Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berburu Makanan Tradisional untuk Berbuka Puasa di Argowijil

Pasar wisata kuliner ini buka setiap minggu pagi, namun selama bulan Ramadhan buka sore hari menjelang waktu berbuka puasa.

Menjelang sore, ratusan warga dari berbagai wilayah Kabupaten Gunungkidul mendatangi pasar yang terletak agak jauh dari pemukiman.

Jika dari kota Wonosari ke Nglipar, perempatan Dusun Karangtengah menuju ke arah Gading, di sana sudah ada papan petunjuk menuju pasar yang berdiri di atas tanah bekas pertambangan batu putih ini.

Puluhan pedagang berjejer di los pasar, mereka menjajakan makanan khas pasar tradisional tempo dulu seperti gelinding burung dara, krupuk warna, nasi jagung, botok manding, gatot, tiwul, gethuk, dan sejumlah makanan lainnya yang saat ini sulit ditemukan di pasar tradisional akan mudah ditemukan di Pasar Argowijil.

"Selama bulan Ramadhan kami membuka Pasar Argowijil sore hari, biasanya hanya buka minggu pagi," kata Lurah Pasar, Naryanto, Kamis (17/5/2018) petang.

Dia mengatakan Argowijil mengangkat konsep kuliner tradisional yang berbeda dari tahun sebelumnya.

Saat ini ada beberapa makanan tradisional berat, seperti tradisional luar Gunungkidul seperti pecel ponorogo. "Total untuk tahun ini yang daftar 90 orang pedagang yang berasal dari penduduk lokal," ucapnya.

Naryanto menjelaskan, untuk menambah daya tarik dan kenyamanan pengunjung, pihaknya membuat lampu dengan keranjang bambu, yang biasa untuk menaruh buah atau bunga.

Pasar tersebut dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Gari. "Di sini semuanya dikonsep untuk mengakomodir masyarakat sekitar," katanya.

Menurut Nuryanto, nama Pasar Argowijil memiliki arti bahwa Argo dalam bahasa Jawa adalah "gunung atau gunungan", sedangkan wijil itu merupakan nama kawasan tersebut.

Pada awalnya Gunung Wijil ditambang oleh masyarakat sekitar untuk bahan material membangun muhala sekitar tahun 1976-an.


Seiring berjalannya waktu penambangan menjadi aktivitas masyarakat sebagai mata pencaharian. Bahan tambang dipakai untuk kebutuhan material bangunan seperti bahan fondasi, bahan baku pembuatan gamping dan sebagainya.

"Gunung Wijil pada mulanya merupakan gunung yang tinggi menjulang. Di kawasan gunung banyak pepohonan. Karena aktivitas penambangan lambat laun menjadi daratan yang landai bahkan cekungan," katanya.

Sekitar tahun 2010 aktivitas penambangan mulai dihentikan oleh Pemerintah Desa, sebagai langkah antisipasi terhadap dampak kerusakan lingkungan yang lebih parah.

Pembangunan Pasar Ekologis Desa Gari pada lahan bekas tambang batu gamping seluas 6.639 meter persegi ditetapkan setelah mempertimbangkan hasil studi kelayakan Detailed Engineering Design (DED) yang dilaksanakan tahun 2015.

Pembangunan pasar tersebut menelan biaya APBN 2016 sebesar Rp 1,8 miliar. "Pasar ini diresmikan tahun 2017 lalu," ucapnya.


"Di sini cukup murah ya, bawa uang Rp 20.000 bisa kenyang," kata Herlambang Jati, salah seorang warga Sleman yang kebetulan bekerja di Gunungkidul.

Bagi yang tidak membawa pulang makanan, untuk menikmati makanan pengunjung disediakan kursi dan meja ditengah los pasar.

Saat memasuki buka puasa melalui pengeras suara, dan suasana temaram menambah hangatnya suasana. "Enak dimakan di sini, apalagi piringnya dari daun jati," kata Herlambang.

Makanan Tradisional yang banyak di Pasar Argowijil:

1. Semur Bonggol Pisang

Salah seorang penjual Semur Bonggol Pisang, Tumiyem mengatakan, bonggol pisang dibuat dari pohon pisang kepok.

Sebelum diolah diserut, direndam air dingin, lalu dibersihkan lagi, dan direbus. Setelah direbus, dibumbu sesuai selera. "Selain disemur bonggol pisang dimasak gudeg," kata Tumiyem.

"Kalau mau beli berapa pun bisa dilayani. Biasanya banyak dari luar daerah yang mencari masakan bonggol pisang," katanya.


2. Gelinding Burung Dara

Tumiyem mengatakan, gelinding burung dara cukup mudah pembuatannya. Burung dara ditumbuk dihancurkan, dicampur bumbu. Diberi kelapa muda, dibuat bulat, dan dikukus hingga daranya empuk. "Lebih enak kalau burung dara muda karena empuk," katanya.

Harganya cukup murah, per bijinya dijual Rp 2.000. Setiap hari bisa puluhan butir habis terjual. "Kalau hari Minggu ramai, selalu habis bawa puluhan butir," katanya.

3. Bothok Tawon

Salah seorang penjual bothok tawon, Saminem mengatakan, untuk membuat makanan yang dibungkus menggunakan daun pisang ini sama seperti bothok pada umumnya. Namun ada tambahan bahan tawon.

Dalam bothok, diberi isi tawon madu dewasa dan anakan dan dijual Rp 2.000 per bungkus. "Yang sulit mencari tawonnya, karena harus beli di Pasar Argosari, itupun kalau ada," katanya.

Bothok tawon biasanya disantap menggunakan nasi hangat atau dicampur sayur. "Bothok tawon dibeli untuk menu berbuka, di sini banyak yang suka. Ada yang beli lima bungkus malahan," kata Saminem.

https://travel.kompas.com/read/2018/05/19/170800227/berburu-makanan-tradisional-untuk-berbuka-puasa-di-argowijil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke