Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menengok Bisnis Lapak Angpao Musiman di Tangerang

Jelang Imlek, kawasan-kawasan pecinan di sekitar Ibu Kota memang diramaikan oleh para pedagang pernak-pernik musiman. Uniknya, di Pasar Lama, kebanyakan dari mereka datang jauh-jauh dari Kuningan, Jawa Barat.

Berdasarkan pemantauan KompasTravel sejak Selasa (29/1/2019) siang, terdapat sekitar 20 lapak pernak-pernik Imlek di kawasan ini. Abah Pendi (63), salah seorang pedagang, malah mengklaim kalau  terdapat lebih dari 30 lapak. Semuanya berasal dari Kuningan.

“Ibaratnya kita mah sekampung, lain desa satu kecamatan lah. Yang dagang di sini nggak ada orang lain, anak-anak saya, keponakan saya, pokoknya satu kakek semua,” ujar Abah Pendi.

Ketika disambangi KompasTravel, lapak Abah Pendi tengah dijaga Yayan (31), menantunya. Lapak itu dipenuhi aneka angpao, sejenis rumbai-rumbai, layangan, hingga lampion. Hampir seluruhnya berwarna merah, dihiasi dengan figur binatang babi karena Imlek nanti merupakan peralihan ke Tahun Babi.

Yayan cukup sibuk melayani pembeli yang selalu menawar harga. Kesibukan tersebut mereda ketika Abah Pendi menunjukkan batang hidungnya.

“Dulu mah memang saya sendiri, cuma karena sekarang sudah tua jadi butuh bantuan, kecapekan,” tutur Abah Pendi.

Berkat Gus Dur

Abah Pendi mengaku telah berjualan pernak-pernik Imlek di sekitar Glodok dan Muara Karang, Jakarta sejak 1973. Saat itu, ia belum menggunakan modal sendiri, sehingga wajib menyetor setoran modal kepada bosnya yang berasal dari Medan.

Selain itu, jumlah dagangannya dulu sangat sedikit. Ia berjualan dengan cara menenteng dagangan seperti penjaja cangcimen (kacang, kuaci, permen) di bus antarkota.

“Dulu waktu (zaman) Pak Harto enggak bebas. Jadi dagang angpaonya juga sedikit. Sebetulnya jualan angpao saja enggak boleh, kalau ketahuan disita,” kenangnya.


“Saya mulai berani (dagang) banyak begini di Tangerang tahun 1999, sejak Presiden Gus Dur. Baru saya pakai modal sendiri," katanya.Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid merupakan presiden keempat RI (1999-2001) yang berani mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Inpres tersebut tidak mengizinkan perayaan kebudayaan Tionghoa, termasuk Imlek, secara terbuka. Sebagai gantinya, kiai yang dijuluki sebagai Bapak Tionghoa Indonesia itu menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 pada 17 Januari 2000.

Membeludaknya pernak-pernik yang seiring kebebasan merayakan Imlek sejak era Gus Dur membuat para pedagang sanggup meraup untung lebih banyak. Hal ini juga dirasakan Ambari (53), keponakan Abah Pendi.

“Lumayan menguntungkan, ya.  Ini kan usaha musiman, jadi harus total, dong. Kalau musiman kita harus melonjak, biasanya sih harus lebih dari 3 juta,” sebut Ambari.


Susah-Senang

Untuk menyetok barang dagangan, Yayan, Abah Pendi, maupun Ambari, sama-sama mesti bolak-balik ke Asemka, Jakarta Barat. Dari sana, mereka menyewa transportasi daring hingga ke Pasar Lama. Harganya tentu tak murah, namun dapat mencegah kemungkinan barang rusak.

Mereka biasanya menyetok ulang barang dagangan setiap lima hingga tujuh hari. Akan tetapi, tahun ini angka penjualan mereka menciut.

“Tinggal satu minggu, modalnya saja belum ketutup, nih. Kurang tau juga kenapa. Tahun kemarin masih agak lebih  bagus, karena pas hari-hari akhir (berjualan) banyak diborong,” keluh Abah Pendi.

Ambari sependapat. Menurutnya, dari tahun ke tahun dagangannya nyaris laris 100 persen.

“Kalau tahun ini sisa banyak, yah, gimana?  Imlek kan satu tahun sekali. Tiap tahun binatangnya sudah beda,” ujar Ambari merujuk pada layangan berbentuk babi yang ia jual.

Padahal, mereka bukan tanpa pengorbanan berdagang di Pasar Lama. Selama satu bulan hingga jatuhnya Imlek, mereka mesti tidur di kawasan pasar atau di trotoar tepi jalan.

Usai satu bulan berpeluh menjajakan pernak-pernik Imlek, mereka dan puluhan penjaja musiman lainnya akan kembali ke kampung halaman, semacam bedol desa ke Kuningan.

“Paling tanggal 5 malam nanti pulang ramai-ramai, jadi warga Kuningan lagi. Yang tadinya bercocok tanam, kembali bercocok tanam,” pungkas Yayan.

https://travel.kompas.com/read/2019/02/05/120300427/menengok-bisnis-lapak-angpao-musiman-di-tangerang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke