"Melihat kafe-kafe lain lebih mementingkan makanan, sehubungan base kita di sini, lalu kita timbul ide, karya-karya pop art ini kita bisa isi dengan tema desain interiornya. Selain itu, untuk menarik pengunjung dengan suasana yang lain. Sekarang kan lagi marak-maraknya remaja foto selfie di media sosial. Jadi, biar mereka nyaman di sini kita branding dengan pop art ini,” jelas Netyy Sofiarin selaku Manajer Pop Art, Senin (23/11/2015).
Netty juga menceritakan perbedaan kafe ini dengan yang lain, yakni di sini lebih menonjolkan interior dengan tujuan menarik para tamu.
"Kita ingin memberikan tempat yang nyaman dan kesan yang berbeda. Selain itu juga ingin memperkenalkan tamu kalau pop art ini tekniknya dari Indonesia. Jadi, sekaligus ikut mempopulerkan biar lebih dikenal," katanya.
"Jadi, Sabtu dan Minggu ada tutorial gratis, kalau ada yang tertarik bisa mendaftar, kemudian ikut gelombang kelas pop art. Kalau area belakang sebagian dari karya waktu kita ikut Java Jazz," sambungnya.
Kafe yang berdiri 2 tahun lebih 3 bulan ini, tepatnya bulan Agustus, sudah mengalami pahit getirnya menjalankan bisnis resto. Sejak awal mula bukanya tempat tersebut, hanya bisa dihitung jari, sampai pada akhirnya pengunjung silih berganti berdatangan.
Itock Soekarso selaku Owner pop art, bercerita kepada KompasTravel kalau kehadiran pengunjung dibantu oleh aktifnya di media sosial, dan juga teman media dari koran, majalah, maupun online yang meliput tempatnya.
Selain menu yang disesuaikan dengan target pengunjung, harga yang ditawarkan kafe yang berlokasi di Kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, ini pun juga menyesuaikan kantong remaja pada umumnya. Harga menu yang ditawarkan berkisar Rp 8.000 sampai Rp 30.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.