Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (20)

Kompas.com - 02/04/2008, 07:58 WIB

Diskusi macam ini semakin membuat saya frustrasi. Tentang keacuhan orang asing yang merasa tidak diistimewakan di tempat di mana kehidupan sehari-hari pun sudah tidak ada istimewanya lagi. Tentang orang-orang beringas yang menghabiskan hari-hari tanpa arti, berkeliaran di jalanan dan di pasar. Tentang supir-supir yang sudah lama merindukan para penumpang, mangsa yang lezat disantap di tengah kelangkaan transportasi dan minyak.

Supir Kirghiz itu akhirnya melunak. Setelah negosiasi panjang selama dua hari, harga sewa jeep yang semula 300 dolar, akhirnya turun menjadi 140 dolar. Si Amerika yang kehabisan visa akhirnya menyetujui juga tawaran ini. Si supir mengajukan syarat. Dia akan membawa keluarganya ikut ke Kyrgyzstan. Saya yang ikut membantu proses tawar-menawar diijinkan menumpang gratis oleh kedua turis bule itu.

Pertama-tama kami harus menjemput bapak Si Supir dari pasar. Lama sekali menunggu Pak Tua selesai belanja. Setelah itu, kami menjemput ibunya yang sedang sibuk di rumah tetangga. Kami juga menjemput dua orang bibi yang tinggal di desa sebelah. Setelah sekitar tiga jam menunggu, keliling kanan kiri, jeep ini akhirnya berangkat juga ke arah Kyrgyzstan. Si Amerika sudah sangat tidak sabar. Berkali-kali ia melihat arlojinya. Sudah sore dan kami baru melaju beberapa kilometer saja meninggalkan Murghab. Kalau dia sampai telambat keluar dari Tajikistan, entah penjara macam apa yang akan dihuninya.

Tak sampai setengah jam, tiba-tiba mobil membelok ke arah timur. Kyrgyzstan ada di utara sana. Mengapa kami ke timur, ke arah China? Saya melihat puncak gunung Muztagh Ata, di balik perbatasan China. Puncak gunung bertudung salju ini pernah saya lihat dari Tashkurgan di China sana. Sekarang saya melihat gunung yang sama dari sisi yang berbeda.

Empat puluh kilometer ke arah timur, tiba-tiba jalan terputus. Ini adalah ujung jalan yang mungkin dicapai. Ini adalah ujung dunia. Tempat paling terpencil di sebuah negara terpencil. Song Kul, nama desa ini, terletak di kaki gunung Muztagh Ata, hanya beberapa terjangan saja ke arah perbatasan China. Mengapa kami sampai di sini?

Ternyata si supir masih harus menjemput beberapa orang bibinya yang lain lagi, ikut bersama-sama kami ke Kyrgyzstan. Saya terdesak ke tempat paling tak mengenakkan di bagasi, didesak-desakkan bersama tumpukan barang bagasi. Meringkuk. Jalan berbatu dan berdebu membuat mobil berjalan melompat-lompat. Saya ikut terlompat. Di atas terbentur atap jeep. Di depan tertumbuk tumpukan barang yang keras. Sungguh berat. Tapi, apa mau dikata, namanya juga penumpang gratisan.

Si Supir Kirghiz ini sungguh pintar. Sebenarnya, ia memang berencana pergi ke Kyrgyztan membawa semua keluarganya. Dan, dua orang bule inilah yang membayar ongkosnya. Saya lihat mereka pun mendapat tempat duduk yang tidak nyaman, meringkuk di bangku tengah diapit bibi-bibi Si Supir yang gendut-gendut. 140 dolar AS untuk dua bangku sempit. Dua turis bule itu membayar empat kali lipat lebih mahal dari harga seharusnya.

Mobil menyusuri jalan berbatu dan berdebu yang sama, ke arah barat, kembali ke jalan raya Pamir Highway. Di sinilah bayangan akan dunia paralel dimulai. Sepanjang jalan ke utara, ke arah Kyrgyzstan, tiang-tiang kayu berpagar kawat berjajar di sisi kanan jalan. Di belakang pagar itu tidak ada apa-apa selain barisan gunung batu.

            "Apa itu di balik pagar?" saya bertanya.
            "Itu China. Ini adalah perbatasan China," kata Si Israel sok tahu.
            "Tetapi saya tidak melihat apa-apa di sana," saya masih tidak percaya China ada di belakang pagar-pagar kawat dan kayu itu.
            "Di sini yang tidak ada apa-apanya. Di sana itu adalah superpower dunia!"

Kedua backpacker bule itu akhirnya sibuk berdiskusi tentang perbatasan Israel yang dilengkapi dengan listrik dan setrum sehingga orang-orang Palestina yang nekat memanjat langsung mendapat ganjarannya.

Di belakang pagar kayu sederhana itu memang bukan China. Mana mungkin negara macam China punya perbatasan yang sangat bocor seperti ini. Apalagi pagar-pagar kayu itu kadang jaraknya hanya lima meter dari tepi jalan. China masih 15 kilometer jauhnya dari pagar ini. Pagar-pagar ini didirikan untuk memisahkan jalan raya dari daerah sensitif perbatasan Tajikistan. Di belakang pagar, tentu saja masih Tajikistan yang itu-itu juga. Daerah perbatasan ini sangat sensitif, karena merupakan garis batas tiga negara – Tajikistan, Kyrgyzstan, dan China. Selain itu, China berusaha mengklaim 20 persen wilayah perbatasan GBAO, yang kebetulan mengandung emas.

Malam hampir menjelang ketika kami sampai di Karakul. Di sebelah kiri jalan, ada hamparan danau luas. Memasuki kota tepi danau ini ada pos penjaga perbatasan Tajikistan yang ketat sekali.

Saya yang sudah hampir pingsan berlompat-lompat sambil meringkuk di tengah tumpukan barang bagasi, sudah tidak kuat lagi meneruskan perjalanan ke Kyrgyzstan. Saya memutuskan turun di Karakul, danau raksasa yang menawarkan satu nama: kematian.


(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com