Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Arak Bali Dibuat?

Perbekel Desa Tri Eka Buana I Ketut Derka mengatakan, setiap arak bali yang dihasilkan memiliki perbedaan dalam pemilihan bahan dasar sebelum proses pengolahan.

"Walau arak bali tidak ada jenis, tapi ada perbedaan dari pemilihan pohon yang digunakan," katanya saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/2/2020).

"Ada beberapa daerah yang tidak menggunakan pohon kelapa, tetapi pakai pohon enau (aren)," lanjutnya.

Derka mengatakan, Bali memiliki beberapa tempat yang terkenal akan pembuatan arak yang nikmat.

Beberapa tempat tersebut seperti Desa Tri Eka Buana, Desa Bebandem, dan Desa Abang di Kabupaten Karangasem. Kemudian di daerah Kabupaten Buleleng.

Dari setiap daerah tersebut, masing-masing memiliki pilihan jenis pohon berbeda. Bahkan, ada juga daerah yang menyadap nira dari pohon ental (lontar).

Kendati demikian, Derka mengatakan, arak Bali paling populer dan diminati wisatawan serta masyarakat lokal adalah arak dari nira pohon kelapa.

Alasannya, masyarakat setempat lebih sering memanfaatkan nira pohon lontar. Untuk proses pengambilan nira biasanya dipanen hanya 1 x 24 jam.

Sebab, fermentasi nira yang lebih lama saat di pohon dapat menghasilkan alkohol alami.

"Media yang dipakai dalam penyadapan itu serabut kelapa. Fermentasinya cukup lama, sehingga wayah (matang/tua), beralkohol," tutur Chef Gede Yudiawan, Sabtu (15/2/2020).

Setelah nira turun dan difermentasi di atas, lanjut Yudiawan, di bawah juga ada proses fermentasi selama 6 – 12 jam.

Nira yang baru diturunkan akan ditempatkan di dalam sebuah panci besar yang nantinya dapat menghasilkan 20 botol arak kecil berukuran 600 ml.

Panci tersebut akan diletakkan penutup yang memiliki lubang sebesar bambu penyuling. Kemudian bagian pinggirnya ditutup menggunakan lem.

Lem yang digunakan terbuat dari buah lontar. Adapun lem tersebut berfungsi agar uap yang keluar saat nira direbus tidak tersebar.

Proses penyulingan disarankan menggunakan bambu, bukan pipa plastik. Sebab, proses penyulingan akan memengaruhi rasa arak.

Penyulingan menggunakan bambu akan memberi arak rasa lebih halus dan enak. Sementara penggunaan pipa plastik, maka menghasilkan rasa plastik.

Bambu yang digunakan juga harus memiliki panjang minimal 8 meter.

"Apinya harus rendah, (bambu) penyulingannya panjang. Kalau di sini (Desa Les) pakai kayu bakar, tidak pakai kompor," tutur Yudiawan.

Namun, para petani biasanya melakukan sadapan nira pohon kelapa sehari dua kali dalam satu pohon.

"Petani arak mencari tuak (nira), lalu saat turun dikumpulkan dalam gentong sebesar 80–90 liter," tutur Derka.

"Setelah terkumpul, dikasih serabut kelapa dan dimasukkan ke dalam tuak untuk proses fermentasi selama 2–3 hari," lanjutnya.

Kendati menggunakan serbuk kelapa, Derka mengatakan, petani arak juga kerap menggunakan kulit kayu bayur atau kutat.

Dari ketiga media fermentasi tersebut, ada proses yang harus dilewati sebelum dimasukkan ke dalam nira.

Baik serabut kelapa, kulit kayu bayur, dan kutat harus dikeringkan terlebih dahulu selama 14–20 hari.

Setelah kering, ketiganya akan dihaluskan dengan cara dipukul menggunakan sebongkah kayu di atas batu. Setelah lembut, kemudian digunakan sebagai media fermentasi.

Seusai masa fermentasi selama 2–3 hari, nira akan berubah rasanya dari manis hingga sedikit keras, karena kadar alkoholnya meningkat.

"Penyulingan dari pagi jam 5–5 sore. Apinya juga tidak boleh besar. Kalau pertama, karena air tuak dingin, bisa lebih besar apinya," kata Derka.

"Setelah tuak mendidih, diatur api dari kayu bakarnya hingga mengecil supaya rasa dari arak bagus,” kata Derka.

Sama seperti Desa Les, proses penyulingan arak di Desa Tri Eka Buana juga masih mengedepankan cara tradisional, yakni dengan memanfaatkan bambu.

Meski begitu, Derka mengatakan, di desanya penggunaan bambu tidak memiliki aturan khusus terkait ukuran panjang.

Sebab, bambu tidak terlalu berpengaruh dengan rasa arak, melainkan memperpanjang proses penguapan.

Pemilihan pohon dengan ciri khusus

Selain itu, pohon lontar yang memiliki tinggi 15–20 meter menjadi primadona para petani nira.

"Pohon lontar yang tinggi-tinggi menghasilkan kuantitas lebih banyak dan kualitas yang bagus. Cuma perjuangannya cukup berat," kata Yudiawan.

Sementara untuk pohon kelapa, Derka mengatakan, yang akan menghasilkan nira bagus adalah yang memiliki daun sedikit elastis. Bunga pohon kelapa juga tidak besar atau kecil.

"Tinggi pohon kelapa tidak berpengaruh dengan rasa tuak yang dihasilkan," tutur Derka.

Selain dikonsumsi oleh beberapa petani di Bali saat pagi hari sebelum pergi ke sawah, arak juga dapat diminum di malam hari untuk menghangatkan dan menyegarkan tubuh.

"Makanan yang bisa dikonsumsi bersama arak itu biasanya orang minum sehabis makan daging," Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem I Ketut Sedana Merta, Minggu (9/2/2020).

Arak bali kini sudah dilegalkan melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali.

Aturan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur Bali I Wayan Koster pada Kamis (6/2/2020). Peraturan yang telah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri tersebut.

Koster berharap, minuman fermentasi khas Bali seperti arak, tuak, dan brem dapat dijadikan sebagai kekuatan ekonomi baru berbasis kerakyatan dan kearifan lokal.

https://travel.kompas.com/read/2020/02/23/220500727/bagaimana-arak-bali-dibuat-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke