ASTANA, KOMPAS.com - Kementerian Pariwisata terus mempromosikan Indonesia sebagai destinasi wisata yang tidak kalah dengan negara lain. Salah satunya dengan mengikuti Astana Leisure yang berlangsung mulai 29 September hingga 1 Oktober 2016.
Keikutsertaan Indonesia tidak dengan membuka booth pada pameran, tetapi sales misson yang mempertemukan berbagai agen wisata Kazakhstan dengan tour operator asal Indonesia. Hal ini dianggap lebih efektif untuk mempromosikan Indonesia.
Para pengunjung rela mengantre demi bisa berfoto bersama dengan penari Indonesia. Beberapa di antaranya mencoba bermain angklung.
"Wonderful, wonderful," ucap salah seorang pengunjung yang menyaksikan.
Kepala Bidang Fam Trip Kementerian Pariwisata Taufik Nurhidayat mengatakan, Kementerian Pariwisata menggunakan empat cara untuk mempromosikan Indonesia. Mulai dari ikut festival, ikut pameran, sales misson dan perjalanan pengenalan wisata atau Fam Trip. Pada pameran Astana Leisure ini, Kementerian Pariwisata memilih sales mission.
Menurut Taufik, dengan sales misson, prospek bisnis antara pelaku usaha wisata terbuka. Meski belum terjadi kontrak bisnis, setidaknya telah terjadi kontak bisnis antara mereka.
Sesuai dengan arahan Menteri Pariwisata Arief Yahya, kata Taufik, Indonesia tetap mempromosikan Bali. Dengan harapan, setelah dari Bali, mereka akan berkunjung ke destinasi wisata yang disebut 10 "Bali Baru".
"Kami sepakat Bali masih menjadi magnet bagi Indonesia. Tetapi setelah dari Bali, harus didistribusikan ke seluruh Indonesia, terutama ke 10 destinasi itu yang akan kita standarkan seperti standar dan kualitas di Bali, standar internasional," ucap Taufik.
Tempat wisata yang akan dipromosikan adalah 10 "Bali Baru" yakni Danau Toba (Sumatera Utara), Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kepulauan Morotai (Maluku Utara), Kepulauan Seribu (Jakarta), Tanjung Lesung (Banten), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo Tengger Semeru (Jawa Timur), dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur).
Mengenai kesiapan dari tempat-tempat wisata agar memiliki standar seperti Bali, lanjut Taufik, diperlukan kerja sama antar-elemen. Sehingga, tidak hanya Kementerian Pariwisata saja yang memiliki kewajiban untuk mengembangkan.