BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan MLDSPOT Content Hunt 2
Salin Artikel

Mengenal Filosofi Zen Lebih Dekat dari Kedai Kopi

Meskipun demikian, meja, kursi, dan barang-barang lainnya ditata sedemikian rupa sehingga pengunjung tetap bebas bergerak dalam ruang yang terbatas.

Sudah begitu, harmoni dari interior dan eksterior berwarna senada membuat nyaman siapa pun yang memandangnya.

Si pemilik rupanya paham betul bagaimana menyiasati keterbatasan ruang kedai kopi bernama Butfirst Coffee yang terletak di Pelapas Dharmawangsa, Jakarta, itu. Dengan cermat, ia menghadirkan filosofi zen di dalamnya.

“Gue tertarik sekali dengan desain Jepang. Mereka selalu menghadirkan unsur zen. Gue juga senang dengan budaya taoisme atau seni keheningan dari China,” ujar Rizki Firdaus, pemilik kedai kopi itu.

Unsur zen yang dibicarakan Rizki bukanlah tren baru. Itu filosofi yang sejak dulu dipakai oleh warga negera Jepang. Tujuannya memang menata isi ruangan sehingga selaras dengan rumah mereka—yang luasnya biasanya selalu terbatas.

Dengan memakai filosofi tersebut, orang Jepang biasa membuat rumahnya menjadi benar-benar rapi, dan efisien.

Mereka sering kali membuat siapa pun terkagum-kagum, misalnya, karena meja kecil ruang tengah bisa dilipat, atau pintu sekat pada sudut bisa berubah fungsi menjadi lemari saat digeser.

“Keseharian gue, pergi ke mal dan kantor, sudah sangat menyita waktu. (Karenanya) pergi ke kedai kopi bagi gue (itu) untuk me-time,” ujar Jessica, salah satu pengunjung.

Oleh karena alasan itulah, bukan hanya kopi yang dicari dari sebuah kedai bagi Jessica, melainkan ambiance supaya ia bisa menyegarkan pikirannya kembali.

Setali tiga uang dengan Jessica, Mario yang merupakan pengunjung lainnya mengungkapkan hal serupa. Lelaki ini hampir tiap pagi datang ke Butfirst Coffee untuk meluangkan waktu, duduk di bangku yang terletak di pelataran.

“Gue senang (dari bangku) di luar bisa kena matahari, tapi udaranya tetap adem,” ujarnya.

Konsep yang dihadirkan Rizki memang sudah dipikirkan betul. Dia bercerita bahwa kedai kopi yang dia mau buat diharapkan bisa menjadi lebih intim dengan pengunjung. Dengan begitu, tempat tersebut bisa jadi bagian dari cerita hidup para pengunjungnya.

“Semua orang punya cerita hidup, kami ingin jadi local coffee shop-nya mereka. (Kami ingin) bisa jadi tempat ketiga bagi mereka selain rumah dan kantor,” tambahnya.

Tak tanggung-tanggung, untuk menghadirkan keintiman itu, Rizki juga menguatkan konsep kearifan budaya lokal dengan menggandeng beberapa seniman Indonesia.

Informasi yang dikumpulkan dari mldspot.com, Butfirst Coffee memakai mug karya Tommy Ignatius, seniman sekaligus dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Selain itu, taplak meja yang dipakai berasal dari seniman asal Yogyakarta, Nuraini.

Tempat mencari inspirasi

“Butfirst Coffee (mungkin) tak terlalu besar (sebagai tempat ngopi) tapi punya ambiance yang asyik banget. Bukan hanya dari penyajian kopi, melainkan juga playlist (dan suasananya),” kata Arif.

Bahkan, karena suasana itu, menurut Arif, kedai tersebut berhasil membangun semangatnya untuk mencari inspirasi.

“Tempat ini bisa mendatangkan inspirasi buat gue saat duduk meskipun hanya sekadar minum kopi atau baca buku,” ujarnya lagi.

Cerita Arif membuahkan hasil. Tempat yang ia daftarkan itu keluar sebagai pemenang kategori Inspiring Place.

Butfirst Coffee mungkin bukan satu-satunya. Seperti Arif, Anda juga bisa berbagi cerita untuk memberi tahu tempat-tempat yang tak kalah menarik dalam penyelenggaraan MLDSpot Content Hunt Season 2.  Siapa tahu, tempat yang didaftarkan dapat pula menginspirasi lebih banyak orang lagi.

https://travel.kompas.com/read/2018/04/30/093500927/mengenal-filosofi-zen-lebih-dekat-dari-kedai-kopi

Bagikan artikel ini melalui
Oke