KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menanggapi rencana pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta yang akan kembali seperti semula, mulai Senin (14/9/2020).
Menurut dia, pengetatan PSBB kembali seperti awal akan berdampak lebih parah bagi sektor pariwisata, salah satunya hotel dan restoran.
"Dampaknya pasti ada, tapi yang ini pasti akan lebih parah. Kenapa? Karena pandemi ini bukan baru terjadi, sudah dari Maret, kemudian pelonggaran PSBB kemarin dengan protokol kesehatan belum memulihkan semua sektor bisnis," kata Maulana saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/9/2020).
Ia juga mengungkapkan bahwa selama Covid-19 masih ada, sektor pariwisata pasti akan terhambat karena orang masih akan khawatir untuk bepergian di tengah pandemi.
"Padahal, transisinya sudah, SIKM juga sudah enggak ada, kemudian harga pun murah-murah semuanya. Tetap saja enggak ada yang bergerak. Pergerakan itu cuma overland, itu juga ke destinasi terdekat. Yang bergerak kan banyak di daerah Pulau Jawa, kan begitu," ujar Maulana.
Selama transisi berlangsung, ia mengaku bahwa mulai ada wisatawan yang kembali bepergian, tetapi dalam jarak dekat Jakarta, seperti ke Puncak Bogor dan Bandung.
Okupansi rata-rata hotel tidak bisa dikatakan terjadi kenaikan selama transisi
Khusus masalah di bidang perhotelan, terkait okupansi selama masa transisi, menurut dia, tidak ada kenaikan. Hanya hotel-hotel bintang tiga ke atas yang mengalami kenaikan okupansi.
"Karena mereka memakan rate-nya hotel-hotel bintang tiga ke bawah. Jadi hotel bintang tiga ke bawah itu justru okupansinya kecil," sambung dia.
Ia melanjutkan, persepsi terjadi kenaikan okupansi hotel itu kurang tepat karena rata-rata okupansi hanya 20 persen.
"Katakan 20 persen, terus dua long weekend kemarin itu katakan bisa 40-60 persen. Itu average room rate-nya turun 50 persen rata-rata," imbuh Maulana.
Belum semua hotel dan restoran di DKI dibuka
Alasan berikutnya mengapa PSBB ketat kali kedua ini akan berdampak lebih parah bagi sektor hotel yaitu belum semua hotel dibuka kembali di Jakarta.
"Masih banyak yang tutup. Dampaknya apa? Tenaga kerjanya belum terserap. Ini yang terjadi saat ini," ujar Maulana.
Kemudian, ia juga membicarakan hal yang sama terkait restoran di Jakarta. Banyak restoran yang akhirnya tutup kembali karena berada dalam mal atau pusat perbelanjaan.
Kekhawatiran orang untuk pergi ke mal pun masih amat dirasakan para pekerja restoran dan mal.
Ia menyebut bahwa hanya sekitar 20-30 persen pengunjung yang datang yang membuat restoran memilih tutup kembali.
Ia juga menjelaskan, belum semua hotel buka 100 persen. Artinya, banyak hotel yang sudah membuka kembali operasionalnya, tetapi hanya rata-rata 25 persen atau dalam arti lain belum buka sepenuhnya.
Hal tersebut karena pihak hotel masih merasa keberatan dari adanya penarikan pajak dan sejumlah beban lainnya.
Menurut Maulana, pengusaha hotel masih dibebankan dengan pajak, sekalipun usahanya tidak berjalan.
"Jadi dia bukanya enggak semuanya, karena dia udah nurunin daya listrik. Makanya saya bilang, hotel itu buka bukannya mau nyari untung lho, tapi dia nyari subsidi yang paling kecil. Itu aja yang mereka lakukan, umumnya hotel memberlakukan seperti itu," imbuh dia.
https://travel.kompas.com/read/2020/09/11/101000127/phri-psbb-total-akan-berdampak-lebih-parah-bagi-hotel-dan-restoran