KOMPAS.com - Jepang punya beragam festival yang menarik perhatian wisatawan, sebut saja Festival Lentera Nagasaki dan Festival Salju Sapporo.
Namun, ada sebuah festival yang sudah ada sekitar tiga abad lalu, tapi dilarang ditonton siapa pun karena diyakini bisa menyebabkan nasib buruk. Namanya Nematsuri (Festival Tidur).
Baca juga: Wujudkan Imajinasi, Ada Bus Listrik Bertema Ghibli di Jepang
Dikutip dari Soranews24, Kamis (29/2/2024), catatan tertua soal festival ini ada tahun 1707, tapi asal dari festival ini pun tidak diketahui sehingga bisa jadi usianya lebih tua.
Berlangsung di Kota Tahara, Prefektur Aichi, festival tahunan ini meliputi para pendeta Shinto dan beberapa orang lainnya membawa benda suci dari Kuil Hisamaru ke Kuil Omiyashinmeisha.
Keesokan harinya benda tersebut dibawa kembali dari Kuil Omiyashinmeisha ke Kuil Hisamaru. Ada pula ritual untuk menandai berhasilnya perpindahan obyek tersebut.
Adapun jarak dari Kuil Omiyashinmeisha ke Kuil Hisamaru sekitar 550 meter, dengan lama berjalan kaki hampir 10 menit.
Tidak ada yang tahu benda suci apa yang dibawa karena dijaga ketat kerahasiannya, dan festival ini pun tertutup.
Baca juga:
Kepercayaan nasib buruk akan datang pada orang-orang yang melihat festival ini, baik sengaja maupun tidak sengaja, sudah ada dari tahun ke tahun.
Pada tahun 1930-an, misalnya, seorang warga negara Korea yang tidak tahu-menahu soal festival ini tidak sengaja melihatnya ketika sedang mengeringkan cucian.
Ia pun disebut mengalami demam setelahnya dan hanya bisa sembuh usai melakukan ritual tertentu.
Selanjutnya pada era Restorasi Meiji, festival ini sempat boleh dilihat oleh masyarakat. Namun, ada seseorang yang disebut meninggal setelah melihatnya sehingga festival ini pun kembali dilarang untuk dilihat.
Oleh sebab itu, Nematsuri juga disebut sebagai Festival Tidur karena sampai saat ini orang-orang akan diimbau tinggal di rumah, tidur, serta menutup pintu dan jendela saat festival ini berlangsung.
Dilansir dari BNN Breaking, Festival Tidur erat kaitannya dengan kisah Pangeran Hisamura dari abad ke-14.
Alkisah sang pangeran harus menyamar agar tidak tertangkap saat kerusuhan terjadi. Ketika berjalan Pangeran Hisamura sekitar Omiyashinmeisha, ada tradisi agar orang-orang mengalihkan pandangannya.
Bisa juga dikatakan bahwa melihat sang pangeran bisa menimbulkan masalah. Sebab, siapa pun yang melihatnya akan dituduh menyembunyikan buronan dan dihukum bila sang pangeran ditemukan.
Baca juga:
View this post on Instagram