KOMPAS.com - Tarif tiket pesawat dari Singapura ke sejumlah destinasi untuk Kelas Ekonomi direncanakan akan naik pada tahun 2026.
Hal ini disebabkan adanya retribusi dari Pemerintah Singapura terkait penggunaan bahan bakar pesawat yang berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF), dengan target awal satu persen SAF tahun 2026.
"Retribusi akan bervariasi berdasarkan sejumlah faktor, seperti jarak tempuh dan kelas perjalanan," bunyi keterangan resmi dari Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS), dikutip Selasa (20/2/2024).
Berikut rincian perkiraan kenaikan harga tiket pesawat dari Singapura ke sejumlah destinasi, tergantung jaraknya:
"Penumpang di kelas-kelas premium akan membayar retribusi lebih tinggi," bunyi keterangan tersebut.
CAAS menerapkan retribusi untuk membeli bahan bakar tersebut sehingga bisa mencapai peningkatan target.
Adapun Pemerintah Singapura berencana meningkatkan target SAF dari satu persen pada tahun 2026 menjadi tiga sampai lima persen pada tahun 2030.
Dikutip dari Mothership, upaya ini berkontribusi terhadap blueprint (cetak biru) hub udara yang sustainable Singapura yang dikembangkan oleh CAAS. Blueprint ini terdiri dari 12 inisiatif lintas bagian, termasuk bandara, maskapai penerbangan, dan manajemen lalu lintas.
Retribusi ini akan ditetapkan dalam kuantum yang tetap, berdasarkan target SAF dan proyeksi harga SAF pada waktu itu.
Sebagai contoh, kuantum retribusi SAF pada tahun 2026 akan berbasis dari volume SAF yang dibutuhkan untuk mencapai target satu persen SAF dan proyeksi harga SAF pada tahun 2026.
Biaya retribusi SAF tidak akan berubah, meskipun harga SAF sesungguhnya berbeda dari yang sudah diproyeksikan.
Adapun detail lebih lanjut mengenai penerapan SAF akan diumumkan kembali pada tahun 2025 dan CAAS akan terus berkonsultasi dengan pemangku kepentingan.
Dikutip dari factsheet dari laman CAAS, FAS adalah bahan bakar yang disebut lebih bersih, serta bisa mengurangi emisi karbon selama siklus hidup hingga 80 persen dibanding bahan bakar jet dari fosil.
Bahan bakar berkelanjutan ini bisa diproduksi dari limbah lemak dan minyak, limbah kota, limbah pertanian dan kehutanan, serta limbah tanaman.
Bahan bakar ini juga dapat diproduksi secara sintetis dengan menangkap karbon langsung dari udara.
Adapun SAF secara kimiawi mirip dengan bahan bakar fosil, serta bisa digunakan dengan aman sebagai bahan bakar tanpa modifikasi untuk pesawat terbang atau infrastruktur.
Saat ini, pesawat komersial bisa terbang dengan perpaduan bahan bakar SAF dan bahan bakar fosil sebanyak 50-50, misalnya 50 persen pakai SAF.
Diharapkan pada tahun 2030, pesawat komersial sudah bisa menggunakan 100 persen SAF.
Tidak hanya itu, bahan bakar berkelanjutan ini juga diharapkan bisa berkontribusi terhadap pengurangan 65 persen emisi karbon yang dibutuhkan untuk mencapai target net zero tahun 2050.
https://travel.kompas.com/read/2024/02/20/140300927/tarif-tiket-pesawat-dari-singapura-direncanakan-akan-naik-tahun-2026