Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wisata De Djawatan Banyuwangi, Ada 805 Pohon Berumur 150 tahun

BANYUWANGI, KOMPAS.com – Wisata De Djawatan yang ada di Desa Benculuk, Kecamatan Cluring, Banyuwangi sudah mulai dikunjungi banyak wisatawan. Mereka datang dari berbagai daerah, mulai dari Jember hingga Lumajang.

Para wisatawan bergantian masuk ke tempat wisata itu setelah sebelumnya ditutup karena pandemi Covid-19 pada 12 Maret-21 Juli 2020.

Tiba di pintu depan, wisatawan harus mengikuti protokol kesehatan, seperti cek suhu tubuh dan memakai masker. Mereka juga harus membayar tiket masuk Rp 6.000.

Memasuki hutan De Djawatan, pengunjung langsung pohon trembesi yang menjulan tinggi dan rindang. Tulisan De Djawatan menjadi spot selfie pertama ketika memasuki tempat ini.

Berfoto memang seolah menjadi kewajiban di sana karena tempatnya memang instagramable, sehingga pas menjadi latar belakang foto.

“Ini kunjungan saya yang pertama ke De Djawatan. Cocok banget bagi yang suka foto,” kata seorang wisatawan asal Lumajang bernama Olivia Heluri Yolanda kepada Kompas.com.

Perempuan yang juga duta wisata raka-raki Jawa Timur itu menikmati keindahan hutan De Djawatan. Di sana, dia mengelilingi hutan yang sejuk. Bila lelah berjalan kaki, transportasi tradisional berupa dokar telah tersedia.

Sejarah De Djawatan, Tempat Kejayaan Perum Perhutani 

Manajer De Djawatan Bagus Joko mengatakan bahwa sejak akhir 2017 lalu, dirinya sudah mulai melirik De Djawatan sebagai tempat wisata. Pihak Perhutani lalu melakukan observasi dan uji.

Setelah dinilai cukup kuat menjadi tempat wisata, pihaknya mulai berani memperkenalkan wisata rintisan tersebut. Tempat wisata itu baru dibuka pada Juni 2018.

Nama De Djawatan digunakan untuk mengingatkan seluruh masyarakat bahwa lokasi itu merupakan tempat kejayaan Perum Perhutani.

“Kalau Perhutani dulu, namanya Djawatan Kehutanan. Selain itu, akses pintu masuk ke lokasi De Djawatan merupakan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Namanya Djawatan PT KAI. Untuk membuat tempat itu menjadi kenanangan, kami pilih nama De Djawatan,” kata Bagus.

Adapun, tempat wisata itu memang mengunggulkan panorama pepohonan trembesi raksasa. Pihak pengelola pun tidak menyediakan sarana wisata buatan dan tetap mempertahankan keasrian hutan.

“Kalau ingin foto dengan latar belakan seperti hutan vangor dalam film Lord of The Rings, ini tempatnya,” imbuh dia.

Bagus melanjutkan. ada sekitar 805 pohon yang sudah berumur sekitar 100-150 tahun. Pohon tersebut dengan keliling antara 400-500 centimeter (cm). Jika keliling pohon 400 cm, maka diameternya bisa 1,5 meter-2 meter.

Pohon tersebut berada di lahan wisata seluas sembilan hektar. Sayangnya, pohon trembesi mudah rapuh dan patah. Oleh karena itu, pengelola selalu melakukan pemeliharaan secara berkala demi keamanan pengunjung.

Hadirnya wisata De Djawatan pun memberdayakan warga sekitar. Mereka bisa menjalin kerja sama dalam pengelolaan, seperti petugas parkir, makanan, dan ada dokar yang dimanfaatkan untuk melengkapi wahana yang ada. 

Wajib patuhi protokol kesehatan

Saat ini, De Djawatan sudah dibuka setelah sempat tutup akibat pandemi Covid-19. Para wisatawan pun sudah berkunjung lagi.

“Pada hari biasa, mencapai 300 kunjungan, sedangkan di hari libur, yakni Sabtu dan Minggu, bisa mencapai 500 hingga 1.000 wisatawan," ujar Bagus. 

Namun, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memberlakukan pembatasan pengunjung sampai 500 orang. Untuk mengatasi itu, wisata dibuka pukul 07.00 hingga 12.00 WIB. Kemudian pukul 13.00 sampai 17.00 WIB.

“Harapannya pengunjung yang datang awal sudah terurai, sehingga tidak ada penumpukan,” ujar dia.

Semua pengunjung wajib mengikutui protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Bila tidak, maka dilarang masuk. 

Jika ada pengunjung melanggar, mereka akan langsung ditindak karena De Djawatan bekerja sama dengan Satgas Covid-19 dan puskesmas terdekat. 

https://travel.kompas.com/read/2020/11/21/111100827/wisata-de-djawatan-banyuwangi-ada-805-pohon-berumur-150-tahun

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke