Sesampai kami di Aceh Singkil sudah malam. Saat itu, kami disambut hangat dengan gelaran tarian Dampeng, yang bermaksud sebagai tarian penyambutan tamu-tamu yang singgah di Kabupaten Aceh Singkil ini.
Perlahan, anak buah kapal mulai melepaskan ikatan tali yang terikat di bibir dermaga. Jangkar mulai naik, deru kapal semakin cepat melintasi perairan lautan. Batas air laut berwarna biru dan cokelat tampak terlihat. Air cokelat yang bermuara ke Aceh Singkil berasal dari sungai Alas yang hulunya pegunungan Leuzer.
Mungkin karena kurangnya istirahat selama kemarin, selama tiga jam terayun di atas kapal, kami tertidur pulas. Tak lama deru kapal motor mulai perlahan membangunkan kami, lanskap kehidupan pesisir mulai tampak di mata kami.
Usai menaruh barang dan makan siang di Homestay Nanda, sesekali kami melihat anak-anak pulang sekolah di antar orangtuanya menggunakan perahu kecil yang melintas di depan kami. Homestay Nanda bisa jadi pilihan menginap dengan tarif per malamnya mulai dari Rp 80.000 sampai Rp 200.000.
Selain itu, tampak beberapa anak-anak kecil yang mencoba peruntungannya dengan memancing ikan-ikan kecil di bibir dermaga.