Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lupakan Sejenak Komodo, Saatnya Menjajal Taman Laut 17 Pulau Riung

Taman wisata ini masih jarang dikunjungi wisatawan, terutama turis domestik. Kebanyakan turis yang datang untuk menjelajah taman laut ini adalah wisatawan asing.

Saya berkesempatan mengunjungi taman laut di Riung bersama rombongan Jelajah Sepeda Flores yang digelar Kompas beberapa waktu lalu.

Taman Laut 17 Pulau Riung berada di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Aksesnya yang relatif jauh membuat tak banyak wisatawan yang datang. Ditambah jalanan rusak parah menuju Riung. Jadi, perlu ekstra waktu untuk berwisata di Riung.

Dari Bajawa, butuh waktu sekitar empat jam menuju Riung sejauh 72 kilometer. Sementara dari Ende, butuh waktu hingga tiga sampai empat jam.

Rombongan Jelajah Sepeda Kompas berangkat dari Taman Nasional Kelimutu, Ende. Jarak Kelimutu-Riung sejauh 177 KM. Dari Kelimutu, tim gowes sejauh sekitar 45 kilometer hingga Desa Tenera di Ende yang menjadi tempat makan siang.

Setelah makan siang dan istirahat, rombongan dievakuasi menggunakan empat truk. Evakuasi dilakukan karena perjalanan masih sangat jauh dan sebagian jalan rusak parah.

Kami melewati lintas utara Flores. Dari segi jarak, lintas utara lebih pendek dibanding lintas selatan untuk menuju Riung. Namun, kondisi jalur lintas utara yang melewati pesisir mengalami kerusakan parah. Rute ini sengaja dipilih panitia sekaligus untuk mengangkat masalah infrastruktur yang terbaikan pemerintah.

Begitu tiba, rombongan disambut Bupati Ngada Marianus Sae. Tarian adat untuk menyambut tamu kemudian dimainkan.

Kami diajak menginap di Pulau Rutong, salah satu dari tiga pulau yang biasa dipakai berkemah oleh para wisatawan. Dari dermaga, rombongan diangkut menggunakan perahu-perahu nelayan. Satu perahu bisa mengangkut sekitar 10 penumpang.

Dalam gelap malam, nakhoda mengarahkan perahu ke arah sinar lampu di kejauhan. Rupanya, sinar itu adalah lampu yang menerangi pinggir pantai di Pulau Rutong. Sekitar 20 menit kemudian, perahu sampai di pinggir pantai.

Tak jauh dari tenda, sudah berdiri bilik untuk buang hajat dan mandi. Air tawar ditampung di bak yang terbuat dari terpal.

Rupanya, ada sesuatu spesial yang dipersiapkan Pemkab yaitu makan malam dan live music di pinggir pantai. Tanpa basa-basi, kami menyantap hidangan yang sudah disiapkan. Ikan laut yang dibakar menjadi primadona.

Ikan tersebut adalah hasil tangkapan nelayan yang baru kembali dari melaut. Jadi, benar-benar segar.

Setelah kenyang, sebelum istirahat, rombongan diajak berdansa diiringi grup band lokal. Beberapa turis asing yang tengah berkemah ikut larut dalam hentakan musik reggae dan lagu daerah Flores. Hilang semua lelah.

Matahari terbit

Dari lokasi kemah, saya berjalan ke arah timur menyusuri pinggir pantai sekitar pukul 05.15 Wit. Bintang-bintang dan bulan masih bertengger di langit. Namun, sedikit warna merah sudah muncul di langit sebelah timur.

Untuk menikmati matahari terbit secara jelas, saya dan wisatawan lain menaiki bukit di tengah pulau. Bukit itu tidak terlalu tinggi jadi tak terlalu melelahkan untuk mendaki.

Kami menunggu. Informasi dari petugas konservasi, matahari akan muncul pukul 6.07 Wit.Perasaan was-was membayangi ketika sudah pukul 6.05 Wit. Jangan-jangan matahari tertutup awan.

"Yeeeee," teriak para wisatawan yang menunggu.

Tak sampai dua menit, matahari utuh terlihat. Sinarnya membuat garis di lautan.

Dari atas bukit, wisatawan juga bisa menikmati panorama 360 derajat. Hamparan laut dan pulau-pulau kecil membuat saya tersenyum.

Melihat ke bawah, terlihat pasir putih Pulau Rutong. Jernihnya air laut membuat karang-karang terlihat dari atas bukit.

Setelah puas menikmati panorama, kami turun dan bersiap meninggalkan pulau. arapan di pinggir pantai menjadi penutup acara di Rutong. Ikan dan cumi bakar, pisang goreng, singkong rebus dan menu lain disuguhkan. Nikmat.


Pulau Kelelawar

Sebelum meninggalkan kawasan Riung, kami diajak melihat kawanan kelelawar di salah satu pulau. Lantaran hanya dihuni kelelawar, pulau itu dinamakan Pulau Kelelawar.

Perjalanan dengan perahu memakan waktu sekitar 20 menit. Perahu diarahkan mendekati pepohonan di pinggir pulau.

Informasi dari petugas, kelelawar itu akan terbang mulai petang ke daratan di Flores untuk mencari makan. Lalu kembali ke pulau.

Setelah puas melihat kelalawar, kami kembali ke dermaga di Riung. Saya sempat singgah di kantor salah satu penyedia jasa wisata Taman Laut 17 Pulau Riung yang lokasinya tak jauh dari dermaga.

Di sana saya bertemu Muhlis Manepo (50), salah satu pengelola wisata. Ia bercerita, mayoritas wisatawan yang datang ke Riung adalah turis asing.

"Paling ramai bulan Agustus dan September," ucap Muhlis.

Muhlis menjelaskan, biasanya turis yang datang ingin menikmati taman bawah laut. Sayangnya, belum ada penyewaan alat menyelam di Riung. Hanya ada peralatan untuk selam permukaan yang disewakan.

Jadi, para penyelam harus membawa peralatan sendiri jika ingin menikmati surga bawah laut. Ada belasan titik menyelam di kawasan tersebut.

Adapula turis yang ingin menginap di salah satu pulau. Biasanya, mereka yang berkemah adalah rombongan keluarga. Muhlis mengatakan, biaya untuk berkeliling Taman Laut 17 Pulau Riung paling murah Rp 800.000 untuk 2-3 orang.

"Dari jam 8 pagi sampai 4 sore. Kita bawa ke empat titik untuk snorkeling. Sudah dapat makan," ucap Muhlis.

Adapun untuk berkemah, biayanya Rp 3 juta untuk dua orang. Tenda dan makanan akan disediakan. Biaya bisa berubah tergantung permintaan wisatawan.

https://travel.kompas.com/read/2017/09/07/070300327/lupakan-sejenak-komodo-saatnya-menjajal-taman-laut-17-pulau-riung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke