Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tapak Tilas Lokasi Gugurnya Jenderal Ahmad Yani di Museum Sasmitaloka

KOMPAS.com - Jejak sejarah penembakan Jenderal Ahmad Yani oleh pasukan Cakrabirawa dalam peristiwa G30S/PKI tahun 1965 dapat dilihat di lokasi kejadian, yaitu di rumah Jenderal Ahmad Yani. 

Rumah tersebut kini menjadi sebuah museum bernama Sasmitaloka Pahlawan Revolusi di Jakarta Pusat.

  • Panduan Lengkap ke Musuem Sasmitaloka Pahlawan Revolusi, Harga Tiket hingga Aturan
  • Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi: Jam Buka dan Harga Tiket

"Di sini lokasi bapak (Jenderal Ahmad Yani) tewas ditembak, diseret, lalu dilarikan ke Lubang Buaya," kata pemandu Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi yang tidak ingin disebutkan namanya kepada Kompas.com di lokasi, Rabu (29/3/2023).

Saat ini, lanjutnya, banyak cerita mengenai kronologi tewasnya Jenderal Ahmad Yani di internet. Namun, sang pemandu mengatakan, sayangnya tidak sedikit informasi yang tidak mencantumkan sumber terpercaya.

"Saya pernah baca di internet (mengenai kronologi penembakan Jenderal Ahmad Yani), cuma ini sumbernya dari mana, siapa yang bilang?," tuturnya.

Guna mendapatkan informasi yang lebih lengkap, tim Kompas.com berkunjung langsung ke Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi dan berbincang dengan pemandu museum.

"Saya tidak ada di lokasi pada saat kejadian (peristiwa tewasnya Ahmad Yani), tapi saya mendapat informasi langsung dari keluarga (Jenderal Ahmad Yani)," katanya.

Berdasarkan informasi dari pemandu museum, peristiwa penembakan Jenderal Ahmad Yani terjadi pada 1 Oktober 1965 sekitar pukul 04.35 WIB di kediamannya.

Lokasi kediamannya di Jalan Lembang Nomor 67, RT 11/RW 7, Menteng, Kecamata Menteng, Jakarta Pusat.

"Penculikan di kediaman Jenderal Ahmad Yani dilakukan oleh pasukan Cakrabirawa (Tjakrabirawa). Pimpinan penculikan bernama Mukidjan, pangkatnya Peltu, yang memimpin sekitar 100 anggota," terangnya.

Setibanya di kediaman Jenderal Ahmad Yani, hal pertama yang dilakukan oleh pasukan Cakrabirawa bukanlah masuk ataupun mengetuk pintu rumah bagian depan, melainkan mengetuk pintu bagian belakang.

"Sekitar pukul 4 subuh, mereka menyekap, melucuti, dan mengikat pasukan pengawal, lalu mereka mengepung kediaman ini," katanya.

Setelah mengetuk pintu rumah bagian belakang, orang pertama yang membuka pintu dan bertemu dengan pasukan Tjakrabirawa yaitu pembantu rumah tangga bernama Mbok Milah. 

Ia melanjutkan, Mbok Milah ditanya berbagai hal mengenai Jenderal Ahmad Yani oleh pasukan Cakrabirawa dan merasa bingung dengan keberadaan pasukan tersebut.

"Mbok Milah sempat ditanya macam-macam dan dia bingung, 'Kok tentara banyak masuk ke sini?'. Kalau kondisi negara sedang genting, dia pikir harusnya Jenderal Ahmad Yani sudah tahu dan tidak perlu dijemput oleh banyak pasukan," jelasnya.

Saat Mbok Milah ditanya oleh pasukan Cakrabirawa, putra bungsu Jenderal Ahmad Yani bernama Irawan Suraedi, yang saat itu berusia sekitar tujuh tahun, terbangun karena mendengar suara berisik dari dapur.

Melihat keberadaan putra Ahmad Yani, anggota Cakrabirawa bertanya dan memerintahkan Irawan Suraedi untuk membangunkan Jenderal Ahmad Yani yang sedang tidur.

"Dia (putra bungsu Ahmad Yani) ditanya oleh tentara dan disuruh membangunkan bapak, disuruh bilang 'ada tamu dari istana'," katanya.

Setelah itu Irawan Suraedi membangunkan Jenderal Ahmad Yani dan mengabarkan ada tamu dari istana yang saat itu berada di dapur. 

"Saat bapak (Jenderal Ahmad Yani) keluar dari kamar, disampaikan kalau bapak dipanggil oleh Presiden ke istana," katanya.

Mendengar hal itu, Jenderal Ahmad Yani mengatakan dirinya hendak mandi dan bersiap-siap terlebih dahulu sebelum bertemu Presiden.

Saat Jenderal Ahmad Yani kembali ke ruangan utama, ia diikuti oleh tiga orang pasukan Cakrabirawa. Ketika hendak memegang gagang pintu, salah satu anggota pasukan mengatakan kalau Jenderal Ahmad Yani tidak perlu mandi karena di istana ada kamar mandi.

Mendengar hal tersebut Jenderal Ahmad Yani marah dan menampar salah satu anggota pasukan tersebut karena dinilai tidak sopan telah mengatur dirinya.

"Satu sudah kena tampar, sisa dua orang pasukan. Saat bapak masuk ruangan, beliau ditembak dari balik pintu dengan tujuh butir peluru," kata pemandu.

Dari tujuh peluru yang ditembakkan, lima peluru menembus badan Jenderal, sedangkan dua peluru lainnya tertinggal di dalam badan Jenderal.

Lima peluru yang menembus badan Jenderal Ahmad Yani rusak karena mengenai beberapa titik lokasi. Dua peluru mengenai pajangan foto, dan tiga peluru mengenai lemari di ruang utama.

"Bapak ditembak dan jatuh ke depan dengan posisi tertelungkup. Mereka (dua pasukan Cakrabirawa) membalikkan tubuh bapak menggunakan kaki," katanya.

Kemudian Jenderal Ahmad Yani diseret melewati lorong, lalu keluar melalui pintu belakang rumah, di mana pasukan Cakrabirawa pertama kali masuk.

Peristiwa penembakan Jenderal Ahmad Yani tersebut rupanya disaksikan oleh putranya bernama Untung Mufraeni yang bersembunyi di balik tembok.

Setelah keluar dari rumah kediaman, jenazah Jenderal Ahmad Yani langsung dilarikan dan dibuang ke Lubang Buaya di Jakarta Timur.

Satu tahun setelah wafatnya Jenderal Ahmad Yani, tepatnya pada 1 Oktober 1966, ibu dan putra-putri Jenderal Ahmad Yani menyerahkan rumah tersebut kepada negara.

Rumah tersebut kemudian dijadikan sebagai sebuah museum yang diberi nama Sasmitaloka Pahlawan Revolusi.

"Nama 'Sasmitaloka Pahlawan Revolusi' itu artinya semangat juang, jasa pengabdian, dan pengorbanan para Pahlawan Revolusi diabadikan," kata sang pemandu.

Saat ini, Sasmitaloka Pahlawan Revolusi dikelola dan dibina oleh Dinas Sejarah TNI AD.

Pemandu Museum mengatakan bahwa kondisi Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi saat ini masih sama dengan kondisi rumah Jenderal Ahmad Yani dahulu.

Semua perabotan masih kokoh dan tertata dengan rapi. Begitu juga dengan pajangan dan barang-barang pribadi milik keluarga Jenderal Ahamd Yani.

Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi terdiri dari ruang ajudan, ruang tunggu, ruang tamu utama, ruang keluarga, tiga kamar tidur, dapur, kamar mandi di dapur, ruang belakang, dan garasi.

Bedanya, di bagian garasi kini difungsikan sebagai tempat menyimpan seragam asli para Pahlawan Revolusi yang dititipkan di Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi.

Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi dapat terbuka gratis untuk umum setiap Selasa hingga Minggu mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB.

https://travel.kompas.com/read/2023/04/04/093458027/tapak-tilas-lokasi-gugurnya-jenderal-ahmad-yani-di-museum-sasmitaloka

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke