Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masakan, Menguatkan Raga dan Membersihkan Jiwa

Sebelum menulis lebih jauh, sedikit catatan kecil bahwa di sini saya tidak membedakan antara masakan dan makanan. Alasannya simpel, sebab keduanya adalah sama-sama sesuatu yang dapat kita makan.

Baik kita lanjutkan. Apakah buktinya makanan itu populer, dan tidak hanya dinikmati menggunakan indra perasa?

Kita tahu ada banyak hasil karya seni, mulai dari lukisan, foto, film, lagu dan lainnya bertema masakan.

Misalnya lukisan Annibale Carracci yang menggambarkan orang makan kacang-kacangan. Fotografer (khususnya food fotografer) seperti Leslie Grow, menerbitkan buku berisi kumpulan foto makanan.

Anda mungkin pernah menyaksikan film "No reservations", atau yang lebih lawas "Soul Food".

Kalau lagu, saya menemukan banyak sekali lagu Jepang bertema makanan. Misalnya lagu "Pan wo yaku" (membakar/membuat roti) yang dinyanyikan Yamazaki Masayoshi, kemudian Matsu Takako menyanyikan lagu "Karai kari" (Kari pedas).

Sedikit intermeso tentang lagu Jepang yang sudah mendunia, yaitu "Sukiyaki", sebenarnya isi lagu tidak ada hubungannya dengan makanan sukiyaki.

Judul asli lagu bahasa Jepang "Ue wo muite arukou" terlalu panjang, sehingga sukar diingat oleh orang asing. Untuk mengatasinya, diberilah judul "Sukiyaki" ketika lagu dirilis di luar Jepang.

Berdasarkan contoh di atas, melalui berbagai macam media dan penyajian berbeda, maka orang bisa menikmati makanan bukan hanya dengan indra perasa saja. Kita bisa menggunakan pancaindra untuk menikmatinya.

Jika merunut sejarah, sejak zaman batu manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup utama, yaitu makan. Aktivitas pada zaman itu membutuhkan tenaga lumayan banyak, karena berbagai alasan.

Misalnya, saat itu belum ada gojek maupun KRL/MRT. Sehingga orang harus berjalan kaki ketika pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Ini tentu membutuhkan energi yang tidak sedikit. Sebagian besar kebutuhan energi ini, diperoleh dari makanan.

Orang pada zaman tersebut mencari makanan dengan cara berburu. Alat yang digunakan sederhana (seadanya) saja. Masyarakat dengan pola hidup seperti ini biasa disebut Society 1.0.

Kemudian manusia berangsur-angsur menetap dan pola kehidupan pun berubah. Mereka mulai bercocok tanam sehingga makanan nabati umpamanya jagung maupun gandum, diperoleh dari hasil menanam.

Makanan hewani juga tidak perlu diperoleh dengan cara berburu. Mereka sudah mulai memelihara hewan untuk konsumsi. Masyarakat pada fase ini disebut Society 2.0.

Setelah melalui dua fase, dan sekarang di era menuju Society 5.0, kita bisa menemukan berbagai macam makanan.

Orang dapat menikmati bukan hanya makanan yang dihasilkan oleh alam saja, melainkan makanan artifisial pun sudah banyak tersedia.

Cara memasak makanan sudah banyak berubah. Menurut pendapat Richard Wrangham, pakar antropologi dari Universitas Harvard, cara memasak sudah mengalami revolusi besar dibandingkan era terdahulu.

Hal positif yang kita rasakan akibat revolusi cara memasak adalah, orang mengonsumsi makanan lebih banyak, sekaligus juga kadar kalori lebih tinggi.

Contohnya, dahulu terigu hanya diolah menjadi roti tawar. Mungkin dengan sedikit inovasi, ada yang memasukkan kismis sebagai tambahan.

Akan tetapi saat ini, terigu bisa berubah menjadi tiramisu, black forest, dan kue lain yang bukan saja menarik untuk dilihat. Rasanya pun tidak diragukan lagi.

Dibalik bentuk menarik dan rasa yang membuat bergoyang lidah, akibat tambahan beberapa bahan lain, maka makanan (kue) yang telah saya sebut di atas mempunyai kandungan kalori lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar.

