KOMPAS.com - Ritual menyucikan diri menjelang Ramadhan masih dilakukan oleh sejumlah masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah tradisi kuramasan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Adat Miduana, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Malamang, Tradisi Minangkabau untuk Kebersamaan Jelang Ramadhan
Mengenal Dugderan, Tradisi Sambut Ramadhan di Kota Semarang
Tradisi kuramasan ini hampir serupa dengan padusan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hingga saat ini, masyarakat setempat tetap melestarikan tradisi turun temurun tersebut.
Apa itu kuramasan?
Tradisi kuramasan dilakukan dengan mandi besar atau keramas, sehingga bernama kuramasan seperti dikutip dari Tribun Jabar (24/3/2022).
Tradisi leluhur ini dilakukan oleh penduduk Kampung Adat Miduana, yang berlokasi di Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Ritual kuramasan berlangsung di Sungai Cipandak, yang membelah kampung adat tersebut.
Biasanya, ritual ini dilakukan menjelang bulan Ramadhan. Untuk tahun ini, masyarakat Kampung Adat Miduana telah mulai menyelenggarakan kuramasan pada Kamis (24/3/2022) lalu.
Sejak pagi hingga tengah hari, para warga mendatangi Sungai Cipandak, baik sendiri-sendiri maupun berkelompok. Sebelum prosesi mandi massal ini, warga memanjatkan niat dan doa yang dipimpin oleh pemimpin adat setempat.
Selanjutnya, mereka turun ke Sungai Cipandak tanpa melepas baju. Setelah selesai mandi, warga sekaligus membersihkan sungai dari sampah dengan mengangkatnya ke pinggiran sungai.
Rangkaian Kuramasan dilanjutkan dengan kegiatan makan bersama yang disebut dengan mayor di tepi sungai. Semua rangkaian kuramasan itu dilakukan dengan gotong royong penuh suka cita oleh masyarakat Kampung Adat Miduana.
Makna kuramasan
Tradisi kuramasan mengandung makna menyucikan diri menjelang bulan suci Ramadhan. Bagi warga adat Miduana, Ramadhan adalah bulan yang sangat sakral dan agung.
Dengan demikian, penting membersihkan diri secara lahir dan batin menyambut bulan suci. Harapannya, warga Kampung Adat Miduana dapat menjalani bulan Ramadhan dengan kondisi suci secara lahir dan batin.
Makna kuramasan ini sejalan dengan tradisi padusan yang digelar oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Kampung Adat Miduana
Berdasarkan informasi dari Tribunnews, (5/1/2022), Kampung Adat Miduana secara administratif berada di Kabupaten Cianjur. Namun, jaraknya lebih dekat ke Kabupaten Bandung, atau sekitar 20 menit perjalanan dari pusat Kabupaten Bandung.
Desa adat ini, dihuni oleh 280 keluarga yang terdiri dari 557 laki-laki dan 650 perempuan. Mereka tersebar dalam 11 Rukun Tetangga (RT) dalam empat Rukun Warga (RW).
Mayoritas mata pencaharian warga Kampung Adat Miduana adalah bertani dengan tradisi tetekon, atau tata kelola pertanian yang dijalankan secara turun-temurun.
Kampung Adat Miduana memiliki sejumlah peninggalan atau situs sejarah. Sebut saja, situs Batu Rompe, yakni kepingan batu menhir yang diyakini warga berusia ribuan tahun.
Tak jauh dari lokasi Batu Rompe juga terdapat Arca Cempa Larang Kabuyutan, yaitu peninggalan kebudayaan Sunda yang dipercaya berusia lebih dari 2.000 tahun.
Sayangnya, keberadaan Kampung Adat Miduana ini mulai terancam. Ketua Lokatmala Foundation, Wina Resky Agustina menuturkan banyak bangunan adat di kampung ini mulai beralih fungsi. Selain itu, Kampung Adat Miduana ini kerap luput dari perhatian pemerintah.
“Selama ini, belum ada pengawasan yang memadai dari pemerintah pusat maupun provinsi, juga pemerintah daerah Kabupaten Cianjur. Sehingga sangat mendesak revitalisasi berkelanjutan di bidang infrastruktur dan fisik bangunan adat yang sekarang sebagian telah beralih fungsi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sebuah pelestarian kampung adat,” ujar Wina dikutip dari Tribun News.
Di dekat Kampung Adat Miduana, mengalir Sungai Cipandak. Berdasarkan informasi dari situs Dinas Pariwisata Cianjur, sungai ini menjadi destinasi wisata rafting bagi masyarakat Cianjur dan sekitarnya.
https://travel.kompas.com/read/2022/03/27/170500627/kuramasan-ritual-sucikan-diri-jelang-ramadhan-kampung-adat-miduana-di-cianjur