Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gua Cokro, Menikmati Hutan Stalaktit dan Kamar Pengantin di Perut Bumi

Padahal obyek wisata yang dikelola mandiri oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) 'mekars' ini menyuguhkan keindahan gua vertikal yang tak kalah dengan Gua Jomblang di kawasan Semanu.

Untuk masuk ke Gua Cokro membutuhkan nyali yang tinggi, karena untuk masuk ke dalam goa harus menggunakan tali, dengan menuruni kedalam yang mencapai 18 meter.

Lubang goa vertikal yang memiliki diameter 1 meter dengan panjang 1,5 meter mirip sumur. Sebelum masuk gua, pengelola melakukan briefing kepada pengunjung tentang apa saja yang perlu diikuti saat masuk ke dalam gua. 

Pengunjung diarahkan mengenakan wearpack khusus, helm dan sepatu. Setelah semua selesai, maka pengunjung diajak memasuki gua.

Di mulut gua sudah menunggu dua orang pemandu. Yang satu memasang karabiner, dan yang lain menyiapkan tali.

Tak perlu takut turun, mereka sudah dilatih khusus. Setelah semua siap, pengunjung diturunkan, saat turun merasakan sensasi tersendiri karena lubang cukup sempit dan masuk ke ruangan cukup luas.

Di bawah sudah menunggu dua orang pemandu lainnya yang sudah turun terlebih dahulu. 

Jika cuaca cerah maka saat masuk akan disambut cahaya sinar matahari yang masuk dari lubang lainnya berada 50 meter dari lubang masuk atau sering disebut cahaya surga.

Setelah seluruh rombongan masuk ke dalam gua, maka pengunjung diajak menyusuri masuk ke dalam. Pertama masuk ke arah kanan, dengan menyusuri tanah becek dan ruangan gelap, dengan udara dingin pengunjung diajak menyusuri perut bumi.

Memang menurut Ketua Pokdarwis Purwanto, untuk bisa masuk harus rombongan. Tidak bisa satu orang, minimal 10 orang dengan biaya Rp 1.000.000 seluruhnya.

Saat menyusuri gua harus melalui pinggir, tidak boleh melewati tengah karena dikhawatirkan ada batuan stalakmit jatuh.

Setelah berjalan beberapa saat pengunjung diajak berhenti kebatuan yang membentuk kepala singa.

Lalu masuk lagi ke dalam terdapat hamparan stalakmit dan stalaktit yang cukup indah. Salah satu ruangan diberi nama kamar pengantin.

Lalu kembali ke ruangan tengah dan masuk ke ruangan kiri yang dikenal dengan hutan stalaktit.

"Sebenarnya goa ini memiliki keindahan lainnya yang tidak dimiliki tempat lain, salah satunya keindahan stalaktit," kata Purwanto saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (30/4/2018).

Purwanto bersama 17 orang warga sekitar mengelola destinasi wisata minat khusus tersebut.

Diakuinya meski sudah dikelola sejak 2010, namun gua ini belum banyak dikunjungi wisatawan.

Kendala yang dihadapi selain kurangnya peralatan, juga infrastruktur yang ada belum memenuhi standar. Seperti jalan masik cor rabat, dan jalan bebatuan. "Kami juga belum memiliki parkir yang representatif," katanya.

Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi mengatakan, pihaknya melalui dinas pariwisata berkomitmen untuk mendorong masyarakat mengembangkan potensi di wilayahnya masing-masing.

Untuk Gua Cokro diharapkan pengunjung dan masyarakat tidak merusak kondisi goa.

"Gua ini sebagai salah salah satu destinasi konservasi, artinya yang datang dibatasi dan harus sesuai protap," katanya.

"Yang tak kalah penting harus siap lahir dan batin. Lahir itu mengikuti protap seperti menggunakan pakaian, dan batin tidak merusak gua. Sebab, jika rusak terbentuknya lama hingga ratusan tahun, itupun jika masih diberikan kesempatan memperolehnya lagi," sambung Wahyudi.

Manager Georpark Gunungsewu Unesco Gobal Geopark, Budi Martono mengatakan, pengembangan Gua Cokro akan meniru pengembangan Gunung Api Purba Nglanggeran, di mana pemanfaatannya tidak merusak alam dengan memaksimalkan potensi yang di dalamnya.

Dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan Bupati Gunungkidul terkait pengembangan Geosite Gua Cokro.

"Di dalam Gua Cokro ada spesies jangkrik, sungutnya panjang, berwarna putih karena tidak pernah terkena sinar, kalau beruntung bisa bertemu," katanya

Selain itu, pihaknya berharap kepada pengelola agar menjaga Gua Cokro dari tangan jahil wisatawan. Sebab, beberapa stalaktit rusak karena ada pengunjung yang masuk sendiri tanpa melalui pengelola.

"Gua Cokro dikenal oleh para geolog sebagai hutan stalaktit. Harus dijaga, karena beberapa waktu lalu ada kerusakan karena ada pengunjung yang masuk tetapi malah merusaknya," pungkas Budi Martono.

https://travel.kompas.com/read/2018/05/02/120700627/gua-cokro-menikmati-hutan-stalaktit-dan-kamar-pengantin-di-perut-bumi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke