Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aneka Tantangan Wisata Gunung, dari Sampah hingga Pengelolaan Kunjungan

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Wisata Minat Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Itok Parikesit mengatakan, saat ini wisata gunung di Indonesia mengalami sejumlah tantangan, dari yang berkaitan dengan lingkungan hingga ekonomi.

“Polusi ini yang lagi ramai (diperbincangkan), sampai di Jakarta masalah polusi, visibility atau jarak penglihatannya tidak lebih dari empat kilometer bahkan tiga kilometer,” ujar Itok dalam Indonesia Mountain Tourism Conference (IMTC) 2023 yang digelar di Jakarta, Rabu (27/9/2023).

  • Sandiaga Uno: Masalah Sampah yang Menggunung Jadi PR Labuan Bajo
  • Sampah Plastik Masih Jadi Masalah di Area Konservasi TN Komodo

Isu lainnya adalah sampah para wisatawan yang masih banyak ditemukan di kawasan gunung.

“Penemuan sampah plastik di gunung juga merupakan isu yang harus dicari bagaimana pemecahannya ke depannya,” lanjut dia.

Selain polusi, kata Itok, terdapat tantangan yang berkaitan dengan perubahan iklim.

Dalam penanganan isu lingkungan di sektor pariwisata, Itok menyampaikan, pihaknya menggandeng mitra-mitra untuk melakukan kampanye beberapa gerakan guna meningkatkan kesadaran terkait dampak perubahan iklim.

“Dengan melakukan kampanye 'Kita Mulai Sekarang', yang betujuan menjaga destinasi, mengurangi sampah plastik, melakukan carbon footprint (jejak karbon) di destinasi wisata, dan sebagainya,” terangnya.

  • 4 Cara Berwisata Rendah Karbon untuk Bumi yang Lebih Baik
  • 4 Wisata Rendah Karbon di Jakarta, Opsi Liburan Ramah Lingkungan

Sebagai informasi, dilaporkan oleh Kompas.com, Selasa (7/2/2023), jejak karbon merupakan total emisi gas kaca yang dihasilkan oleh manusia sehari-hari.

Sesuai namanya, jejak karbon berkaitan dengan aktivitas individu yang dapat menghasilkan karbon atau gas sejenisnya.

Itok melanjutkan, ada juga tantangan sosiokultural dan ekonomi. Beberapa hal yang bisa dilakukan, menurutnya, salah satunya management visitor atau pengelolaan kunjungan.

“Supaya saat low season (musim sepi pengunjung) tidak sampai low season (rendah sekali) dan ketika high season (musim liburan) juga bisa ditampung sesuai batas,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga berupaya melakukan pemerataan bagi para pemandu wisata gunung sehingga seluruhnya bisa mendapatkan pekerjaan.

Kemudian, kaya Itok, Kemenparekraf juga mempromosikan climate-sensitive dan low-impact tourism alias pariwisata berdampak rendah dan sensitif iklim di kawasan gunung.

  • Kemenparekraf Akan Serap Emisi Karbon di Sektor Wisata, Tanam Pohon dari Perjalanan Turis
  • 10 Negara Penyumbang Emisi Karbon Terbesar, Indonesia Kelima

“Lalu melakukan peninjauan secara berkala dan meninjau dampak untuk sumber daya dan sampah yang dihasilkan, dengan tetap tetap menjaga carrying capacity (kapasitas),” ujar Itok.

Masyarakat setempat, ia menjelaskan, juga diberdayakan dalam pengembangan wisata serta memperkuat kerja sama pemerintah dan swasta dalam pengembangan inovasi dan produk.  

“Serta mendorong investasi infrastruktur untuk mendukung digitalisasi layanan,” pungkas Itok.

https://travel.kompas.com/read/2023/09/27/172252327/aneka-tantangan-wisata-gunung-dari-sampah-hingga-pengelolaan-kunjungan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke