Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Gabus-gabus Terakhir

Kompas.com - 06/07/2013, 12:13 WIB

Oleh Ahmad Arif & Budi Suwarna

Perjalanan mengikuti Edi Petor (42) berburu ikan gabus ibarat ziarah ke Jakarta tempo doeloe. Kami menyusuri jalanan tanah, rawa-rawa, sawah, dan sungai yang airnya mengalir deras dan masih dihuni ikan gabus, belut, dan betok.

Matahari baru terbit, mengusir kabut di Ciseeng, Bogor. Edi Petor dan asistennya, Arif (38), menyiapkan peralatan berburu gabus berupa sebuah kotak baterai yang terhubung kabel ke tongkat kayu berujung besi. Ia mencoba tombol sakelar dan api pun memercik di ujung tongkat itu. ”Semua udah siap, kite berangkat sekarang,” kata Edi dengan logat Betawi kental.

Sejurus kemudian, Edi melaju di atas motor tua yang suara knalpotnya memekakkan telinga. Arif membonceng sambil membawa peralatan berburu ikan gabus (Channa striata) yang biasa hidup di rawa-rawa, sawah, dan sungai. Ikan jenis predator itu sulit dibudidayakan.

Motor itu bergerak menyusuri jalan-jalan kampung yang bermuara di Jalan Raya Ciseeng. Sepagi itu, jalan telah ramai. Truk, sepeda motor, dan mobil pribadi berlomba membelah jalan yang sempit. Di Desa Cidokom, Gunung Sindur, motor berbelok ke arah jalan berbatu yang diapit petak-petak sawah dan ladang yang baru saja diuruk untuk proyek perumahan.

Sepeda motor yang dikendarai Edi semakin jauh menyusuri jalanan tanah hingga ke ujung Desa Cidokom. Dia lalu memarkir kendaraannya di warung kopi langganan. Dari situ, dia berjalan kaki menyusuri pematang sawah yang tanaman padinya masih hijau.

Di ujung persawahan, Edi dan Arif tiba di tepi sungai yang airnya mengalir deras. Mereka turun dan membiarkan diri terendam air hingga pinggang. Edi mengamati air sungai yang mengalir tenang beberapa detik, lantas mulai mencelupkan tongkat setrumnya ke ceruk-ceruk di dinding sungai.

Namun, ikan gabus yang ia cari belum kelihatan. Baru pada penyetruman kelima, seekor ikan gabus kelojotan dan pingsan. Edi menyerok gabus sepanjang 15 cm dan memasukkan ke dalam jeriken berisi air yang dibawa Arif. ”Ikannya enggak boleh sampai mati. Kalau mati, enggak laku dijual,” kata Edi.

Hampir setengah jam, Edi dan Arif berendam di anak sungai itu. Baru dua ekor gabus ukuran kecil yang mereka peroleh. Mereka memutuskan berpindah ke sungai lain. Kami mengikuti keduanya yang berjalan beriringan menyusuri pematang sawah dan melompati saluran irigasi.

Begitu tiba di Bendungan Jeletreng, Desa Kaki Tapak, tiba-tiba, seorang lelaki paruh baya yang tengah menguras kolam ikan datang mendekat dan bertanya kepada kami. ”Mau ngukur tanah ya Pak? Emang kapan mau ngebangun?” katanya. Rupanya dia mengira kami pegawai perusahaan kontraktor yang telah memborong tanah di sana.

”Tanah-tanah di desa ini sebagian emang udah dibeli kontraktor. Mungkin enggak lama lagi akan jadi perumahan,” jelas Edi sambil turun ke sungai.

Kuntilanak

Edi menekuni profesi pemburu gabus sejak tahun 1985 ketika dirinya terkena PHK. Daripada luntang-lantung, lanjut Edi, ia pergi memancing gabus. Hasilnya ternyata cukup banyak. Sekali memancing dapat 25 ekor ikan gabus besar. ”Kalau dikiloin bisa 5-10 kilogram. Tahun-tahun berikutnya saya neger dan hasilnya lebih banyak,” kenang Edi.

Neger adalah memasang pancing dalam jumlah banyak pada malam hari dan mengangkatnya pada pagi hari. ”Dari 100 pancing yang saya pasang, bisa dapat 50 ekor gabus,” katanya.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Perburuan ikan gabus di rawa sekitar Bendungan Jeletreng, Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

Karena hasil berburu gabus menjanjikan, Edi memilih menggantungkan hidup sebagai pemburu gabus. Sesekali ia menjadi anak panggung di sebuah grup lenong. Peran yang ia mainkan tidak banyak, paling-paling jadi centeng. ”Tapi saya suka banget lakonnya. Judulnya ’Kuntilanak Minjem Beras’,” tutur Edi diikuti tawa.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    Jalan Jalan
    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    Hotel Story
    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Jalan Jalan
    Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

    Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

    Jalan Jalan
    Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

    Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

    Travel Tips
    4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

    4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

    Jalan Jalan
    Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

    Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

    Jalan Jalan
    Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

    Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

    Jalan Jalan
    Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

    Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

    Travel Tips
    8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

    8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

    Travel Tips
    Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

    Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

    Travel Update
    8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

    8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

    Travel Tips
    Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

    Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

    Travel Update
    10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

    10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

    Travel Tips
    Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

    Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

    Travel Update
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com