LUMAJANG, KOMPAS.com - Kebanyakan warga baik tua dan muda, laki-laki dan perempuan, memakai sarung. Itulah kesan yang tertangkap mata ketika memandang setiap sudut Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Mereka adalah bagian dari masyarakat Suku Tengger.
Motifnya sarungnya beragam. Cara menggunakannya pun berbeda-beda. Di beberapa kegiatan mereka tampak mengalungkan sarung di leher. Di waktu-waktu lainnya, mereka menggunakan sarung untuk menutup tubuh.
BACA: Wisata ke Bromo, Jangan Lupa Cicipi Nasi Aron Khas Tengger
Desa Argosari yang berada di ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) memang terasa dingin di kala malam atau pagi hari. Saya pun merasakan langsung betapa suhu dingin kerap menerpa kulit.
Meski sudah siang, masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari pun masih terlihat menggunakan sarung. Pertanyaan mendasar yang muncul di kepala adalah mengapa Suku Tengger di Desa Argosari atau di desa lain selalu menggunakan sarung?
"Sarung ini saya pikir jadi identitas. Sarung ini jadi harga diri. Sarung ini juga jadi tren," kata Budiyanto.
Baginya, sarung punya cerita tersendiri di hidupnya. Sarung seperti salah satu bentuk kebanggaan sebagai Suku Tengger. Bahkan, harga diri pun jadi taruhannya.
"Saya dulu pertama ada di Tengger ini sempat berpikir jaket itu sudah mahal harganya. Sudah dipakai ditutup sarung jadi gak kelihatan jaketnya. Setelah sekolah, pulang saya pakai jaket gak pake sarung. Kuliah juga jarang masuk, banyak hari-hari santai jadi pulang. Jadi selama SMA hingga lulus, saya banyak jadi pergunjingan," ungkapnya.
"Seolah-olah mikir saya malu jadi orang Tengger. Sehingga saya kuliah itu pakai sarung. Karena saya nandain di kampus itu ada orang Tengger. Sampai sekarang saya gak pakai sarung itu sungkan. Padahal gak dingin. Kalau cuaca mendung atau kabut kita memang gunakan sarung sesuai fungsi," ujarnya.
Penggunaan sarung oleh Suku Tengger sendiri memiliki ragam variasi tersendiri. Penggunaan tersebut berdasarkan aktivitas dan jenis kelamin.
Penggunaan sarung oleh perempuan Suku Tengger juga memiliki penandaan status. Ada yang menandakan perempuan lajang, menikah, juga janda.
"Perempuan ada seperti digunakan di kiri dan kanan bahu. Kekaweng simpulnya. Ada biasa dipakai perempuan yang sudah berkeluarga. Ada yang simpul di kanan, dipakai perempuan yang belum menikah tapi sudah pacar," ujarnya.