Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (8)

Kompas.com - 17/03/2008, 08:35 WIB

            “Syukur kepada Allah. Syukur kepada Aga Khan. Syukur kepada turis. Kini turis-turis mancanegara pelan-pelan datang kemari, dan kita pun bisa hidup lagi,” kata Khurseda.

Rumah Khurseda terbilang besar dan nyaman. Berbahan kayu, berlantai dua. Ruangan yang paling besar dan indah disewakan untuk turis asing, kebanyakan para petualang, pesepeda gunung, pendaki, dan trekker. Harga sewa kamarnya, sesuai yang ditetapkan oleh MSDSP, adalah 10 dolar per malam. Tetapi semua masih bisa ditawar. Waktu saya datang, tidak ada turis lain.

            “Udara sudah mulai dingin di bulan Oktober. Musim turis sudah hampir lewat,” kata Khurseda.

Dibandingkan ibunya yang masih penuh semangat menggebu-gebu, Timur nampak sudah bosan dengan hidupnya. Gurat-gurat wajahnya membuatnya tampak jauh lebih tua dari umurnya yang sebenarnya. Kebosanan karena tak ada yang dilakukan sepanjang hari. Kemarin, hari ini, esok, esoknya lagi, seminggu lagi, sebulan lagi, tiga tahun lagi, semuanya adalah hari-hari yang sama, datar, tanpa perubahan.

            “Hidup sebagai pengangguran itu amat sangat membosankan,” kata Khurseda menjelaskan, “waktu berjalan begitu lambat. Orang jadi cepat tua kalau tidak punya pekerjaan. Saya juga begitu. Setiap hari menyulam, menyulam, dan hanya menyulam. Benar-benar membosankan.”

Pemuda tetangga sebelah rumah, Khan Jon, 24 tahun, juga baru saja memulai hidup sebagai pengangguran. Baru saja ia menamatkan lima tahun pendidikan elektro di universitas setempat. Seperti sarjana muda lainnya, ia kini berpredikat sarjana pengangguran.

        “Tidak ada jeleknya sama sekali,” kata Khan Jon, “lihat, kami masih bertahan hidup.”

Ia menghabiskan waktunya di kebun, bertanam tomat dan wortel. Kebun tomatnya gagal total. Wortelnya masih bisa dimakan, tetapi karena kecil dan jelek, tidak mungkin dijual. Hidup Khanjon bergantung kepada ayahnya yang bekerja sebagai wartawan, yang gajinya 30 dolar dari koran dan 30 dolar dari TV. Enam puluh dolar per bulan, termasuk gaji besar di sini.

Perdamaian yang dibawa ke Tajikistan, bukan hanya mendatangkan turis asing, tetapi juga gairah perekonomian di Khorog. Malik, pedagang batu mulia, mengatakan bahwa kalung lapis lazuli khas Badakhshan termasuk barang incaran utama turis-turis asing. Wanita desa juga dilatih oleh LSM untuk menghasilkan kerajinan tangan seperti topi tradisional dan pakaian adat, yang bisa dijual cukup mahal.

Hidup tidak mudah. Tetapi orang-orang tidak menyerah.

 
 
(Bersambung)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com