju pantai yang direkomendasikan Helmy pukul 17.00 Wita.
Helmy mengatakan para pengendara moge tersebut sedang mengikuti acara gathering di Bali. Namun ia tak mengetahui pasti jenis acara tersebut.
"Kemarin di Pantai Kuta, ramai sekali. Parkiran penuh sama motor gede," timpal Helmy.
Kami tiba di Jalan Legian. Di kiri dan kanan jalan, terdapat toko-toko cenderamata, jasa tato, baju dan celana, kafe, jasa spa, hingga perlengkapan kemah untuk para wisatawan.
Geliat para wisatawan tampak terlihat jelas di daerah yang sempat dilanda teror bom pada 12 Oktober 2002 silam. Puluhan wisatawan terlihat sedang berjalan menuju pantai, mengunjungi toko-toko, maupun menenteng papan seluncur.
Aku sempat terkenang kejadian memilukan tersebut ketika melewati jalan ini. Di Kuta, peledakan bom di depan Sari Club dan di Paddy’s, Jalan Legian.
Peledakan bom itu mengakibatkan korban meninggal dan luka-luka wisatawan mancanegara dan nusantara yang sedang berwisata di Legian. Aku hanya dapat berdoa saja ketika melewati Jalan Legian.