KOMPAS.com – Kota Kudus di Jawa Tengah dikenal sebagai Kota Kretek. Itu karena Kudus tidak lepas dari industri rokok keretek, bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia.
Salah satu pemilik pabrik rokok tertua di Kudus adalah Nitisemito yang memulai usaha rokok kereteknya pada 1906 dengan nama merek Kodok Mangan Ulo (kodok memakan ular).
Namun, sejarah rokok keretek di Kudus, bahkan di Indonesia, sudah dimulai sebelum Nitisemito memulai usaha rokoknya.
Saat berkunjung ke Museum Kretek di Kudus, Jawa Tengah pada Sabtu (11/11/2023), terdapat keterangan seputar sejarah rokok keretek.
Informasi sejarah ini tertulis di dekat pintu masuk Museum Kretek dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Rokok yang dianggap obat
Uniknya, penemuan rokok keretek dulunya malah dianggap sebagai obat untuk penyakit sesak dada.
Begini kisahnya:
Lahirnya kretek di Kudus, bahkan Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari seorang penduduk di Kudus tahun 1880-an bernama H. Jamhari yang dulu telah lama mengidap penyakit sesak dada.
Ia pun mencoba mengoleskan minyak cengkeh yang digosokkan ke bagian dada dan pundak. Hasilnya, ia merasa baikan, meski belum sembuh total.
Jamhari lalu mencoba mengunyah cengkeh dan hasilnya, ia merasa lebih baik dari sebelumnya.
Tidak berhenti sampai di situ, ia lanjut meracik ramuan berupa cengkeh dan tembakau yang dirajang halus, lalu membungkusnya dengan klobot (kulit jagung kering) dan diikat benang.
Campuran itu dibakar bagian ujungnya, lalu asapnya diisap. Hasilnya, penyakit sesak dadanya menjadi sembuh.
Cara pengobatan itu pun akhirnya tersebar di daerah tempat tinggalnya. Jamhari pun memproduksi secara kecil-kecilan rokok yang populer disebut masyarakat saat itu sebagai rokok obat.
Masyarakat Kudus juga menyebut rokok itu sebagai rokok keretek karena campuran cengkeh, tembakau, dan klobot, akan menimbulkan suara “keretek-keretek” saat dibakar.
https://travel.kompas.com/read/2023/11/11/190700927/museum-kretek-di-kudus-kisah-asal-rokok-yang-dulu-dianggap-obat