Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjumpai Sisi Lain Bali di Desa Adat Tenganan

Kompas.com - 08/11/2016, 06:38 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

KARANGASEM, KOMPAS.com - Enam puluh kilometer dari arah timur Denpasar, ada satu tempat di Bali yang menawarkan pengalaman wisata anti-mainstream. Berbeda 180 derajat dari Kuta atau Legian yang gemerlap. 

Tempat ini bagai membawa wisatawan mundur ke lorong waktu, saat Bali masih tradisional, menuju sisi lain Bali yang jarang dilihat oleh wisatawan, Bali Aga atau Bali kuno di Desa Tenganan.

"Desa Tenganan ini adalah salah satu desa tertua sekaligus modern. Di sini laki-laki dan perempuan sama, tak ada sistem kasta semua sama," kata Nyoman Suwita, pemandu sekaligus masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan saat kunjungan familiarization trip The Anvaya Beach Resorts, Bali, Kamis (3/11/2016).

(BACA: Manisan, Teater Kuliner Nusantara di Kawasan Ubud Bali)

Nyoman menjelaskan tak ada sumber tertulis resmi yang mencatat asal usul maupun sejarah Desa Tenganan. Meski begitu leluhur Tenganan dipercaya berasal dari Kerajaan Majapahit

"Kalau menurut cerita yang dipercaya orang Tenganan, daerah Tenganan awal mulanya dari Raja Bali pertama di Gianyar kehilangan seekor kuda. Ia memerintahkan masyarakat untuk mencari kudanya, kalau ketemu akan diberi hadiah," tutur Nyoman.

(BACA: Kehidupan Perempuan Bali dan Upaya Pelestarian "Mejejaitan")

Kisah kemudian berlanjut saat leluhur orang Tenganan menemukan kuda tersebut dalam keadaan mati. Raja menepati janjinya dengan memberi hadiah yakni tanah seluas bau bangkai kuda tersebut tercium.

"Orang Tenganan dengan cerdas membagi-bagi bangkai kuda dan berjalan sejauh mungkin," kata Nyoman. 

Kini Tenganan memiliki luas 917,2 hektar yang dihuni oleh sekitar 700 penduduk. "Para ahli memperkirakan Desa Tenganan sudah ada sejak abad kedelapan," kata Nyoman.  

Pengrajin lontar di Desa Tenganan. Lontar dulu adalah media dokumentasi zaman lampau, Kini lontar beralih fungsi menjadi cendera mata.
Menurut Nyoman, tahun 1841 Desa Tenganan sempat terbakar, satu tahun kemudian desa itu dibangun kembali. "Sejak itu, aturan adat berdasarkan ingatan, ada yang ditulis ada juga aturan yang tidak tertulis," kata Nyoman.

Masyarakat Desa Tenganan hingga saat ini masih memegang teguh aturan adat dari leluhur. Beberapa aturan di antaranya mengatur sistem pemerintahan, hak tanah dan hak sumber daya alam, perkawinan, pendidikan, dan upacara adat.

(BACA: Menonton Perang Pandan di Desa Tenganan)

Beberapa aturan leluhur yang masih terus ditaati hinggi kini adalah tak boleh ada poligami ataupun perceraian di masyarakat Tenganan.

Ada pula sistem pemerintahan di desa yang terbagi menjadi dua, yakni sistem administratif yang dipimpin kepala desa dan sistem adat yang dipimpin oleh enam pasang suami-istri pemangku adat. Aturan adat juga mengatur denah rumah dan penggunaan sumber daya alam. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

Travel Tips
Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Travel Update
China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

Travel Update
Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Travel Update
Daftar Planetarium dan Observatorium di Indonesia

Daftar Planetarium dan Observatorium di Indonesia

Jalan Jalan
Harga Tiket dan Jam Buka Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur

Harga Tiket dan Jam Buka Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur

Travel Update
Bali Maritim Tourism Hub, Gerbang Penghubung Pariwisata di Indonesia Timur

Bali Maritim Tourism Hub, Gerbang Penghubung Pariwisata di Indonesia Timur

Travel Update
Banyak Kasus Pungutan Parkir Liar di Tempat Wisata, Digitalisasi Tiket Parkir Jadi Solusi

Banyak Kasus Pungutan Parkir Liar di Tempat Wisata, Digitalisasi Tiket Parkir Jadi Solusi

Travel Update
Ramai soal Video Pejabat Ajak Turis Korea Selatan Mampir ke Hotel, Ini Kata Sandiaga

Ramai soal Video Pejabat Ajak Turis Korea Selatan Mampir ke Hotel, Ini Kata Sandiaga

Travel Update
Cuaca Cerah, Wisata Lembah Oya Kedungjati di Bantul Sudah Buka Lagi

Cuaca Cerah, Wisata Lembah Oya Kedungjati di Bantul Sudah Buka Lagi

Travel Update
Ini 10 Tempat Wisata Luar Ruangan di Jakarta yang Bisa Dikunjungi

Ini 10 Tempat Wisata Luar Ruangan di Jakarta yang Bisa Dikunjungi

Jalan Jalan
Imbas Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Sandiaga Berharap Potensi Studi Tur Tidak Berkurang

Imbas Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Sandiaga Berharap Potensi Studi Tur Tidak Berkurang

Travel Update
Larangan di Umbul Nilo, Pemandian Sebening Kaca di Klaten

Larangan di Umbul Nilo, Pemandian Sebening Kaca di Klaten

Travel Update
Ngargoyoso Waterfall, Wisata Air Terjun Baru di Karanganyar

Ngargoyoso Waterfall, Wisata Air Terjun Baru di Karanganyar

Jalan Jalan
Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Masyarakat Diingatkan Cek Kelayakan Bus di Spionam

Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Masyarakat Diingatkan Cek Kelayakan Bus di Spionam

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com