YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Sebuah kerajaan memang menyingkap banyak sekali budaya yang terseimpan. Tidak melulu berbentuk benda bersejarah atau tarian, tetapi juga budaya kuliner, seperti di Keraton Kasunanan Yogyakarta.
Sebuah restoran dengan lampu redup di sisi selatan Keraton Yogyakarta, masih beroperasi setelah matahari terbenam. Tampak depannya begitu misterius dengan pagar tinggi khas keraton, dengan taman-taman burung yang menghiasinya.
Resto Bale Raos, namanya, tepat berada di Jalan Magangan Kulon No.1, Desa Panembahan, Kraton, Kota Yogyakarta.
Baca juga : Ini Komentar Bule yang Pernah Tersesat di Yogyakarta tentang Indonesia
Wanita berkebaya dan pria berlurik pun menyapa di depan redupnya cahaya taman, Bale Raos. Sebuah restoran yang diberi mandat resmi untuk menyajikan resep-resep hidangan asli khas Keraton Yogyakarta.
“Sugeng rawuh (selamat datang),” ucap salah satu pramusaji dengan wajah khas Suku Jawa, mengantarkan KompasTravel dan rombongan Yogyakarta Marriott Hotel ke tempat yang telah dipesan, Sabtu (10/3/2018).
Baca juga : Unik, di Yogyakarta Ada Warung Makan untuk Makhluk Halus
Terdapat satu rumah joglo besar sebagai kantor dan dapur resto Bale Raos, di samping tiga gazebo besar yang digunakan untuk tempat makan wisatawan. Beberapa set peralatan makan formal pun telah siap di meja-meja tamu.
Supervisor Bale Raos, Muhammad Toha mengatakan, resto ini didirikan oleh KPGH Hadiwinoto, pada 23 Januari 2004. Ia memiliki visi melestarikan kuliner khas Keraton Yogyakarta agar bisa tetap dinikmati masyarakat.
“Ia juga ingin makanan tradisional itu naik harkat martabatnya di mata masyarakat nasional maupun internasional,” kata Toha, yang menyambut kami seusai santap malam.
Meski resto ini belum terlalu tua, tapi saat Anda buka buku menunya, hidangan yang disajikan bisa berasal dari puluhan tahun yang lalu. Contohnya Sanggar, hidangan kesukaan Sultan Hamengku Buwono (HB) VII yang telah ada sebelum ia bertahkta 1877-1921.
“Ini baru harta karun, berasa kita lagi di museum, tapi makanan,” tutur Juhan Kamaruddin, salah satu wisatawan asal Malaysia, yang baru pertama kali berkunjung ke sini.
“Beda dapur dengan keraton, tapi menu dan resep aseli dari keraton, makanya kalau tamu keratonnya banyak, pakai dapur sini juga. Seperti timlo, bistik lidah, itu diwariskan langsung dari Sultan Hamengku Bowono VIII dan IX,” ujar Toha.
Toha menjelaskan, tempat ini memang masih lingkungan Keraton Yogyakarta, pengelolanya juga masih dalam kerabat keraton. Namun, untuk karyawan sendiri berasal dari masyarakat umum di sekitarnya.
Sempat Jadi Tempat Latihan Memanah
Di masa akhir kolonial, lanjut Toha, tempat ini pun sempat difungsikan jadi tempat berlatih memanah. Selesai masa kolonialisme, tempat ini sempat kosong, sebelum pada 2004 dijadikan resto untuk menyajikan menu khas Keraton Yogyakarta.
“Mesnya dipindahkan, dan ini sempat jadi lapangan latihan memanah prajurit (Keraton Yogyakarta),” tuturnya.
Berbagai hidangan di sini bisa dinikmati mulai pukul 10.00 hinga 22.00 WIB. Dengan harga hidangannya mulai Rp 15.000 untuk hidangan pembuka, dan Rp 50.000 untuk hidangan utamanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.