Jika orang mengonsumsi makanan dengan kandungan kalori tinggi secara berlebihan, ditambah kurang berolah raga, maka dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit. Inilah salah satu sisi negatif dari revolusi yang terjadi pada cara memasak.

Meskipun ada perbedaan antara sisi positif dan negatif dari revolusi cara memasak, namun satu hal yang pasti adalah makanan bisa menguatkan raga.

Artinya, makanan adalah sumber esensial untuk memperoleh tenaga, supaya orang dapat melakukan berbagai macam aktivitas.

Kemudian pertanyaannya adalah, apakah makanan bisa membersihkan jiwa? Apakah makanan dapat membuat jiwa menjadi tenang?

Jawaban atas pertanyaan bisa ditemukan pada masakan Jepang bernama shoujin-ryouri. Sebagai catatan, makanan ini biasa dimakan oleh para biksu untuk mengikuti ajaran Sang Buddha.

Menu makanan shoujin-ryouri biasa disebut soshoku karena komposisinya sederhana. Yaitu hanya terdiri dari nasi (gohan), sup (misoshiru) dan acar (tsukemono). Semua jenis daging hewan dan ikan tidak boleh digunakan.

Bumbu masakan juga sederhana, dan tidak boleh memakai bumbu yang mempunyai bau menyengat (gokun) seperti bawang (termasuk daunnya).

Alasannya, bumbu dengan bau menyengat membuat jiwa manusia tergoda. Kemudian orang menjadi bingung dan tidak fokus, terutama pada hal penting yang menjadi tujuan hidupnya.

Masakan shoujin-ryouri bisa membuat jiwa menjadi lebih tenang. Pikiran tentu dapat menjadi lebih bersih.

Bagaimana dengan masakan di Indonesia?

Kita mempunyai banyak koleksi masakan unik dan berbeda dibandingkan dengan negara lain. Beberapa bahkan sudah mendunia, contohnya rendang yang akhir-akhir ini menjadi polemik.

Saya tidak ingin berkomentar tentang perdebatan masalah rendang. Saya kemudian teringat, makanan klepon juga pernah mempunyai nasib sama.

Sebagaimana saya telusuri tentang sejarah rendang, bumbunya ternyata merupakan hasil akulturasi dari India.

Kita tahu India menggunakan banyak rempah-rempah pada masakannya, seperti juga pada rendang. Anda pasti tahu masakan India bernama kari yang terkenal itu, bukan?

Sebagai makanan hasil akulturasi, maka sebaiknya filosofi rendang yang melambangkan kesabaran, kebijaksanaan dan ketekunan itulah yang perlu diangkat dan ditonjolkan.

Satu lagi yang lebih penting. Daripada berpolemik, lebih baik kita berupaya agar rendang (dan masakan Indonesia lainnya) bisa masuk dalam daftar kekayaan tak benda dunia.

Sebagai informasi, masakan Jepang sudah terdaftar sebagai kekayaan tak benda dunia sejak tahun 2013.

Jangan sampai masakan rendang nanti diakui (atau istilah lebih kerasnya, dibajak) oleh tetangga serumpun.

Apalagi ketika saya googling tentang masakan rendang, hasilnya banyak menampilkan buku "50 Rendang" karangan orang dari negeri jiran.

Makanan memang dapat menjadikan raga kita sehat jika kita makan dengan pola seimbang. Akan tetapi yang terpenting, makanan juga harus bisa menjadikan jiwa kita sehat.

Meskipun masakan Indonesia kebanyakan memakai banyak rempah sehingga berbanding 180 derajat dengan shoujin-ryouri yang sudah saya ceritakan, namun jangan sampai membuat jiwa dan pikiran menjadi tidak fokus.

Masakan dengan banyak rempah, seturut dengan kebudayaan yang kita miliki justru seyogianya menjadikan kita rendah hati, bukan mau menang sendiri. Masakan harusnya bisa menyatukan orang.

Persis seperti perkataan Guy Fiery, seorang pengusaha restoran di Amerika, yang saya kutip berikut ini sebagai penutup tulisan.

"Cooking is all about people. Food is maybe the only universal thing that really has the power to bring everyone together. No matter what culture, everywhere around the world, people get together to eat."

https://travel.kompas.com/read/2022/06/25/080000527/masakan-menguatkan-raga-dan-membersihkan-jiwa

Terkini Lainnya

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke