Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kegigihan Masyarakat di Balik Destinasi Wisata Populer Pulepayung

KULON PROGO, KOMPAS.com - Bukit Wisata Pulepayung berada di Bukit Menoreh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tempat wisata ini berada di Dusun Soropati, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap.

Jaraknya sekitar 45 menit berkendara dari Kota Wates, pusat Kulon Progo.

Pulepayung terkenal karena panorama dari ketinggian Menoreh yang menghadap ke arah Selatan. Dari sana terpampang danau Waduk Sermo yang dilingkungi hijau hutan suaka margasatwa, hutan rakyat, kebun-kebun kelapa, berakhir pada garis pantai Laut Selatan dan cakrawala.

Kesibukan pembangunan Bandara Udara New Yogyakarta International Airport di Kecamatan Temon juga terlihat dari ketinggian ini.

Paduan panorama itu menjadi latar belakang yang indah bagi hasil foto dan mengundang banyak komentar positif ketika dipajang pada laman media sosial. Pulepayung pun berkembang pesat jadi destinasi wisata swafoto, seiring perkembangan desa yang juga tumbuh banyak obyek wisata lain dengan konsep serupa.

Pulepayung mulai melayani wisatawan pada pertengahan 2017. Media sosial membuat terkenal obyek wisata ini. Pengunjung pun datang mayoritas dari luar Kulon Progo, utamanya DKI Jakarta dan Jawa Barat. Tidak sedikit dari luar Jawa.

Ini terlihat dari mobil-mobil yang parkir di sana berplat nomor luar daerah. Wisatawan mancanegara juga kerap datang, utamanya dari Singapura dan Malaysia.

Para Mantan TKI

Ada sekitar 35 kepala keluarga yang menghuni Dusun Soropati, Hargotirto. Sebagian besar bekerja sebagai penderes nira kelapa, petani tanaman empon-emponan seperti jahe dan kencur, dan pemilik kebun kayu batang keras. Pertanian ini ang berkembang di kontur Menoreh yang terjal dan ekstrem.

"Rumah-rumah di sini terisolir. Tidak ada yang mau ke sini. Mau ke sini (kebun empon dan kayu) harus lewat jalan setapak yang sulit," kata Eko Purwanto, pengelola Pulepayung, Sabtu (15/12/2018).

Penghasilan warga pas-pasan, ketika itu. Membuat gula kelapa dan hasil panen empon-emponan tak seberapa. Hasil dari kayu juga hanya Rp 5 juta-an tiap 5 tahun.

Kondisi ini membuat warga memilih mengadu peruntungan menjadi tenaga kerja Indonesia. "Orang di sini banyak mantan TKI. Sebanyak 80 persen karyawan sini (mantan) TKI. Ketua di sini TKI. Saya sendiri di Malaysia 3 tahun, bekerja sebagai foreman," kata Eko.

Keberhasilan kelompok tani dusun Mantep Makaryo Soropati meraih 2 penghargaan nasional di bidang agribisnis pada 2014, mengubah pandangan sejumlah pemuda. Dusun mereka mulai kedatangan banyak tamu.

"Mereka lalu lalang tanpa kenangan apapun," katanya.

Beberapa pemuda Soropati melihat banyak warga yang sudah tua yang tersisa, sedangkan anak-anak mereka bekerja di luar negeri. Kearifan lokal, seperti gotong royong hingga tradisi budaya Jawa bisa putus.

"Kasihan yang sepuh. Kami pun satu semangat, satu misi. Mari kita bikin lapangan kerja di kampung sendiri yang bisa menghasilkan terus menerus," katanya.

Kebetulan saat itu Hargotirto tumbuh beberapa obyek wisata panorama dari ketinggian. "Saat itu Kalibiru berkembang hebat," katanya.

Kalibiru destinasi panorama dari ketinggian yang tak jauh dari Soropati.

Sisi gunung di Soropati dianggap tak kalah dengan Kalibiru. Mereka pun membuat wisata panorama di sana.

"Hasil jadi TKI lumayan Mas. Tapi hasil dari ini (membuat Pulepayung) lebih bagus," katanya.

Keputusan itu agaknya tidak salah. Mereka bikin Pulepayung dari nama pohon Pule yang tumbuh di sana. Pohon jenis pohon perdu yang bisa digunakan untuk berteduh.

Mereka bangun kawasan wisata seluas 2 hektar milik 15 warga dusun. Mereka komitmen membangun dengan tidak mengupas lahan dan hanya memanfaatkan pupuk kompos warga. Mereka bekerja sama dengan ahli geologi UGM untuk memastikan pembangunan obyek wisata tidak merusak kawasan yang memang berbentuk jurang yang sangat terjal.

Seiring perkembangan swafoto, Kelompok Tani Mantep Makaryo terus menambah wahana atau spot swafoto. Semua wahana berdiri pada tonggak dengan cor cakar ayam.

Kini ada 9 spot dengan tema berbeda yang semuanya berlatar panorama Sermo hingga laut Selatan. Spot itu, Angkasa, Wolu, Jembatan Syurga, Lolipop, Wood Golf, Giant Swing, Flying Fox, maupun Mini Tree Top. Juga spot sepeda yang menjadi ikon Pulepayung.

"Selain itu ada terbaru Wood Golf dan Jogja Giant Swing, yang kami buka mulai Desember ini," kata Eko.

Pulepayung heboh di media sosial. Pengunjung bisa antara 250 - 800 orang per hari.

"Pengunjung dalam dan luar negeri beda tipis. Fifty-fifty," tambahnya.

Spot Angkasa salah satu yang paling disukai banyak orang. Pasalnya, pengunjung jadi lebih leluasa bergaya di luasan panggung 24x9 meter. Bahkan dalam jumlah orang yang banyak.

"Saya sering ke mari sambil membawa teman. Spot Angkasa paling menarik karena bisa bebas dan ukurannya besar. Bisa menampung banyak orang," kata Ana Septiani, karyawan pabrik di Kabupaten Bantul, DIY yang berumur 23 tahun.

Alhasil, warga dusun lah yang merasa diuntungkan. Masing-masing pemilik lahan dapat penghasilan tambahan antara Rp 6-15 juta per bulan lewat bagi hasil. Belum lagi bila mereka membuka rumah makan di sana. Destinasi juga menyedot 50 pemuda dusun jadi karyawan.

Belakangan, warga Soropati tengah mengembangkan diri jadi smart village. Konsep di mana semua potensi dusun, baik hasil tani, ternak, maupun turunannya, juga potensi wisata, didorong untuk terus dipasarkan secara online.

https://travel.kompas.com/read/2018/12/16/151400127/kegigihan-masyarakat-di-balik-destinasi-wisata-populer-pulepayung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke