Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Itinerary 4 Hari 3 Malam di Tanjung Pinang

Tanjung Pinang merupakan ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Terletak tak jauh dari Batam dan Singapura, destinasi wisata ini tak sekadar menawarkan wisata kaya budaya dan sejarah, juga kekayaan kuliner khas.

Kompas.com berkesempatan menjelajahi Tanjung Pinang dalam kesempatan Familiar Trip Pulau Penyengat yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 26 - 29 November 2019 lalu.

Berikut ini itinerary empat hari tiga malam di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Mi Tarempa khas Tarempa, Kepulauan Anambas jadi yang pertama dicoba. Mi Tarempa punya cita rasa agak manis, sedikit rasa pedas, dan gurih.

Bentuknya mirip Mi Aceh, mi lebar yang diberi bumbu kemerahan. Ada tiga varian Mi Tarempa: goreng, tumis, dan basah yang bisa kamu coba sesuai selera. Ada tiga macam topping yang digunakan, daging sapi, ikan, dan seafood.

Tempat makan Mi Tarempa yang sempat Kompas.com kunjungi adalah di Rumah Makan Tarempa, Jalan D. I. Panjaitan, KM7, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Tak hanya Mi Tarempa, di sana kamu juga bisa mencoba makanan khas lainnya yakni nasi dagang dan luti gendang. Harganya bersahabat, hanya sekitar Rp 20.000 - Rp 25.000 saja per porsi.

Tujuan selanjutnya setelah perut kenyang adalah Vihara 1000 Patung. Vihara ini punya keunikan tersendiri.

Terletak di Jalan Asia-Afrika KM14, Vihara Ksitigarbha Bodhisattva memiliki banyak sekali patung Budha dengan berbagai ekspresi.

Konon katanya, ekspresi Budha ini mewakili penampakan Budha ketika berwujud manusia. Jumlah patung-patung ini tak sampai 1000, hanya sekitar 500 patung saja.

Konon, patung ini dipahat langsung di Cina oleh gadis muda yang belum menikah.

Tempat wisata ini bisa kamu kunjungi Selasa-Minggu pukul 07.30 - 17.00 WIB. Pengunjung hanya perlu membayar Rp 5.000 untuk turis lokal dan Rp 30.000 untuk wisatawan mancanegara.

Di hari kedua, kamu bisa menghabiskan seharian penuh di Pulau Penyengat yang memesona.

Di Pulau kecil yang terletak tak jauh dari pusat kota Tanjung Pinang ini, kamu bisa berwisata sejarah dan literasi kuno Melayu yang masih cukup terpelihara.

Kamu bisa mencapai Pulau Penyengat dengan menggunakan kapal pompong yang ada di dermaga Tanjung Pinang dengan membayar biaya sekitar Rp 7.000 per orang. Setelah itu, kamu perlu menyeberangi laut selama sekitar 20 menit.

Kompas.com kala itu berangkat dari Hotel Aston Tanjung Pinang sekitar pukul 05.00 WIB.

Tujuannya agar bisa menikmati matahari terbit dari kapal Pompong di tengah laut. Namun sayangnya, awan tebal menutupi pemandangan sunrise yang indah.

Kami mencapai dermaga Pulau Penyengat sekitar pukul 07.00 WIB. Banyak warung berjejer di sekitar dermaga. Kamu bisa mencoba salah satunya. Di sana, terdapat banyak makanan khas Melayu yang nikmat untuk dijadikan sarapan.

Untuk kegiatan wisatanya, kamu tak perlu ribet. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Penyengat memiliki sekitar 12 kegiatan yang bisa kamu coba.

Saat berkunjung ke Penyengat, Kompas.com berkesempatan mencoba sekitar tujuh kegiatan wisata, seperti sarapan khas Penyengat, mengikuti tur Masjid Raya Pulau Penyengat, tur sejarah Penyengat menggunakan sepeda.

Kemudian tur literasi Penyengat, mencoba masakan khas Melayu, bergurindam bersama warga, dan mencoba pakaian khas Melayu di Balai Adat.

Untuk bisa melakukan aktivitas wisata tersebut, kamu bisa langsung menghubungi Pokdarwis Penyengat untuk melakukan reservasi lebih dahulu. Kunjungan kami selesai sekitar pukul 17.00 WIB yang ditutup dengan menikmati teh tarik yang segar.

Di sini, kamu bisa menemukan berbagai jenis makanan mulai dari kwetiau goreng, nasi goreng, ayam bawang, berbagai olahan seafood, hingga goreng-gorengan yang unik.

Akau Potong Lembu bisa ditempuh sekitar 30 menit dari dermaga Tanjung Pinang menggunakan kendaraan pribadi.

Kami sampai ke sana sekitar pukul 20.00 WIB dan keadaan sudah sangat ramai. Agak sulit mendapatkan tempat duduk dan tak bisa dilakukan reservasi.

Kamu bisa berkeliling untuk memilih makanan yang ingin kamu coba. Tapi hati-hati, karena di tempat ini terdapat cukup banyak pedagang makanan non halal. Sebaiknya tanyakan lebih dulu pada pedagang untuk memastikan.

Di hari ketiga, kami memulainya dengan berwisata keliling Kecamatan Senggarang, sebuah daerah yang didominasi oleh etnis Tiochiu.

Di sini, terdapat banyak vihara bersejarah yang bisa kamu kunjungi. Salah satunya adalah Kuil Pohon Beringin atau The Banyan Tree Temple yang sudah sangat tua.

Kuil Pohon Beringin ini sesuai namanya, pintu masuknya dipenuhi akar pohon beringin. Dulu, bangunan yang sekarang jadi kuil ini adalah rumah kapitan Tiochiu pertama yang datang ke Senggarang.

Selain kuil tersebut, ada juga tiga serangkai klenteng tertua di Senggarang. Klenteng Dewi Macou atau Dewi Laut, Klenteng Dewa Bumi/Tanah, dan Klenteng Dewa Tai Ti Kong. Ketiga klenteng ini dipercaya telah ada sejak tahun 1880-an.

Kawasan Senggarang ini sangat unik. Wilayahnya yang berada di pesisir memiliki dermaga dan juga berbatasan langsung dengan laut.

Membuat banyak rumah yang telah berdiri sejak lama di sini berada di atas laut dan menggunakan pasak besar. Tak itu saja, rumah-rumah ini juga banyak yang masih bergaya tradisional dengan bahan kayu.

Rumah gambir jadi yang tertua. Rumah yang dimiliki oleh Keluarga Lim ini walaupun sudah sangat tua dan tak banyak berubah, tetap terlihat kokoh berdiri.

Kamu harus menyeberangi jembatan kayu yang agak reyot untuk bisa mencapai ke sana.

Selain itu, kamu juga bisa mengunjungi pabrik kecap nomor satu di Tanjung Pinang, yakni Kecap Cap Pagoda. Pembuatannya masih tradisional.

Menggunakan gentong-gentong yang berjejer di halaman, kecap difermentasi hingga menghasilkan rasa yang kaya. Kecap asin ini punya rasa yang nikmat, berbeda dengan kecap asin produksi pabrik.

- Makan Siang di Sup Ikan Aulia

Setelah puas berkeliling di Senggarang, saatnya mengisi perut. Kami berangkat dari Senggarang sekitar pukul 13.00 WIB. Sup Ikan Aulia yang terletak di Jalan MT Haryono No.27 ini jadi salah satu tempat favorit masyarakat Tanjung Pinang untuk menikmati sup ikan.

Kami mencoba dua macam sup ikan, yakni sup ikan yang hanya berisikan daging filet ikan dan sup ikan berisikan potongan kepala ikan. Dan yang kedua yang jadi favorit.

Rasa dari sup ikan ini cukup kuat, rasa gurih mendominasi semangkuk sup dengan kuah bening tersebut.

Selain potongan ikan bulat yang digunakan, terdapat juga irisan sawi asin yang semakin memperkaya rasa. Semangkuk sup ini dijual sekitar Rp24.000 - Rp32.000 per mangkuk. Sup ikan Aulia buka Senin - Sabtu pukul 07.00 - 17.00 WIB.

- Keliling Kota Lama

Setelah mengisi perut, sekitar pukul 14.30 kami pun berangkat menuju pusat kota Tanjung Pinang. Tujuannya untuk mengitari kota mencari jejak kolonial di Tanjung Pinang.

Kami mengunjungi beberapa tempat, mulai dari bekas benteng pertahanan Raja Haji Fisabililah yang berlokasi di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Midiyato, Tanjung Pinang.

Setelahnya, kami pun turun ke arah kota lama untuk mengunjungi Pusat Pemerintahan Gubernur Kepulauan Riau, lalu beranjak ke bekas Gedung Hiburan Belanda.

Sejak dibangun pada 1928, gedung ini digunakan untuk tempat hiburan orang Belanda.

Sampai akhirnya berubah menjadi Sekolah Rakyat Menengah Chung Hwa Riau, dan akhirnya hingga saat ini dikenal sebagai Sekolah Bintang untuk SD dan SMP.

Setelahnya kami berjalan menyusuri jalanan kota yang cukup sepi, untung saja cuaca tak terlalu panas hari itu bahkan cenderung mendung.

Selanjutnya kami pun menapaki Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah. Di sini, kamu bisa menemukan berbagai koleksi sejarah Melayu di Tanjung Pinang dan Penyengat. Biaya masuknya gratis.

- Makan Malam di The Manabu

Setelah berkeliling kota tua, kami pun beristirahat sebentar di Hotel Aston Tanjung Pinang. Setelah melepas lelah, sekitar pukul 17.30 kami berangkat untuk mencari makan malam.

Tujuan kami adalah restoran The Manabu yang terletak di sekitar kota lama, menghadap ke laut dari ketinggian dengan pemandangan gedung Gonggong dan Pulau Penyengat yang indah.

Sayangnya, saat itu momen sunset tertutup oleh tebalnya awan.

Di sini kamu bisa memilih untuk duduk di area indoor atau outdoor. Area outdoor lebih unggul rasanya karena menawarkan desain yang menarik, tempat duduknya dikelilingi pepohonan dan berada di balkon.

Dengan begitu, sambil menunggu makanan bisa sambil foto-foto dengan pemandangan laut yang indah.

The Manabu menyediakan berbagai macam makanan mulai dari yang tradisional dan khas Melayu, hingga makanan western. Kami pun mencoba berbagai macam makanan di sana.

Beberapa di antaranya adalah ikan kakap steam, udang goreng oatmeal, dan tom yum.

Tempatnya tak begitu besar, berada di pelataran rumah sang pemilik, tapi tetap nyaman.

Ada beberapa macam kopi sekanak yang bisa kamu pesan, yaitu kopi tujuh rempah, sembilan rempah, dan 11 rempah. Itu menunjukkan kekuatan rasa kopi yang kamu inginkan.

Jika merasa pecinta kopi, tak ada salahnya memesan kopi 11 rempah.

Rasa kopi sekanak sangat unik. Kopinya sendiri dicampur dengan susu kambing dan disajikan dengan segelas kecil seduhan kopi asli.

Rasanya nikmat, memberikan sedikit rasa hangat dan harum rempah-rempah yang khas. Untuk mencobanya, kamu harus merogoh kocek sebesar Rp10.000 - Rp50.000 untuk satu set kopi rempah.

Kami berangkat sekitar pukul 08.00 dari hotel dan langsung menuju ke kota lama, tepatnya Pasar Tanjung Pinang.

Di pasar tradisional ini kamu bisa menemukan banyak sekali toko yang menjual oleh-oleh khas Tanjung Pinang.

Ada beberapa oleh-oleh yang bisa kamu beli. Kebanyakan berupa aneka kerupuk dari ikan dan hewan laut lainnya.

Namun yang paling wajib kamu coba adalah kerupuk gonggong. Kerupuk dari kerang khas Tanjung Pinang punya rasa yang cukup unik, sedikit gurih dan agak manis khas daging gonggong.

Tak itu saja, kamu juga bisa mencoba dendeng sotong yang ternyata punya rasa gurih dan sedikit pedas yang khas.

Rombongan kami pun menyempatkan diri untuk membeli otak-otak bakar khas Tanjung Pinang. Otak-otak yang dibakar dengan daun ini berbeda dengan otak-otak serupa yang sering kita temukan. Otak-otaknya berwarna merah muda yang berasal dari bumbu campuran.

Ada tiga jenis otak-otak, yang original atau tidak pedas, yang pedas, dan otak-otak pedas dengan campuran daging sotong. Jenis yang terakhir jadi favorit kami.

Di kedai ini, menyediakan banyak sajian campuran India dan Melayu yang khas. Di antaranya ada roti prata kosong, roti prata isi daging, dan asma rujak.

Roti prata isi daging jadi yang menonjol. Bentuk dan rasanya mirip martabak dengan tekstur yang lebih kenyal.

Cara makannya dengan dicocol ke saus yang agak asam. Asma rujak pun wajib dicoba. Rasanya segar dengan sedikit manis yang berasal dari daging kepiting yang tersembunyi di sana.

Selain disuguhi dengan lezatnya rasa makanan, kamu juga bisa menikmati keriuhan kedai yang masih memiliki desain kuno yang memberikan kesan tersendiri.

Kedai ini juga selalu ramai, apalagi di waktu sarapan dan makan siang. Terkadang orang harus bergantian untuk menunggu tempat duduk kosong.

Setelah perut terisi penuh, waktunya pulang. Rombongan kami pun langsung menuju ke Bandara Raja Haji Fisabililah untuk pulang kembali ke Jakarta menggunakan penerbangan pukul 13.10 WIB.

https://travel.kompas.com/read/2020/01/07/185000627/itinerary-4-hari-3-malam-di-tanjung-pinang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke