Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Tiga Desa Adat di Bali yang Bisa Anda Kunjungi

Tiga desa adat di Bali yang banyak dikenal wisatawan yakni Desa Tenganan, Desa Trunyan, dan Desa Panglipuran.

Desa-desa tersebut penduduknya merupakan kaum Bali Mula atau Bali Asli, terkadang para penduduk Bali menyebutnya Bali Aga.

Kaum Bali Mula adalah penduduk yang pertama kali mendiami Pulau Bali sebelum penduduk Jawa bermigrasi ke Pulau Bali.

Sementara itu ada perbedaan yang kentara antara Bali Mula dengan orang Bali pendatang di masa Majapahit atau Bali Jawa, yakni pada upacara kematian.

Bali Mula melaksanakan upacara kematian dengan cara mengubur jenazah, sementara Bali Jawa upacara kematiannya dengan cara jenazahnya dibakar.

Nah, untuk mengetahui lebih lanjut, berikut uraian soal tiga desa adat yang ada di Bali dihimpun oleh KompasTravel.

Desa Tenganan berada di Kabupaten Karangasem. Letaknya sendiri kurang lebih sejauh 60 kilometer dari arah timur Denpasar.

Di desa yang memiliki luas sekitar 917,2 hektar ini, Anda dapat menemukan bagaimana Bali saat masih tradisional dengan penduduk Bali Mula.

Ada keunikan tersendiri dari desa ini, yakni masyarakat begitu memegang teguh aturan adat dari leluhur. Masyarakat Tenganan mempunyai peraturan yang biasa disebut dengan awig-awig. Seperti halnya tidak boleh ada poligami atau pun perceraian.

Namun, desa adat ini pun sangat terbuka dengan hal baru nan modern, seperti listrik, alat komunikasi dan transportasi. Anak-anak di sana juga sangat didorong untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi.

Selain itu, ada pula aturan untuk mengatur sistem pemerintahan, hak tanah dan hak sumber daya alam, perkawinan, pendidikan, dan upacara adat.

Meski demikian, masyarakat memiliki talenta luar biasa, salah satunya adalah mereka terbiasa menenun sendiri kain gringsing yang memang hanya diproduksi di desa ini.

Selain kain tenun, Anda juga dapat menemukan kerajinan ukir atau lukis daun lontar.

Tidak hanya berkunjung, Anda pun bisa sekedar berbincang dengan penduduk di sana mendengarkan cerita kearifan lokal di sana.

Lalu juga dapat melihat upacara adat yang biasanya diselenggarakan pada bulan Januari, Febuari, Juni, dan Desember. Namun, perlu diketahu, wisatawan tidak dapat bermalam di Desa Tenganan.

Desa Trunyan

Rasanya Desa Trunyan sudah terkenal hingga mancanegara karena keunikannya, yakni proses pemakamannya. Desa ini terletak di pinggir Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Untuk bisa sampai di desa ini, Anda bisa menggunakan perahu menyebrangi Danau Batur.

Nah, tradisi unik yang dilakukan masyarakat setempat yaitu tidak menguburkan jenazah, tetapi hanya membaringkan jenazah di atas tanah juga di bawah pohon kemenyan yang biasa disebut Sema Wayah.

Sementara itu, di Sema Wayah hanya ada 11 makam, sehingga jenazah akan diletakkan secara bergantian. Masyarakat tidak menambah makam karena sudah ada ketentuan dari leluhur.

Jika ada jenazah baru, maka jenazah yang sudah lama atau tulang belulangnya akan dikeluarkan dan bergantian dengan jenazah yang baru.

Meski tulang belulang berserakan di sana, tetapi tidak tercium aroma atau bau busuk. Kepercayaan masyarakat di sana pohon kemenyan atau biasa disebut taru menyan, memiliki aroma sendiri. Sehingga diyakini bisa menetralisir bau busuk di sekitar makam.

Selain Sema Wayah, ada dua pemakaman lainnya yakni Sema Muda dan Sema Bantas. Sema Wayah sendiri merupakan pemakanan untuk orang yang meninggal secara wajar, telah berumah tangga, bujangan, dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal.

Kemudian, Sema Muda khusus untuk bayi yang meninggal dan dikubur. Sementara pemakanan Sema Bantas khusu untuk orang yang meninggal disebabkan kecelakaan dan harus dikubur.

Di sekitar Kuburan Truyan terdapat Pura Dalem yang terletak di pinggir danau yang sering dikunjungi untuk melakukan persembahyangan. Pura ini juga menjadi salah satu obyek wisata ketika wisatawan berkunjung di Kuburan Trunyan karena lokasinya bersebelahan.

Selain itu juga wisatawan bisa bersantai di sekitar pinggir Danau Batur atau bahkan mendaki Gunung Batur.

Desa yang berisi masyarakat Bali Mula ini berada di dataran tinggi di sekitar kaki Gunung Batur, tepatnya di Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 kilometer dari Denpasar.

Suasana di desa tersebut amat tenang dan asri, selain itu juga udara yang sejuk karena berada di dataran tinggi. Berbeda dengan kedua desa sebelumnya, Desa Penglipuran punya keunikan tersendiri.

Yakni rumah-rumah penduduk di sana nampak seragam di bagian depan rumah. Sehingga wisatawan pun dapat melihat keindahan desa ini sepanjang lorong desa begitu rapi juga cantik.

Anda bisa berjalan melalui lorong ini yang menanjak ke atas. Lalu juga membagi desa ke tiga bagian sesuai konsep Tri Hita Karana (hubungan manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan).

Hal lain yang tak kalah uniknya adalah tidak memperbolehkan kendaraan mobil atau motor masuk ke dalam desa. Sehingga kendaraan pun harus diparkir di lahan parkir.

Sementara untuk aturan adat, sama halnya seperti di Desa Tenganan, masyarakat di sana melarang laki-laki memiliki istri lebih dari satu.

Tak perlu khawatir untuk datang ke sana, sebab masyarakat di sana pun begitu ramah. Bahkan bisa jadi mereka akan menawarkan wisatawan untuk mampir masuk ke dalam rumah.

******************

Mau merasakan liburan seru ke Pulau Bali? Kali ini liburannya gratis dan ke destinasi anti-mainstream! Selama empat hari tiga malam, seluruh biaya peserta sudah ditanggung. Termasuk tiket PP Jakarta-Bali, transportasi lokal, hotel, konsumsi, dan beragam aktivitas seru. Juga raih kesempatan memenangkan hadiah smartphone OPPO F5.

Caranya mudah, ikuti photo competition 'Unforgettable Journey'. Klik link ini.

https://travel.kompas.com/read/2018/01/15/063800127/ini-tiga-desa-adat-di-bali-yang-bisa-anda-kunjungi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke